tirto.id - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) agaknya belum sepenuh hati menggabungkan diri dalam koalisi partai-partai pendukung Joko Widodo (Jokowi). Di tengah upaya menjadikan sang Ketua Umum Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai cawapres pendamping Jokowi, PKB ternyata juga terus berkomunikasi dengan kelompok oposisi: Gerindra.
“Komunikasi tetap. Sejak sebelum Pilgub Jateng juga komunikasi,” kata Ketua DPP PKB Lukman Edy kepada Tirto, Selasa (29/5).
Lukman tak merinci sudah berapa kali komunikasi politik antara PKB dan Gerindra terjadi. Namun ia mengakui isi komunikasi politik PKB kepada Gerindra sama seperti dengan Jokowi yakni menjadikan Cak Imin sebagai cawapres. “Karena dari awal kami memang mengusung Cak Imin sebagai cawapres,” kata Lukman.
Lukman membantah komunikasi politik antara PKB dengan Gerindra sudah mengarah pada komposisi kabinet jika Pilpres 2019 berhasil mereka menangi. “Belum ada. Informasinya belum sampai ke saya. Nanti coba saya tabayun dulu. Kalau ada hal semacam ini pasti saya yang disuruh bicara,” ujar Lukman.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Daniel Johan menilai wajar komunikasi politik antara Gerindra dengan PKB terkait koalisi di Pilpres 2019. Namun menurut Daniel pembicaraan belum membahas komposisi kabinet. Ia beralasan sampai saat ini PKB masih fokus mengampanyekan Cak Imim sebagai cawapres Jokowi. “Kami masih fokus dengan Join (Jokowi-Imin),” ujar. Ketua Desk Pemilu DPP PKB ini.
Komunikasi politik antara Gerindra dan PKB untuk berkoalisi di Pilpres 2019 disampaikan Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono. Ia mengatakan komunikasi politik Gerindra dengan PKB semakin intensif setelah koalisi keduanya di Pilgub Jawa Tengah yang mendukung pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah.
Tak cuma itu, Ferry juga mengatakan komunikasi politik Gerindra dan PKB bahkan sudah mengarah ke komposisi kabinet apabila kedua partai memenangi Pilpres 2019. “Ya seperti komposisi kabinet tentu kami bicarakan, kalau itu kan sebagai format awal utk koalisi. Jadi opsi tersebut dibicarakan,” kata Ferry, Senin (28/5).
Ferry menambahkan pembahasan capres dan cawapres belum menjadi bahasan PKB dan Gerindra. Sebab menurutnya, hal itu akan dibahas di kemudian hari bersama dengan partai koalisi lainnya setelah format koalisi terbentuk. “Jadi, mengenai [pencalonan] wakil [presiden] saya rasa terlebih dahulu bicara finalisasi koalisi,” katanya.
PKS, sekutu dekat Gerindra di garis koalisi, tidak mempersoalkan komunikasi politik antara Gerindra dengan PKB. Menurut Ketua DPP PKS Bidang Politik Pipin Sopian, membahas atau tidak membahas komposisi kabinet hal itu merupakan hak Gerindra dan PKB. “Wajar saja kok kalau ada pembahasan begitu. Tapi, memang kesepakatan kami kalau ada komunikasi koalisi harus diberitahukan bersama. Yang ini saya belum ada pemberitahuan,” katanya.
Pipin mengatakan elit PKS dan Gerindra juga telah membahas tentang format kabinet mendatang. Namun belum secara spesifik menentukan nama-nama yang akan mengisi kursi kabinet. “Kalau untuk format kabinet bayangan yang ada nama menterinya, itu di tataran kader muda PKS dan Tidar. Itu konsumsi anak muda saja untuk penyemangat diskusi dan kampanye,” kata Pipin.
Sampai saat ini, kata Pipin, juga belum ada kesepakatan capres dan cawapres antara PKS dan Gerindra. Sebab, menurutnya, pembahasan itu akan dilakukan secara musyawarah. “Jadi posisi kami setara. Akan sama-sama menentukan siapa capres dan cawapresnya,” kata Pipin.
Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno tak mempersoalkan andaikata benar terdapat pembahasan format kabinet antara PKB dan Gerindra. Menurutnya, manuver semacam itu sah saja dilakukan partai politik menjelang Pilpres 2019.
“Biasa. Politik tanpa manuver seperti sayur tanpa garam. Dan, manuver-manuver tersebut diberitakan terus oleh media, sehingga semua seperti diajak untuk menari," kata Hendrawan kepada Tirto.
Hendrawan memandang hingga sekarang belum ada koalisi permanen baik di kubu pemerintah maupun oposisi. Kepastian tentang koalisi menurutnya baru akan terjadi setelah ada rekomendasi tertulis dari partai ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Semua sedang saling memberi isyarat dan mengajukan syarat. Dan politik dua kaki, berteman dengan sebanyak kawan, dianggap pas. Supaya manuver masih bisa dilakukan," kata Hendrawan.
Nahdiyin Jadi Kekuatan Manuver PKB
Peneliti CSIS Arya Fernandez menilai keleluasaan Cak Imin dan PKB bermanuver untuk Pilpres 2019 tak lepas dari basis massa warga Nahdlatul Ulama (NU) atau nahdiyin yang besar. Terutama di wilayah Jawa Timur. “Partai-partai lain tentu mempertimbangkan suara nahdiyin. Bagaimanapun Jawa Timur adalah salah satu provinsi dengan penduduk terbanyak dan mayoritas orang NU,” kata Arya kepada Tirto.
Penilaian Arya ini sebanding lurus dengan klaim yang pernah diontarkan Cak Imin pada 11 Mei 2018. Saat itu ia mengatakan sejumlah ulama NU akan membatalkan dukungan untuk Jokowi di Pilpres 2019 jika dirinya tidak dipilih jadi cawapres. Ia juga mengklaim, baik Jokowi maupun Prabowo bisa menang kalau dirinya menjadi cawapres, lantaran dapat tambahan suara nahdliyyin.
Selain faktor nahdiyin, kata Arya, hal ini tidak lepas dari cara komunikasi politik ala Cak Imin yang menurutnya bisa merangkul semua pihak. Hal ini, kata dia, terlihat dari sejumlah pertemuannya dengan ketua-ketua partai politik, baik dari oposisi, maupun dari koalisi pemerintahan.
"Dia bisa bertemu Zulhas (Zulkifli Hasan), OSO (Osman Sapta Odang), juga dekat dengan Jokowi dan elite Gerindra," kata Arya.
Akan tetapi, Arya menilai komunikasi ala Cak Imin dan PKB juga mempunyai celah kerugian. Menurutnya, partai-partai politik bisa menganggap PKB tidak pernah serius menjalin koalisi dan dipandang sebagai kutu loncat koalisi. "Itu sangat mungkin membuat PKB ditinggal dan malah tidak dapat apa-apa," kata Arya.
Lebih lanjut, Arya menyatakan langkah Cak Imin juga akan semakin berat untuk jadi cawapres jika tetap bermanuver seperti saat ini. Sebab, kata dia, saat ini Cak Imin dan PKB bukan hanya menjalankan manuver dua kaki, tapi tiga kaki dengan Demokrat yang berhasrat membentuk poros ketiga.
"Hasilnya sekarang fifty-fifty semua untuk jadi cawapres. Seperti Cak Imin hanya dimanfaatkan [oleh tokoh partai lain] secara simbolik buat gaet suara NU menjelang pilpres," kata Arya.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Muhammad Akbar Wijaya