Menuju konten utama

Jokowi di Tengah Kiai NU, Mahfud MD, dan Muhaimin Iskandar

Sejumlah kiai NU menolak Mahfud MD jadi calon wakil presiden untuk Joko Widodo. Mereka menyodorkan nama Muhaimin Iskandar.

Jokowi di Tengah Kiai NU, Mahfud MD, dan Muhaimin Iskandar
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan ketika menutup Muktamar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/8/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Nama Mahfud MD sempat masuk dalam bursa calon wakil presiden untuk Joko Widodo, tapi kini terancam gagal. Sejumlah kiai Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan menolak Mahfud. Sebaliknya, mereka mendukung Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai cawapres mantan Wali Kota Solo tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Robikin Emhas mengatakan dukungan kepada Imin telah mereka sampaikan langsung kepada Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siraj, Sabtu (4/8/2018) kemarin.

Robikin adalah salah satu individu yang menilai Imin lebih pas untuk menjadi cawapres Jokowi ketimbang Mahfud. Menurutnya, Imin sudah jelas menjadi kader NU dan pernah berjuang secara struktur di kepengurusan badan otonom NU, yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai ketua umum.

"Pak Mahfud memang NU, tapi secara kultural saja. Dia bukan kader NU. Tidak pernah mengikuti kaderisasi di NU," kata Robikin kepada Tirto, Senin (6/8/2018).

Meski begitu, Robikin mengaku apa yang ia dan para kiai katakan sebatas pendapat pribadi, bukan keputusan atau pandangan resmi organisasi. NU bukan partai politik yang bisa memberikan dukungan secara bulat kepada politikus tertentu.

"Tapi kalau disuruh berpendapat di antara mereka [Imin dan Mahfud] ya saya pilih yang kader. Yang pernah berjuang dan berkontribusi untuk NU," tambah Robikin.

Namun, sikap keras para kiai NU ini tidak berbanding lurus dengan sikap elit PKB. Wasekjen PKB Jazilul Fawaid memilih tidak berkomentar perihal peluang Mahfud menggusur Imin dari posisi bakal cawapres.

"Pokoknya kami tetap manut kiai. Selama para kiai masih bilang begitu [dukung Imin], maka itu yang kami perjuangkan," kata Jazailul kepada Tirto.

Anggota Komisi III ini menyatakan sikap tersebut diambil lantaran partainya lahir dari "rahim" NU dan wajib mematuhi arahan kiai-kiai di dalamnya. Ia pun menyatakan partainya belum memikirkan langkah terburuk jika Imin tak dipinang Jokowi sebagai cawapres.

"Kami tidak dalam posisi berandai-andai dan kalau-kalau [Imin tak dipilih Jokowi]. Kami yakin Pak Muhaimin jadi cawapres Jokowi," kata Jazilul.

Arah Imin dan PKB tetap mendukung Jokowi juga terlihat dari pernyataan Wasekjen PKB, Daniel Johan. Ia menyatakan, partainya akan turut serta dalam pertemuan para sekjen partai pendukung Jokowi nanti malam (6/8/2018), di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat.

"Hadir, dong, Pak Sekjen [PKB] nanti," kata Daniel kepada Tirto.

Jokowi Harus Mengajak Imin, Mahfud dan Kiai NU Duduk Bersama

Direktur Alvara Research Centre Hasanudin Ali menilai sikap para kiai NU adalah hal yang wajar dalam tubuh PBNU. Kader pada organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut, menurutnya, memang cukup dinamis, terutama sejak keputusan Muktamar Situbondo tahun 1984 yang mengembalikan organisasi NU ke khittah-nya sebagai organisasi keagamaan.

"Kalaupun benar kiai NU itu tidak mendukung Jokowi jika Imin tidak terpilih, pasti masih ada kiai NU lainnya yang mendukungnya. Sikap kiai dan kader NU memang cenderung independen," kata Hasanudin kepada Tirto.

Pernyataan Hasanudin keluar setelah beberapa waktu yang lalu tersiar kabar kalau Mustasyar PBNU K.H. Najib Abdul Qodir bakal menarik dukungan dari Jokowi jika Imin tak dijadikan cawapres.

Menurut Hasanudin, agar tak berlarut-larut, lebih baik Jokowi menemui kiai-kiai NU tersebut berikut Imin dan Mahfud untuk mendiskusikan perbedaan sikap ini. Dukungan bagi bekas Gubernur DKI Jakarta tersebut akan lebih utuh jika mampu menyatukan seluruh elemen di NU.

"Kalau dilihat kecenderungannya memang para kiai itu sedang mendorong agar NU menyatu," kata Hasanudin.

Lagipula, menurut Hasanudin, NU sebenarnya organisasi yang mudah didekati asalkan Jokowi mau mengajak bicara para pemangku kepentingannya.

"Ketimbang kehilangan satu kaki suara NU. Bagaimanapun Pak Jokowi butuh NU untuk menghadapi populisme Islam," kata Hasanudin.

Hasanudin menilai Mahfud, Imin, bahkan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia sekaligus Rais 'Aam PBNU Ma'ruf Amin memiliki kelebihan dan kekurangan.

Infografik Ci ELektabilitas 5 Cawapres Jokowi

Mahfud, menurut Hasanudin, akan memudahkan Jokowi menggaet suara kaum Islam urban yang selama ini lebih condong mendukung Prabowo Subianto. Namun, sosoknya belum tentu diterima semua elemen NU tradisional karena tak pernah berada di kepengurusan organisasi itu di semua tingkatan.

Imin, menurutnya, akan memudahkan Jokowi dalam menggaet suara akar rumput karena punya akses yang luas. Namun, ia berpotensi besar ditolak partai politik koalisi karena berposisi sebagai ketua umum.

Sementara itu, Ma’ruf Amin dinilainya terlalu tua sekaligus terlalu tinggi jabatannya untuk menjadi cawapres Jokowi. Masyarakat NU, menurut Hasanudin, menganggap jabatan Rais 'Am lebih tinggi dari presiden. Jabatan Ma'maruf sebelumnya disandang setingkat ketua pelaksana harian (tanfidziyah) PBNU seperti Abdurrahman Wahid.

"Posisinya memang sangat dilematis bagi Jokowi," kata Hasanudin.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino