Menuju konten utama

Jejak Berdarah Agen Pyongyang di Luar Negeri

Agen rahasia Pyongyang terlibat dalam banyak kasus pembunuhan, penculikan, hingga teror bom di luar negeri. Targetnya mulai dari elite politik Korea Selatan hingga warga biasa. Tiap menjalankan misi, mereka harus berhasil atau lebih baik mati.

Jejak Berdarah Agen Pyongyang di Luar Negeri
Tentara Korea Utara mengawasi pinggir sungai Yalu, dekat kota Sinuiju Korea Utara, seberang Dandong di provinsi Liaoning Tiongkok, Sabtu (10/9). ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter/File Photo.

tirto.id - Aula keberangkatan bandara Kuala Lumpur pada Senin, 13 Februari 2017 sekitar pukul 08.20 sedang ramai penumpang. Dua orang perempuan bergerak ke arah Kim Jong-nam yang sedang menunggu pesawat. Beberapa langkah dari kafe Starbucks dan gerai makanan Malaysia Puffy Buffy, salah satunya berdiri di depan korban untuk mengalihkan perhatian kakak tiri dari pemimpin Korea Utara itu.

Seorang komplotannya kemudian mendekat dari belakang, menarik kain yang telah dibasahi racun dari tas tangan biru, dan menerpakan kain itu ke wajah Jong-un. Manuver ini cukup untuk melumpuhkan ke Kim Jong-nam. Demikian disampaikan sumber senior dari pemerintah Malaysia dan aparat kepolisian Malaysia Fadzil Ahmat, yang keduanya berbicara kepada kantor berita Reuters.

Setelah serangan itu, Kim Jong-nam mendekati meja bantuan dan menjelaskan bahwa seseorang tampaknya menyambar atau memegang wajahnya dan sekarang dia merasa pusing. Dia kemudian dibawa ke Menara Medical Clinic, yang berada satu lantai di bawah area kedatangan di bandara.

"Dia meninggal dunia di ambulans dalam perjalanan menuju Putrajaya Hospital," kata Ahmat. Sementara Jong-nam diselamatkan, warta media menyebut kedua perempuan itu bergegas meninggalkan bandara menggunakan taksi.

Plot pembunuhan ini rapi dan segera dicurigai sebagai aksi yang didalangi oleh agen rahasia Pyongyang, Korea Utara, sebagai bagian dari menyingkirkan ancaman negara. Kim Jong-nam adalah eksil yang membelot akibat membeberkan cerita internal keluarga Kim dan gemar mengkritik kediktatoran Kim Jong-un, terutama saat diwawancarai para jurnalis. Ia dulu digadang-gadang akan menggantikan ayahnya, Kim Jong-il, namun batal karena ia terlalu playboy dan gemar melancong ke luar negeri.

Jika benar Kim Jong-nam terbunuh oleh aksi intelijen Korea, maka ini bukanlah yang pertama kali. Mencabut nyawa para pengkhianat negara, meski ia berada di luar negeri, adalah kebijakan yang kerap dilancarkan atas nama keamanan negara. Lewat tangan dingin para agen rahasia yang siap mati demi negara, korban yang jatuh sejak era 1960-an silam merentang dari para pembelot sekaligus anggota keluarga Kim hingga para elite politik Korsel.

Benci Korsel Hingga ke Urat Nadi

Park Chung-hee adalah presiden Korsel yang berkuasa sejak 24 Mei 1962 hingga 26 Oktober 1979. Di masa yang sama, Korut sedang dipimpin oleh Kim Il-sung. Setidaknya dua kali Il-sung pernah mengirim agen rahasianya untuk menghabisi nyawa Chung-hee. Untung, kedua upaya itu gagal.

Percobaan pertama terjadi pada tahun 1968. Sebanyak 31 agen rahasia Pyongyang ditugaskan untuk membunuh Presiden Korea Selatan Park Chung-hee di kediamannya yang dikenal dengan nama Blue House. Media menamainya sebagai Serangan Blue House.

Awalnya, ke-31 agen Pyongyang itu bersembunyi di area pegunungan dekat Blue House. Sayang, keberadaan mereka ketahuan oleh sejumlah warga sipil yang kebetulan sedang berada di area yang sama. Warga sipil itu kemudian ditangkap. Namun, alih-alih dibunuh, mereka justru dikuliahi oleh agen Pyongyang tentang komunisme. Setelahnya, mereka dibebaskan begitu saja dengan syarat untuk tidak memberi tahu siapapun tentang keberadaan ke-31 agen Pyongyang.

Ini tentu saja langkah blunder. Warga sipil itu kemudian melaporkannya ke polisi dan petugas keamanan lokal. Bersama pihak militer, mereka memburu ke-31 agen Pyongyang. Namun, para agen juga pintar. Dengan kemampuan kamuflase yang baik, mereka memasuki area Blue House dengan mengenakan seragam tentara Korsel dan ikut berbaris memasuki area kediaman lebih dalam. Mereka benar-benar bisa membaur dengan tentara Korsel yang sedang ditugaskan untuk memburu mereka sendiri.

Sayang, kamuflase hanya efektif hingga jarak 100 meter dari kediaman sang presiden. Tentara Korsel yang curiga menginterogasi sejumlah agen Pyongyang. Situasi tiba-tiba berubah mencekam dengan dimulainya aksi saling tembak-menembak.

Ada beberapa agen yang berhasil meloloskan diri, tapi sebagian besar diantaranya berakhir dengan dua nasib: terbunuh atau bunuh diri saat mencoba kembali ke daerah Utara. Presiden Park Chong-hee selamat, tapi tembak-menembak itu menewaskan 90 personel keamanan Korsel, termasuk warga sipil di sebuah bus. Ada sisa 2 pelaku yang hidup berhasil ditangkap.

Percobaan pembunuhan kedua terjadi pada 1974. Pelakunya adalah Mun Se-gwang, warga Jepang pendukung Pyongyang yang melakukan penembakan dengan revolver. Presiden selamat, tapi istrinya Yuk Yung-soo tidak. Sang istri saat itu berdiri tak jauh dari Chong-hee dan terkena peluru yang ditembakkan Se-gwang. Se-gwang kemudian ditangkap dan dieksekusi mati di tahun yang sama.

Salah satu pembunuhan yang berhasil memakan korban di Korsel dan melibatkan anggota keluarga Kim yang membelot terjadi pada 1997. Korbannya adalah Yi Han-yong, keponakan ibu Kim Jong-nam, Sung Hye-rim. Ia ditembak mati di luar rumahnya di Seoul. Diduga, pelaku adalah agen rahasia Korut sebab Han-yong membelot sejak tahun 1982 dan mempublikasikan buku tentang kehidupan pribadi Jong-nam.

Ada juga usaha pembunuhan atas pembelot dari keluarga Kim yang gagal, misalnya yang terjadi pada 7 tahun lalu. Dua agen Korut yang berpura-pura menjadi pembelot ditangkap karena merencanakan pembunuhan Hwang Jang-yop, mantan sekretaris Partai Pekerja Korut yang sedang mencari suaka di Korsel. Rencana gagal, namun Jang-yop, yang pernah dibimbing langsung oleh Kim Jong-il tapi membelot di tahun 1997, meninggal enam bulan kemudian di usia 87.

Infografik Jejak Berdarah Agen Korut

Eksekusi Bisa di Mana Saja

Teror mengerikan dari para agen rahasia Pyongyang tak hanya terjadi di Korsel. Di manapun ada politikus Korsel, di situlah ada kemungkinan mereka dihabisi. Contohnya terjadi pada tahun 1983 yang bertajuk Myanmar Berdarah. Kala itu, agen Pyongyang membunuh 21 orang termasuk empat menteri kabinet dalam serangan bom di Yangoon. Target utama, Presiden Korsel Chun Doo-hwan, tak terbunuh karena bom meledak terlalu cepat. Tiga pelaku kabur, satu terbunuh, dan dua lainnya tertangkap.

Contoh lainnya terjadi pada tahun 1996 dan dikenal dengan nama Tragedi Vladivostok. Kala itu diplomat Korsel Choi Duk-ken dipukul sampai mati di Vladivostok. Aksi ini, menurut media Korsel, adalah aksi balas dendam atas kematian 25 awak kapal selam Korut yang tenggelam saat memasuki perairan Korsel.

Di antara sekian banyak kasus, tragedi meledaknya pesawat Korsel pada 1987 adalah yang paling banyak memakan korban. Pesawat itu sedang dalam perjalanan dari Baghdad ke Seoul dan meledak di atas Laut Andaman. Total ada 115 penumpang pesawat yang meninggal.

Kedua pelaku pemboman dilacak oleh otoritas berwenang hingga ke Bahrain. Di sana, salah seorang agen rahasia Korut berjenis kelamin laki-laki memilih bunuh diri dengan menelan kapsul sianida yang disembunyikan dalam sebatang rokok saat akan dibawa ke rumah tahanan. Sedangkan agen lain, Kim Hyo-hee, tertangkap saat sedang menuju Korsel. Ia mengaku bahwa serangan teror itu sebenarnya ditujukan untuk Olimpiade Musim Panas Seoul 1988.

Pembunuhan warga tak bersalah oleh agen Pyongyang kadang terjadi akibat aksi penculikan. Kasusnya marak terjadi di era 1970-1980an. Korut mengaku pernah menculik sejumlah warga Jepang dalam rentang waktu tersebut untuk melatih agen-agen rahasianya tentang kebudayaan dan bahasa Jepang.

Beberapa korban diculik saat sedang berada di area perairan Jepang dan lainnya di luar negeri. Korban paling muda adalah seorang gadis berusia 1 tahun yang diculik saat sedang perjalanan pulang dari sekolahnya di tahun 1977.

Pyongyang telah mengembalikan lima dari seluruh korban dan delapan lainnya diklaim telah meninggal. Jepang tak percaya bahwa para korban itu telah meninggal, dan menuduh agen Pyongyang menculik lebih dari yang selama ini tercatat oleh media maupun pemerintah.

Baca juga artikel terkait PEMBUNUHAN KIM JONG NAM atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Politik
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani