Menuju konten utama

Jokowi Dinilai Mainkan Psikologi Lawan soal Pendamping di Pilpres

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno: pernyataan Jokowi soal cawapres merupakan strategi khusus guna mengejutkan lawan politiknya di Pilpres 2019.

Jokowi Dinilai Mainkan Psikologi Lawan soal Pendamping di Pilpres
Presiden Joko Widodo menanti kehadiran Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dan Siti Hasmah dalam kunjungan kenegaraan di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/6/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - “Sudah ada [nama calon wakil presiden], tinggal diumumin.”

Pernyataan itu keluar dari mulut Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ditanya wartawan soal pendampingnya di Pilpres 2019, usai menutup Rembuk Nasional Aktivis 98 di Jakarta International (JI) Expo Kemayoran, Sabtu kemarin. Jokowi meminta publik bersabar sampai ada pengumuman resmi.

Jokowi mengaku, dirinya segera mengumumkan nama cawapres yang akan mendampinginya dalam waktu dekat ini. “Tunggu. Ini, kan, tinggal nunggu berapa hari, masak enggak sabar," kata Jokowi, seperti dikutip Antara, Sabtu (7/7/2018).

Wakil Ketua Umum DPP PPP, Reni Marlinawati membenarkan pernyataan Jokowi tersebut. Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat ini berkata, saat ini terdapat 10 nama yang telah dikantongi oleh mantan wali kota Solo itu sebagai kandidat pendampingnya di Pilpres 2019.

“Seperti yang dikatakan ketua umum Romi [Romahurmuzy] kepada saya, ada 10 nama. Masih digodok. Nanti pada waktunya disampaikan,” kata Reni kepada Tirto, Minggu (8/7/2018).

Sepuluh nama itu, kata Reni, terdiri dari unsur politikus, akademisi, profesional, agamawan, dan ekonom. Namun, ia enggan membenarkan jika yang dimaksud unsur politikus merupakan ketua-ketua umum partai pengusung Jokowi saat ini.

“Pokoknya itu kriterianya. Nanti pada saatnya akan diumumkan beliau [Jokowi] sendiri,” kata perempuan kelahiran Sukabumi, 10 Maret 1973 ini.

Meskipun begitu, Reni menyatakan, 10 nama tersebut telah diketahui pula oleh seluruh partai-partai pengusung Jokowi saat ini. “Secara informal, saya kira sudah disampaikan [ke ketua partai koalisi]” kata Reni.

Pernyataan serupa juga disampaikan Wasekjen DPP PPP, Ahmad Baidowi atau yang akrab disapa Awiek. Menurut dia, cawapres Jokowi memang telah mengerucut kepada 10 nama yang dalam waktu dekat akan dikerucutkan lagi menjadi satu nama terpilih.

“Tentu nama-nama tersebut baru bisa diungkap ke publik setelah Pak Jokowi menyampaikannya secara resmi ke ketua-ketua umum partai,” kata Awiek kepada Tirto.

Dalam hal ini, Awiek menilai, sikap Jokowi sudah tepat. Lelaki kelahiran Solo itu tidak terburu-buru menyampaikan nama cawapresnya kepada publik, melainkan lebih baik di detik terakhir sebelum pendaftaran capres-cawapres pada Agustus mendatang.

“Yang jelas, meski pemberitahuan sejumlah nama itu kepada para ketum sudah dilakukan, namun keputusan soal cawapres akan diambil lastminute,” kata anggota Komisi II DPR RI ini.

Ada pun Sekjen DPP PPP Arsul Sani menyatakan, partainya siap menerima siapapun yang dipilih Jokowi sebagai pendampingnya, meskipun itu bukan Ketua Umum PPP Romahurmuzy yang selama ini juga disebut menjadi bakal cawapres mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Hal ini, kata Arsul, lantaran PPP sudah menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi untuk memilih pendampingnya. Sehingga, menurut dia, tidak ada istilah cocok dan tidak cocok dari partai berlambang Kakbah ini.

“Apalagi pada akhirnya PPP lebih menekankan pada program keumatan yang perlu dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi ketimbang meributkan soal cawapresnya," kata Arsul kepada Tirto.

Perihal waktu pengumuman cawapres Jokowi, Arsul berpendapat sama seperti Awiek. Ia pun menduga masih akan ada tambahan dukungan dari partai selain yang saat ini sudah menyatakan dukungan.

Sekretaris Kaderisasi DPP PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, juga membenarkan informasi 10 nama cawapres yang telah dikantongi Jokowi tersebut. Akan tetapi, seperti halnya para elite PPP, Eva juga enggan menyebutkan nama-nama itu.

"Enggak reliable, kecuali dari Jokowi langsung,” kata Eva saat dikonfirmasi Tirto.

Lagi pula, kata Eva, nama-nama tersebut belum pernah disampaikan secara resmi oleh Jokowi kepada partai-partai pengusungnya. Melainkan, hanya secara informal saja untuk menjaga perasaan dan soliditas partai-partai itu.

"Baru sriwing-sriwing [spintas saja] ada beberapa opsi," kata Eva.

Lebih lanjut, Eva menegaskan, PDIP tetap akan mendukung Jokowi siapapun yang akhirnya dipilih menjadi pendampingnya. Sebab, kata dia, Jokowi yang paling tahu kebutuhan cawapresnya, baik untuk pemenangan, maupun untuk pemerintahan kelak.

Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Komarudin Watubun menyatakan, sampai saat ini belum pernah ada nama resmi yang disampaikan ke internal partai pendukung sebagai kandidat cawapres Jokowi.

"Kalau mengantongi memang sudah sejak lama, tapi itu bukan resmi saya kira," kata Komarudin kepada Tirto.

Infografik CI jokowi belum Aman untuk 2019

Strategi Mengaburkan dan Mengejutkan Lawan

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, pernyataan Jokowi merupakan sebuah strategi khusus guna mengaburkan dan mengejutkan peta lawan politiknya di Pilpres 2019. Menurut Adi, dengan menyampaikan ke publik telah mengantongi nama cawapres, Jokowi sedang memainkan psikis lawannya yang selalu mengintip informasi ini.

“Jokowi termasuk pintar mengajak lawannya berspekulasi. Akhirnya justru mereka, lawan politiknya, yang salah langkah,” kata dosen ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Pernyataan Jokowi tersebut, kata Adi, memancing lawannya untuk bersikap reaksioner, seperti mengumumkan pasangan capres dan cawapres yang akan diusung. “Sekarang, kan, yang seperti dikaburkan adalah Jokowi oleh lawannya, dengan banyaknya formasi capres-cawapres tandingan di 2019. Nah, Jokowi coba mengaburkan balik," kata Adi.

Lawan politik Jokowi—dalam hal ini Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat—memang tengah memunculkan sejumlah opsi capres-cawapres di Pilpres 2019.

Di antara opsi-opsi itu ada Jusuf Kalla-AHY dan Anies Baswedan-AHY seperti yang diwacanakan Demokrat. Lalu ada Prabowo Subianto-Anies Baswedan seperti yang sempat digulirkan Gerindra.

Strategi semacam ini, kata Adi, diperlukan Jokowi juga untuk tetap menyolidkan partai-partai pendukungnya. Sebab, pernyataan tersebut juga bisa memantik semangat partai-partai pendukungnya mengampanyekan kandidatnya masing-masing ke publik.

"Politik angin surga, kan, sudah dikritik, ini gaya baru dia," kata Adi merujuk pada kebiasaan Jokowi yang selama ini memberi “harapan” kepada para ketua umum parpol, seperti Airlangga Hartarto, Romahurmuzy, dan Muhaimin Iskandar.

Politik angin surga memang sempat dimainkan Jokowi beberapa bulan lalu dengan melakukan pertemuan dengan sejumlah ketua umum partai pendukungnya yang berkeinginan menjadi pendampingnya.

Salah satunya saat mengajak Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar untuk meninjau kesiapan kereta bandara pada 2 Januari 2018. Saat disinggung wartawan apakah ia membahas perkara politik dalam pertemuan itu, Jokowi justru memberi jawaban supaya pertanyaan itu ditanyakan kepada Muhaimin.

Usai diajak Jokowi jalan-jalan, Muhaimin mengklaim kepada wartawan bahwa ada pembicaraan politik dengan Jokowi. Muhaimin tak eksplisit menjelaskan apakah pembicaraan itu mengenai Pilpres 2019 atau bukan. Ia hanya membahas soal sinkronisasi antara agama dan negara.

Pernyataan Muhaimin memicu spekulasi bahwa Jokowi akan memilih Muhaimin sebagai cawapres untuk memenuhi unsur Islam yang selama ini disebut kurang dapat dipenuhi Jokowi. Terlebih, pertemuan tersebut dilangsungkan setelah banyak kader PKB mendeklarasikan Muhaimin sebagai cawapres 2019.

Selang sebulan kemudian, tepatnya 3 Februari 2018, Jokowi mengajak Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy untuk menghadiri haul di Pesantren Salafiyah Safi'iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.

Di momen tersebut, tidak ada pembahasan perihal politik antara Jokowi dengan Romahurmuziy, tapi belum lama ini Jokowi menyebutnya sebagai sosok yang "cocok jadi cawapres" di acara Mata Najwa.

Namun, Adi memprediksi, Jokowi akan mengumumkan nama cawapresnya di saat-saat terakhir pendaftaran capres-cawapres Agustus mendatang. Sebab, kata dia, hal itu akan memberikan efek kejut bagi lawan politiknya.

"Kalaupun benar sekarang sudah dikantongi namanya, tidak mungkin dekat-dekat ini [diumumkan]. Nanti malah digembosi," kata Adi.

Pengumuman di detik akhir, kata Adi, pun tidak akan riskan bagi Jokowi. Sebab, menurutnya, sosok yang akan dipilih sudah memiliki popularitas yang memadai di mata publik. "Kalau melihat inventarisir nama yang beredar mungkin tidak jauh dari itu. Dan mereka semua sudah memiliki popularitas yang cukup," kata Adi.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz