Menuju konten utama

Jokowi: Dua Problem Besar Sumsel yaitu Urusan Harga Karet dan Sawit

Jokowi menegaskan soal harga karet dan sawit ini bukanlah urusan mudah.

Jokowi: Dua Problem Besar Sumsel yaitu Urusan Harga Karet dan Sawit
Buruh kerja memanen kelapa sawit di Desa Sukasirna, Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (13/7/2018). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

tirto.id - Presiden Joko Widodo menyebut dua problem besar di Provinsi Sumatera Selatan yaitu terkait harga sawit dan karet yang jatuh di pasar global.

Hal itu disampaukan Jokowi saat acara Evaluasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019 di Palembang Sport and Convention Center (PSCC) di Kota Palembang, Minggu (25/11/2018).

"Di Sumsel ini memang ada dua problem besar yang harus diselesaikan bersama-sama, yaitu urusan yang berkaitan dengan harga karet dan sawit," kata Jokowi.

Namun ia menegaskan sawit dan CPO ini bukan urusan mudah. Sudah empat tahun ini pemerintahannya berupaya mengurus dan melobi Uni Eropa agar produk sawit Indonesia tidak dicegat sehingga bisa masuk ke pasar kawasan tersebut.

"Karena kita dicegat di Uni Eropa. Alasannya banyak sekali, tapi sebetulnya ini urusan bisnis," katanya.

Mereka, lanjutnya, juga jualan yang namanya minyak bunga matahari, Indonesia jualan minyak kelapa sawit sehingga masuk ke sana sekarang mulai dihambat-hambat.

"Saya sudah kirim tim berapa kali bolak-balik agar sawit kita bisa diterima di sana sebanyak-banyaknya," katanya.

Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi juga telah bertemu Perdana Menteri dari Tiongkok.

"Saya minta Tiongkok beli lebih banyak dari sekarang, saya minta tambahan. Saya to the point aja minta agar produksi di sini bisa diserap sehingga harganya bisa naik. Ada tambahan 500 ribu ton, itu banyak sekali. Tapi ternyata juga belum mempengaruhi harga pasar secara baik," katanya.

Presiden mengatakan kebun kelapa sawit di seluruh Indonesia berada pada posisi yang sangat besar dengan luasan 13 juta hektare atau peringkat satu di dunia.

Sementara produksinya setiap tahun 42 juta ton. "Itu kalau dinaikkan truk berarti kurang lebih 10 juta truk angkut. Besar sekali jumlah ini," katanya.

Indonesia saat ini bersaing dengan Malaysia dan Thailand dalam hal pasar sawit namun tetap saja Indonesia merupakan produsen sawit terbesar.

Oleh sebab itu Presiden menegaskan, mengendalikan dua hal itu tidak mudah. "Ini perdagangan internasional, ini perdagangan global. Tidak bisa kita pengaruhi mereka semua, tidak semudah itu," katanya.

Oleh sebab itu di dalam negeri sudah tiga bulan ini Presiden memerintahkan agar menggunakan sawit sebagai campuran solar sebagai bahan bakar alternatif B20.

Namun untuk itu diperlukan waktu setidaknya satu tahun untuk menunggu keberhasilan B10 agar kemudian sawit bisa diserap pasar lokal.

Sementara terkait karet, Presiden juga menegaskan komoditas tersebut ditentukan pasar dunia yang tidak bisa dipengaruhi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.

"Oleh sebab itu, sebulan yang lalu saya perintahkan kepada Pak Menteri PU, Pak Basuki. Pak Menteri, sekarang pengaspalan jalan harus pakai karet. Ini sebentar lagi yang di Sumsel kita akan beli langsung dari petani atau koperasi untuk beli getah karetnya. Dibeli langsung oleh Kementerian PU," katanya.

Presiden juga meminta agar pembelian oleh pemerintah itu dipatok dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan haga pasar.

Presiden kembali menegaskan tidak mudah menyelesaikan hal seperti ini karena menyangkut produksi yang sangat besar namun ia berjanji pemerintah akan mengupayakan berbagai hal agar persoalan tersebut dapat teratasi dengan baik.

Baca juga artikel terkait HARGA SAWIT

tirto.id - Ekonomi
Sumber: antara
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra