Menuju konten utama
Hari Guru Nasional

JPPI: Guru Madrasah Tidak Mendapat Perhatian dari Pemerintah

Ubaid Matraji menilai guru madrasah seolah hanya menjadi kelompok pinggiran dalam percaturan kebijakan guru.

JPPI: Guru Madrasah Tidak Mendapat Perhatian dari Pemerintah
Sejumlah peserta aksi dari Gabungan Guru Tenaga Kerja Kontrak (TKK) melakukan aksi di depan gedung Pemerintahan Kota Bekasi, Jawa Barat, Jum'at (29/11/2019). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/pras.

tirto.id - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI menyoroti secara khusus kondisi guru madrasah pada momentum hari guru nasional 2024 yang jatuh pada hari ini, Senin (25/11/2024). Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menilai guru madrasah seolah hanya menjadi kelompok pinggiran dalam percaturan kebijakan guru.

“Bisa dibilang, keberadaannya tidak begitu mendapat perhatian pemerintah. Mereka ini diperlakukan seperti anak tiri dalam sistem tata kelola guru di Indonesia,” ujar Ubaid Matraji dikutip dalam keterangan tertulis pada Senin (25/11/2024).

Menurut Ubaid, kesejahteraan guru madrasah menempati kasta terendah dibandingkan dengan guru-guru di sekolah. Padahal seharusnya, kata dia, semua guru diberikan hak yang sama merujuk pada peraturan UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005.

Dia menjelaskan soal kondisi kualitas guru madrasah yang masih realtif rendah. Dia menyebut, jumlah guru madrasah yang sudah tersertifikasi hanya berjumlah 39,2%. Padahal, berdasarkan amanah UU guru dan dosen (pasal 82 Ayat 2 ), ditegaskan bahwa 10 tahun sejak berlakunya UU Guru dan Dosen, seluruh guru harus sudah tersertifikasi.

“Kini, sudah 19 tahun berlalu, nyatanya masih ditemukan sebanyak 484.737 (atau 60,8%) guru madrasah yang belum mengantongi sertifikat pendidik. Mengapa ini dibiarkan?” ujar Ubaid.

Menurut Ubaid, jika tidak ada perubahan kebijakan pemerintah soal sertifikasi Guru, maka diperkirakan daftar antrian PPG (Pendidikan Profesi Guru) untuk guru madrasah bakal mencapai 53 tahun. Hal ini, kata dia, disebabkan oleh pemerintah yang hanya memberi jatah kuota PPG guru madrasah rata-rata 9 ribu per tahun.

“Dari data ini kita bisa tahu bahwa antrian guru madrasah untuk mengikuti PPG itu lebih panjang daripada antrian haji,” kata Ubaid.

Ubaid memprediksi, nasib guru madrasah makin terabaikan apabila pemerintah menunaikan janji politiknya untuk menambah gaji guru Rp2 juta yang hanya diberikan kepada guru-guru tersertifikasi. Padahal, kata dia, dari 484.737 guru madrasah yang berlum tersertifikasi, terdapat 455.767 (94,1%) guru madrasah yang berstatus non-ASN dan paling paling terdampak dari sistem tata kelola guru yang belum berkeadilan ini.

Oleh karena itu, Ubaid mengatakan, pihaknya memberikan beberapa rekomendasi supaya tata kelola guru di Indonesia lebih berkeadilan bagi semua guru dan tidak diskriminatif kepada guru madrasah. Rekomendasi pertama, Presiden bersama DPR RI harus membuat kebijkan satu sistem dalam tata kelola guru di Indonesia.

“Perbedaan akan terjadi hanya pada penempatannya saja. Ada guru yang ditempatkan di sekolah, ada pula yang di madrasah. Perbedaan tempat bertugas ini, hanyalah soal tempat bekerja, tapi soal hak dan kewajibannya haruslah setara dan berkeadilan untuk semua guru,” kata Ubaid.

Kedua, Bappenas bersama Kementerian Keuangan harus merencanakan dan menyediakan dana pendidikan yang cukup untuk mempercepat target PPG untuk semua guru, khususnya untuk guru madrasah.

“Tindakan ini harus segera dilakukan supaya tidak perlu menunggu antrian PPG hingga 53 tahun. Jika ini dibiarkan maka sangat tidak berkeadilan dan terus memicu masalah kesenjangan kualitas guru,” ujar dia.

Selanjutnya, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian Agama harus menjadi leading sector untuk merumuskan kebijakan satu sistem tata kelola guru dan menyusun roadmap untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru, baik guru di sekolah maupun madrasah.

“Keempat, Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota harus memberikan dukungan dana untuk kesejahteraan guru madrasah yang belum tersertifikasi, khususnya yang honorer dan belum PPG, dalam bentuk pemberian insentif atau tunjangan. Sebab, mereka selama ini digaji jauh di bawah standar upah minimum,” ujar Ubaid.

Terakhir, menurut Ubaid, organisasi profesi guru harus menjadi pilar penting dalam peningkatan kompetensi bagi para anggotanya, baik dalam bentuk pemberdayaan, pelatihan-pelatihan maupun coaching pengembangan pedagogik maupun substansi.

Baca juga artikel terkait HARI GURU atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Anggun P Situmorang