Menuju konten utama

Enam Aktivis Greenpeace Ditahan di Kapal Minyak Sawit Wilmar

Para aktivis ditahan saat sedang melakukan protes dengan menduduki kapal minyak sawit Wilmar menuju Eropa.

Enam Aktivis Greenpeace Ditahan di Kapal Minyak Sawit Wilmar
Aktivis Greenpeace menaiki perahu karet saat melakukan aksi di Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (25/9/2018). NTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Enam aktivis Greenpeace ditahan kapten kapal tanker raksasa Stolt Tenacity, ketika melakukan aksi damai menaiki kapal kargo sepanjang 185 meter bermuatan minyak sawit produk Wilmar International. Para aktivis itu melakukan protes damai di perairan Teluk Cadiz, dekat Spanyol.

Kapal Stolt Tenacity, yang membawa muatan minyak sawit kotor dari Indonesia ke Eropa telah dinaiki dengan damai oleh sejumlah relawan Greenpeace International yang berasal Indonesia, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada dan Amerika Serikat, dalam sebuah aksi damai memprotes perusakan hutan di Indonesia.

Sebelum ditahan mereka berhasil membentangkan spanduk bertuliskan "Save our Rainforest" (Selamatkan Hutan Hujan Kita) dan "Drop Dirty Palm Oil" (Hentikan Minyak Sawit Kotor). Kapten kapal tersebut telah diberitahu melalui saluran radio VHF tentang protes damai dan tanpa kekerasan ini. Namun, kapten telah menahan para relawan di salah satu kabin kapal kargo.

"Kami memiliki keterbatasan kontak radio dengan sukarelawan kami dan telah meminta kapten kapal untuk membebaskan mereka sehingga mereka dapat terus melakukan protes damai terhadap perusahaan seperti Wilmar yang mengirimkan minyak sawit kotor dari perusak hutan ke supermarket dan rumah kami,” kata Hannah Martin, Jurukampanye di kapal Greenpeace Esperanza, seperti dikutip situs web Greenpeace.

Wilmar merupakan pemasok utama minyak sawit untuk perusahaan raksasa makanan ringan yaitu Mondelez. Investigasi terbaru Greenpeace International menemukan, pemasok minyak sawit Mondelez telah menghancurkan 70 ribu hektar hutan di seluruh Asia Tenggara dalam dua tahun dan juga menemukan bukti terkait persoalan kebakaran hutan, mempekerjakan anak-anak, eksploitasi pekerja, penebangan ilegal hingga perampasan tanah.

“Minyak sawit dapat diproduksi tanpa merusak hutan. Lebih dari 1 juta orang di seluruh dunia menuntut tindakan nyata. Sekarang saatnya bagi Mondelez dan merek rumah tangga lainnya untuk mendengarkan seruan kepada mereka untuk menjauhi Wilmar hingga terbukti minyak sawitnya bersih, ” ​​kata Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara yang berada di atas kapal Greenpeace Esperanza.

Greenpeace menyerukan kepada Mondelez untuk berhenti berdagang dengan Wilmar sampai minyak sawit yang berasal dari produsen ini dapat dibuktikan tidak lagi menghancurkan hutan atau mengeksploitasi tenaga kerja dan anak-anak.

Kapal kargo Stolt Tenacity membawa minyak sawit dari kilang penyulingan Wilmar di Dumai, Riau. Menurut Wilmar, kilang ini menampung pasokan minyak sawit dari para perusahaan sawit perusak hutan, termasuk Bumitama, Djarum, keluarga Fangiono dan Gama.

Fasilitas Wilmar lainnya memasok satu atau kedua dari dua kilang, termasuk kilang Multi Nabati Sulawesi milik Wilmar, yang diduduki oleh Greenpeace pada bulan September silam.

"Saya berasal dari Indonesia. Saya telah menyaksikan dampak deforestasi terkait ulah perusahaan perkebunan sawit nakal yang menyebabkan kota-kota kami tercekik oleh kabut asap kebakaran hutan. Saya di sini untuk mengirim pesan ke Mondelez bahwa minyak sawit kotor Wilmar telah menghancurkan rumah kami,” kata Waya Maweru, pemanjat asal Sulawesi Utara.

Deforestasi di kawasan tropis telah menghasilkan lebih banyak emisi gas rumah kaca setiap tahun daripada seluruh Uni Eropa; mengungguli setiap negara kecuali Amerika Serikat dan Tiongkok. Pada Oktober 2018, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyerukan penghentian segera deforestasi untuk membatasi suhu global yang meningkat menjadi 1,5 °C.

Baca juga artikel terkait MINYAK SAWIT atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra