Menuju konten utama

Jonan Minta Kaji Ulang Tata Ruang di Palu dan Donggala Pasca-Gempa

Menurut Jonan perlu ada tim kajian RTRW supaya bisa mengurangi dampak korban dan kerusakan akibat bencana.

Jonan Minta Kaji Ulang Tata Ruang di Palu dan Donggala Pasca-Gempa
Bendera merah-putih berkibar di antara reruntuhan rumah yang hancur di lokasi terdampak pergerakan atau pencairan tanah (likuifaksi) di Balaroa Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (9/10/2018). ANTARA FOTO/Yusran Uccang/aww/18.

tirto.id - Menteri ESDM, Ignatius Jonan mempertanyakan perhitungan aspek geologi dalam rencana tata ruang dan rencana wilayah (RTRW) di Palu dan sekitarnya usai mengalami bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi.

Jonan di Kementerian ESDM Jakarta pada Jumat (12/11/2018). mengatakan perlu kajian ulang lebih ilmiah untuk memetakan wilayah rawan bencana, wilayah yang layak huni, serta spesifikasi kegunaan wilayah layak huni tersebut.

"Saya melihat dengan adanya otonomi daerah dan RTRW, yang lebih diserahkan ke pemerintah kota atau kabupaten perlu adanya kajian kembali lebih keilmuwan, mana sebenarnya yang bisa digunakan untuk hunian manusia atau dalam berbagai kegiatan atau yang tidak mudah digunakan untuk hunian manusia dengan berbagai kegiatan," ujarnya.

Kajian rekonstruksi tahan gempa perlu melibatkan semua teknisi terkait, seperti sipil, arsitektur, dengan memperhitungkan juga biaya yang dibutuhkan. Misalnya, kebutuhan biaya untuk pembangunan gedung-gedung tahan gempa dengan kekuatan 6 SR, 7 SR, dan sebagainya.

"Membangun gedung bertingkat untuk tahan gempa misalnya 7 SR itu beda ongkosnya untuk bangun gedung tahan gempa 6 SR, atau kalau bangunnya tahan gempa 9 SR, itu ongkosnya 2-3 kali dari pada 6 SR aja," ujarnya.

Menurutnya, perlu ada tim kajian RTRW supaya bisa mengurangi dampak korban dan kerusakan bangunan akibat gempa, tsunami atau likuefaksi ke depannya.

Tim tersebut tentu akan melibatkan kementerian/lembaga terkait, seperti Kementerian ESDM dalam hal ini Badan Geologi, Kementerin Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan sebagainya.

Tidak hanya untuk mengkaji rekonstruksi di Palu dan sekitarnya, tim ini juga untuk menginformasikan, mengedukasi tentang wilayah-wilayah berpotensi bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di berbagai daerah Indonesia, serta cara penanganannya.

"Saya kira harus ada badan otoritas untuk menginformasikan. Kemudian perlu ada satu yang menginformasikan untuk bisa menjelaskan (potensi bencana terhadap tata ruang), kemudian kalau enggak cocok sama tata ruangnya gimana (solusinya)? Setelah ini digabung saya berharap Kementerian ATR untuk menjadi front runner," ujarnya.

Menurutnya, tim perlu dibentuk segera untuk menghindari dan mengatasi informasi yang simpang-siur beredar di media sosial.

"Nah tim ini yang jadi corong resmi negara, supaya tidak kebanyakan menerima informasi media sosial. Ini supaya masyarakat tidak bingung," ujarnya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah mengakibatkan kerusakan 67.310 rumah, 99 bangunan fasilitas peribadatan, 20 unit bangunan kesehatan, dan 12 titik jalan.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU DAN DONGGALA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dipna Videlia Putsanra