Menuju konten utama

Jelang Pemilu 2024, NU Melarang Segala Bentuk Politik Identitas

Gus Yahya sebut pendekatan tanpa memandang politik identitas itu menjadi cara NU dalam menyelesaikan masalah.

Jelang Pemilu 2024, NU Melarang Segala Bentuk Politik Identitas
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026 Yahya Cholil Staquf memberikan sambutan saat penutupan Muktamar NU ke-34 di UIN Raden Intan, Lampung, Jumat (24/12/2021). Pada Muktamar NU ke-34 itu terpilih Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU dan Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam PBNU. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

tirto.id - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak keras segala bentuk politik identitas. Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, NU sendiri dilarang untuk menjadi firqoh atau kelompok identitas. Dalam Islam, kata Gus Yahya, Firqoh Gus merupakan perkara yang diharamkan dalam Alquran.

“Kami menolak politik identitas apa pun. Apakah itu identitas etnik, ataupun identitas agama. Termasuk identitas. Tidak boleh ada politik identitas. Kami menolak itu,” kata Gus Yahya dalam Launching Press Conference Religion Forum (R20) International Summit of Religious Leaders di The Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Pendekatan tanpa memandang politik identitas itu menjadi cara NU dalam menyelesaikan masalah, kata Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang tersebut.

Gus Yahya mengatakan, dirinya sudah berkali-kali mengingatkan muslim lainnya agar tidak menciptakan permusuhan dengan kelompok muslim manapun. Termasuk pada wahabi-wahabi maupun kelompok yang dianggap radikal.

“Ya sama Yahudi saja saya santai, bisa engage (melakukan kontak), ya kok sama sesama muslim tidak bisa," kata dia.

Menurut Gus Yahya, yang terpenting selama mereka bersedia hidup berdampingan dan bisa menerima platform negara yang kita hidupi bersama.

“Terkait kelompok-kelompok radikal kita tidak mau engage mereka dengan perspektif permusuhan. Tidak. Ini cara untuk bisa hidup berdampingan dengan damai," kata dia.

Menurut dia, pendekatan radikalisme sebagai identitas dan menghadapi mereka sebagai permusuhan pada akhirnya hanya melahirkan masalah baru. Sementara masalah awal pun tidak juga ditemukan solusinya.

“Kalau kita lihat ada masalah dan mau mencari jalan keluar dari masalah, ya, kita harus bicara dengan pihak-pihak yang terlibat dengan masalah itu. Untuk mencari jalan keluar," tutur Gus Yahya.

Pendekatan permusuhan, kata Gus Yahya, sudah seharus ditinggalkan. Kemudian, kata dia, cara pendekatan tanpa memandang politik identitas itu pula menjadi cara NU dalam menyelesaikan masalah.

“Ini adalah positioning NU yang kita teguhkan ke depan. Kita tidak mau memperparah keadaan, kita mau mencari solusi,” kata dia.

Baca juga artikel terkait POLITIK IDENTITAS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz