tirto.id - Mahasiswa Universitas Udayana (Unud) berkumpul di Auditorium Widya Sabha untuk menggelar Sidang Akbar Mahasiswa pada Selasa (08/04/2025). Sidang ini digelar sebagai bentuk dialog dengan jajaran rektorat, menanggapi perjanjian kerja sama (PKS) bertajuk "Sinergitas di Bidang Pendidikan, Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi" antara Unud dan Kodam IX/Udayana. Para mahasiswa khawatir bahwa kerja sama dengan militer ini akan berbuntut pada militerisasi kampus.
Berdasarkan pantauan Tirto di lapangan, Selasa (8/4/2025), para mahasiswa sudah berhimpun sejak pukul 14.00 WITA di depan Auditorium Widya Sabha. Mereka menggelar spanduk bertuliskan "pukul mundur TNI ke barak" dan "tolak militerisasi kampus" di sudut-sudut auditorium.
Sebelum memasuki auditorium, para mahasiswa berjalan kaki menuju Gedung Rektorat Unud dengan menyanyikan lagu perjuangan. Disaksikan oleh Rektor Universitas Udayana, I Ketut Sudarsana, dan beberapa satpam kampus, mereka melakukan push up sebanyak 13 kali, sesuai jumlah fakultas yang ada di Unud.
Para mahasiswa baru memasuki Auditorium Widya Sabha pada pukul 14.15 WITA. Satu per satu dari perwakilan fakultas melakukan orasi dan menyampaikan keresahan mengenai PKS ini. Di sela-sela orasi, mereka kompak menyerukan "cabut PKS" dengan mengepalkan tangan ke udara.
Ketua BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmaputra, mengungkapkan ada dua tuntutan yang mereka ajukan pada jajaran pimpinan Unud. Pertama, BEM Unud meminta Rektor untuk membatalkan atau mencabut perjanjian kerja sama kampus dengan Kodam IX/Udayana.
Kedua, mendesak Universitas Udayana untuk menyuarakan pencabutan nota kesepahaman antara Kementerian Pendidikan Tinggi dengan TNI di pusat yang sudah ada sejak tahun 2023. Pihak BEM menilai, nota kesepahaman tersebutlah yang membuka jalan bagi kerja sama antarlembaga pendidikan tinggi dengan TNI.
Mendekati pukul 15.00 WITA, barulah Ketut Sudarsana buka suara. Menurutnya, PKS antara Kampus Unud dan Kodam IX/Udayana yang ditandatangani pada tanggal 5 Maret 2025 tersebut tidak ada hubungannya dengan revisi UU TNI, serta murni upaya memperkuat pendidikan karakter dan bela negara bagi mahasiswa.
Kerja sama tersebut juga dianggap dapat meningkatkan kedisiplinan dan wawasan kebangsaan generasi muda di kampus. Program kerja sama tersebut juga dinilai oleh pihak rektorat bersifat terbuka dan partisipatif.
"Pimpinan Universitas Udayana sangat mengapresiasi dari aspirasi pikiran kritis mahasiswa untuk menguatkan Universitas Udayana ke depannya. Kami berkomitmen menjaga supremasi Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk mencapai visi dan misi institusi kita. Tidak ada pihak eksternal yang mengintervensi institusi kita," ujar I Ketut Sudarsana kepada para mahasiswa, Selasa (08/04/2025).
Sudarsana juga bertanya kepada para mahasiswa tentang klausul mana dalam kerja sama yang perlu ditindaklanjuti dan direvisi. Namun, para mahasiswa secara kompak berteriak dan mendesak rektorat untuk mencabut semua klausul dalam perjanjian kerja sama demi kebebasan akademik.
"Kalau hanya revisi, hanya sebatas formalitas, kami tidak terima," tegas Arma, menimpali perkataan Sudarsana.
Situasi kembali memanas setelah mahasiswa menanggapi pernyataan Sudarsana. Sudarsana mengatakan kepada mahasiswa bahwa terdapat proses yang panjang untuk mencabut perjanjian kerja sama tersebut karena melibatkan dialog antara Kampus Udayana dan Kodam IX/Udayana. Pihak petinggi Kampus Unud menilai, dalam perjanjian kerja sama terdapat syarat-syarat yang mendasari terjadinya perjanjian.
Pihak petinggi Kampus Udayana juga meminta para mahasiswa untuk membuat kajian yang akan disampaikan secara langsung oleh pihak kampus kepada Kodam IX/Udayana.
"Kalau kesediaan saya membicarakan dengan pihak kedua (Kodam IX/Udayana) untuk membatalkan ini (PKS), itu saya bersedia. Tetapi, untuk membatalkan sepihak di hari ini, itu tidak bisa kita lakukan," ucap Sudarsana.
Merespons pernyataan tersebut, para mahasiswa menyatakan siap untuk mendampingi pihak rektorat dalam mengusulkan pembatalan kerja sama kepada Kodam IX/Udayana selama rektorat sebagai pihak pertama bersedia mengusulkan pembatalan tersebut secara langsung.
"Kita minta kesediaan Pak Rektor sebagai pihak pertama untuk meminta, untuk mengusulkan perjanjian kerja sama ini dibatalkan. Pak Rektor siap untuk mengusulkan perjanjian ini dibatalkan, tapi kita tetap kawal ini," tegas Arma.
Pihak Kampus Sepakat Usulkan Pembatalan Kerja Sama dengan Kodam Udayana
Pihak pengelola Universitas Udayana pun menyetujui untuk mengusulkan pembatalan perjanjian kerja sama dengan Kodam IX/Udayana meski diskusi berjalan alot. Bersama dengan wakil-wakil rektor, I Ketut Sudarsana menandatangani satu poin tuntutan yang diajukan oleh BEM Unud.
"Seperti yang sudah kita laksanakan tadi, dialog antara adik-adik mahasiswa, kami pimpinan Universitas Udayana mendengarkan aspirasi dan masukan-masukan dari adik-adik mahasiswa, sehingga kami sepakat untuk mengusulkan kepada Kodam IX/Udayana, kepada mitra kita dalam kerja sama ini, untuk membatalkan kerja sama ini," ucap Ketut Sudarsana kepada wartawan setelah dialog bersama mahasiswa.
Pembatalan tersebut akan disampaikan dalam kurun waktu 7 hari kerja kepada Kodam IX/Udayana. Hal tersebut dikarenakan pihak Kampus Udayana harus menindaklanjuti dan membuat surat perihal pembatalan kerja sama tersebut terlebih dahulu.
Dari penandatanganan poin tuntutan tersebut, pihak BEM Udayana merasa belum puas karena perjanjian belum sepenuhnya dibatalkan. Ketua BEM Udayana, Arma, menegaskan pihaknya akan tetap melakukan pengawalan sampai perjanjian tersebut dibatalkan.
"Bagaimana pun prosesnya, kami sebagai mahasiswa harus tetap dilibatkan, sebagai objek dari perjanjian ini. Untuk sementara, kami dari mahasiswa Universitas Udayana belum puas," kata Arma.
Arma mengatakan, para mahasiswa menilai semua klausul dalam perjanjian kerja sama tersebut berpotensi menjadikan Universitas Udayana sebagai pelaksana, bukan sebagai penerima manfaat. Selain itu, mahasiswa merasa terintimidasi oleh kehadiran militer dalam lingkup kampus.
Wakil Ketua BEM FISIP Unud, Mario Lumba, menceritakan bahwa beberapa anggota berseragam militer sempat datang tanpa diundang ke acara diskusi publik yang digelar BEM FISIP Unud. Anggota-anggota tersebut duduk di kursi yang seharusnya diperuntukkan untuk pembicara.
"Di sini kita merasa, bohong kalau misalnya kita merasa tidak diintimidasi, bohong kalau misalnya kita merasa tidak diintervensi. Itu benar-benar membuat kita dari mahasiswa yang ingin berpikir kritis, yang ingin berdiskusi, merasa terintimidasi," kata Mario.
Pihak BEM akan kembali melakukan gerakan apabila tenggat waktu 7 hari yang disepakati bersama rektorat tidak diindahkan. Tenggat tersebut diberikan mengingat proses pembatalan kerja sama yang memakan waktu.
"Tentu sesuai dengan kesepakatan. Kalau tenggat 7 hari tidak diindahkan, kami akan melakukan gerakan-gerakan selanjutnya," tutup Arma.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Andrian Pratama Taher