tirto.id - “Saya bahkan tidak memiliki payudara," kata seorang gadis yang namanya disamarkan menjadi V01.
Ia mengatakan kepada penyidik PBB bahwa dalam rentang usia 12-15 tahun telah melakukan hubungan seks dengan hampir 50 pasukan penjaga perdamaian, bahkan seorang komandan pernah memberinya upah 75 sen. Lain cerita dengan V09, laki-laki yang berusia 15 tahun ini mengaku selama tiga tahun telah melakukan hubungan seks dengan lebih dari 100 pasukan penjaga perdamaian dari Sri Lanka.
Pengakuan yang amat memprihatinkan itu datang dari anak-anak di Haiti. Negara produsen gula ini meliputi bagian barat Pulau Hispaniola dan beberapa pulau kecil lainnya di Laut Karibia. Sejak kudeta 2004 yang menggulingkan Presiden Jean-Bertrande Aristide, stabilitas keamanan negeri di wilayah Karibia ini menjadi tak menentu. Pasukan penjaga perdamaian PBB diterjunkan dengan nama kode misi MINUSTAH, dimaksudkan untuk menjaga semuanya agar kondusif.
- Baca juga: Mereka yang Menggenggam PBB
Orang-orang Sri Lanka, yang berjumlah sekitar 900 tentara, mendarat di negara yang secara historis tidak stabil dalam cengkeraman kekerasan dan penculikan yang tersebar, ditambah pemerintahan yang tak mampu menghadapi kekacauan tersebut. Para anak-anak Haiti yang terlantar ini telah mencoba meraih kehidupannya sendiri di tengah reruntuhan dan hilangnya keluarga. Mereka memohon makanan dari bantuan dunia yang mengalir ke tanahnya.
Hingga sampai tibanya pasukan penjaga perdamaian milik PBB mendatangi mereka. Orang-orang yang datang ke tempat mereka berbicara dalam bahasa yang tidak mereka mengerti. Menawari anak-anak Haiti kue dan makanan ringan lainnya. Bahkan terkadang mereka memberi beberapa lembar dolar. Namun, ini harus ditebus mahal oleh anak-anak Haiti. Pengalaman yang menimpa V09 maupun V01 adalah segelintir dari banyaknya korban pelanggaran pasukan penjaga perdamaian PBB yang diteliti oleh Associated Press (AP). Sayangnya keadilan yang memihak mereka jarang terjadi.
Dalam laporan yang sama dari internal PBB, sedikitnya 134 pasukan penjaga perdamaian asal Sri Lanka mengeksploitasi sembilan anak Haiti dalam sebuah lingkaran seks dari 2004 sampai 2007. Setelah laporan itu, 114 pasukan penjaga perdamaian dipulangkan ke rumah seperti dilansir dari The Stars. Namun, lagi-lagi sayangnya tidak ada yang pernah dipenjara.
Investigasi AP terhadap misi perdamaian milik PBB selama 12 tahun terakhir telah menemukan 2.000 tuduhan pelecehan seksual disertai eksploitasi oleh pasukan penjaga perdamaian dan personel lainnya di seluruh dunia. Lebih dari 300 tuduhan melibatkan para anak-anak. Namun sekali lagi hanya sebagian kecil dari pelaku yang diduga menjalani hukuman penjara. AP telah mewawancarai korban, mantan pejabat maupun penyelidik PBB.
Mereka juga bergerak mencari jawaban di 23 negara mengenai jumlah para pasukan penjaga perdamaian yang menghadapi tuduhan tersebut. Respons PBB telah memiliki kebijakan tanpa toleransi bagi tindakan eksploitasi dan pelecehan seksual sejak 2003 saat Sekjen PBB dijabat oleh Kofi Annan. Namun seperti dilansir Aljazeera, para korban selamat, aktivis, pengacara dan organisasi HAM bersikap skeptis dengan kenyataan di lapangan yang terus berlanjut tanpa proses hukum yang jelas bagi para pelaku.
Akar kekerasan berupa sikap predator seksual dari para pasukan penjaga perdamaian telah muncul sejak awal pembentukannya. Menurut Fiona Tate, kandidat PhD yang belajar hukum di Queen Mary University of London, ketika PBB pertama kali menggelar pasukan penjaga perdamaian pada 1948, mereka tidak menyertakan pertimbangan hak perempuan dan anak-anak di lingkungan yang dimiliterisasi tempat para penjaga perdamaian akan beroperasi. Sejak itu, diperkirakan tindakan pelecehan dan eksploitasi seksual telah mulai terjadi dengan minimnya catatan yang menampung aduan para korban. Baru di awal 1990-an, kejahatan ini mulai mendapat perhatian internasional.
- Baca juga: Kisah-kisah Korban Perkosaan
Misalnya kasus di Republik Demokratik Kongo, Mozambik, Eritrea dan Somalia, juga tentang prostitusi dan perdagangan manusia di Bosnia dan Liberia. Di Sierra Leone, penyalahgunaan anak di bawah umur terjadi. Laporan dari Mozambik yang dirilis pada Agustus 1996, salah satu yang pertama munculnya isu eksploitasi seksual terhadap anak-anak oleh pasukan penjaga perdamaian serta menyerukan diakhirinya impunitas bagi para pelaku.
- Baca juga: Bahaya Laten Impunitas
Informasi resmi dari PBB soal laporan pelecehan seksual pada 2001 menemukan bahwa pekerja bantuan dan penjaga perdamaian PBB telah melakukan pelecehan seksual terhadap pengungsi di Guinea, Liberia dan Sierra Leone. Saat ini, ada 12.870 pasukan penjaga perdamaian di Republik Afirka Tengah. Rilis PBB menyebutkan, sejak 2015 telah terjadi 83 tuduhan eksploitasi seksual dan pelecehan di negara itu, dan menyeret sekitar 177 pasukan penjaga perdamaian PBB dengan 255 korban selamat.
Hingga saat ini, hanya lima terdakwa yang telah dijebloskan ke penjara. Beatrice Lindstrom, seorang pengacara dari Institute for Justice and Democracy in Haiti (IJDH), yang pernah menurunkan laporan berjudul Criminalizing Sexual Exploitation and Abuse by Peacekeepers pada 2013 lalu menggambarkan sistem investigasi PBB sebagai sangat buram.
"Ketika menyangkut PBB, keadilan sangat jarang terjadi," tambahnya. "Reaksi PBB selalu ditutupi untuk menangani masalah internal mereka, membuat masalah tampak hilang tak terusut dengan tuntas” Pasukan Penjaga Perdamaian sendiri adalah peran yang diselenggarakan oleh Departemen Operasi Pemelihara Perdamaian PBB. Para pasukan baret biru ini memantau dan mengamati proses perdamaian di daerah-daerah pasca konflik dan juga membantu mantan gerilyawan dalam melaksanakan kesepakatan perdamaian.
Selain tentara, mereka juga dapat mencakup para petugas polisi hingga personel sipil yang dikirimkan oleh berbagai negara termasuk Indonesia. Data dari PBB saat ini jumlah negara yang mengirimkan aparat keamanannya ke dalam misi ini berjumlah 127 negara.
Biaya operasi penjagaan perdamaian tak sedikit, anggaran yang disetujui untuk operasi Perdamaian PBB untuk tahun fiskal 1 Juli 2016 sampai 30 Juni 2017 adalah sebesar 7,87 miliar dolar. Kemudian jumlahnya menurun pada periode 1 Juli 2017 sampai 30 Juni 2018 yang hanya 6,8 miliar dolar.
Dana yang besar tersebut sangat ironis bila di lapangan persoalan para penjaga perdamaian malah membuat ketidakdamaian bagi para perempuan dan anak-anak di wilayah konflik. Gagasan meningkatkan jumlah para penjaga perdamaian perempuan layak dipertimbangkan.
- Baca juga: Mendorong Srikandi Menjaga Perdamaian Dunia
Penulis: Tony Firman
Editor: Suhendra