tirto.id - Sehari jelang perayaan Valentine adalah momen paling tragis bagi Kim Jong-nam. Pada Minggu (13/2/2017), kakak tiri dari pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un itu meninggal sebelum sempat menaiki pesawat di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA), Malaysia. Otoritas setempat mengonfirmasi bahwa ia diduga dibunuh oleh agen rahasia Korut dengan memakai racun.
Investigasi terkait kematiannya masih berlanjut, dan bagaimana nasib mayat Kim Jong-nam juga masih diproses. Jika dugaan keterlibatan agen rahasia Korut benar adanya, kasus ini menunjukkan secara gamblang betapa sadisnya manuver pemerintah Korut, khususnya Kim Jong-un, untuk kebijakan eksekusi mati.
Kim Jong-nam, yang berusia 45 tahun kala menghembuskan nyawa terakhirnya, adalah sosok paling penting untuk reformasi Korea Utara saat ini. Kematiannya turut mengubur harapan atas masyarakat Korut yang lebih demokratis.
Pembunuhan berencana terhadap Kom Jong-nam adalah upaya untuk menjaga kediktatoran negara komunis yang telah bertahan selama tujuh dekade itu. Spekulasi ini muncul oleh fakta sederhana yang telah diketahui banyak orang: sesungguhnya Kim Jong-nam lah yang akan mewarisi tahta Kim Jong-il.
Mengapa akhirnya pucuk kekuasaan justru jatuh ke King Jong-un?
Anak Tiri yang Tertinggal
Kim Jong-nam dilahirkan pada tanggal 10 Mei 1971. Ibunya adalah Song Hye Rim, perempuan yang dikenal terobsesi oleh dunia film dan aktris utama di North Korea Film Studio. Menurut website North Korea Leadership Watch, ia dulu memutuskan bercerai dengan suami lamanya agar bisa bersanding dengan sang pemimpin tertinggi Kim Jong-il. Pernikahan kedua Kim Jong-il ini berlangsung secara rahasia.
Dalam catatan The Washington Post, Kim Jong-nam kecil menghabiskan masa kecilnya bersama saudara Song Hye Rim di Pyongyang. Namun, di usia delapan tahun ia dibawa ke Moscow, Rusia. Kim Jong-nam menghabiskan era 1980-an untuk bolak-balik dari satu sekolah internasional ke yang lain. Sepanjang perkenalannya dengan bangku sekolah, Jong-nam belajar bahasa Perancis dan Jerman. Ia juga mampu menjawab pertanyaan wartawan yang ia temui di jalanan memakai bahasa Inggris yang baik.
Jong-nam kembali ke Pyongyang pada 1988 saat ia hampir menginjak usia 18 tahun, dan langsung ditempatkan sebagai salah satu kader di Kementerian Keamanan Rakyat, demikian dikutip dari North Korea Leadership Watch. Ia kemudian menjalin hubungan yang dekat dengan bibinya, Kim Kyong-hui, dan suaminya, Jang Sung-taek. Kim Kyong-hui adalah saudara perempuan Kim Jong-il.
Sejak awal, hubungan kedua orang tua Kim Jong-nam dirahasiakan dari publik. Alasannya karena Hye Rim tak direstui oleh Kim Il Sung, sang pendiri Republik Demokrasi Rakyat Korea. Akibatnya, eksistensi Jong-nam juga ditutup rapat-rapat. Bibi lain Jong-nam sekaligus pengasuhnya, Song Hye Rang, pernah membelot pada akhir 1990-an dan menulis sebuah riwayat hidup singkat yang berjudul “The Wisteria house”.
“Kata-kata tak bisa menggambarkan betapa cintanya Jong-il kepada anaknya (Jong-nam). Sang pangeran muda (Jong-il) menggendong anaknya yang resah di punggungnya hingga anaknya tertidur, dan bergumam pada sang bayi sebagaimana seorang ibu menenangkan anaknya yang menangis,” tulis Hye Rang sesaat setelah kelahiran Jong-nam.
Namun, kebersamaan keduanya berakhir saat Jong-nam dibawa untuk bersekolah di Moskow dan Jenewa. Di sana, ia menghabiskan sebagian besar waktunya bersama Song Hye Rang dan sepupunya. Ia menceritakan kesepian yang melanda Jong-nam saat harus pulang ke Pyongyang akibat dianggap sudah dewasa. Mereka juga tak diperbolehkan ke luar Pyongyang. Sesekali saja Jong-nam dibolehkan pergi berlibur ke wiswa milik keluarga di dekat pantai.
Sayang, kesepian Jong-nam makin hari makin menumpuk dan ia mulai mencurigai bahwa ia sedang ditelantarkan oleh ayahnya sendiri. Hye Tang menyebutkan bahwa Kim Jong-il memulai hidup baru bersama perempuan lain dan memiliki lebih banyak anak. Cinta Jong-il pada Jong-nam memudar seiring berjalannya waktu sebab Jong-il mencurahkan lebih banyak perhatian pada anak-anak barunya.
Sang Playboy yang Gemar Melancong
Selama menjalani pendidikan di sebuah universitas di Swiss, Kim Jong-nam muda pernah mengatakan jika dirinya terrtarik dengan bidang teknologi. Tahun 1998, usai kepulangannya ke Pyongyang, ia ditunjuk sebagai kader di Komite Komputer negara dan bertanggung jawab untuk segala inisiatif di bidang teknologi informasi. Ia pun diberi akses untuk fasilitas “intranet” negara, sebuah sistem komputer yang dipakai otoritas lokal dan siswa sekolah tapi tak terhubung ke dunia luar.
Kim Jong-nam sesungguhnya anak muda yang bengal dan berani membelot apa kata ayahnya. Ia termasuk orang yang sangat sering berpergian ke luar negeri, meski Korea memiliki kebijakan ketat untuk mempertahankan warganya di dalam teritori negara. Dalam beberapa kesempatan, aktivitasnya ini menimbulkan masalah dan membuat ayahnya marah besar.
Salah satunya adalah kasus tertangkapnya Jong-nam oleh otoritas Jepang di Bandara Internasional Narita pada Mei 2001. Jong-nam bisa keluar Korut lewat pemalsuan paspor, di mana ia menuliskan identitasnya sebagai warga Republik Dominika bernama Pang Xiong, yang dalam bahasa Mandarim berarti “beruang gemuk”. Setelah dideportasi ke Cina, ia mengaku kepada otoritas setempat jika ia sedang dalam perjalanan ke Tokyo Disneyland.
Sudah barang tentu Kim Jong-nam dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Jong-nam adalah calon pewaris tahta Korea Utara dan segala yang dilakukannya merepresentasikan wibawa negara. Menjadi ceroboh dan bertindak ilegal di negara orang, tak ada dalam kamus Kim Jong-il. Saking malunya, Jong-il sampai harus membatalkan jadwal kunjungannya ke Cina.
Jong-nam sesungguhnya telah terbiasa hidup sebagai eksil di luar Korut. Setelah insiden tersebut, ia memutuskan untuk tinggal di Makau bersama istri dan anaknya. Sebagaimana tindak tanduk bercita rasa playboy yang dilakukan ayahnya dulu, Jong-nam dilaporkan setidaknya memiliki enam anak hasil dari hubungan gelapnya dengan sejumlah perempuan. Satu-satunya istri sah yang tampil di publik adalah Shin Jong-hui. Sementara anak yang diketahui publik hanya satu orang bernama Kim Han-sol.
Jong-nam juga dikabarkan memiliki tempat tinggal (dan hubungan keluarga tak resmi) lain di Beijing. Sesekali ia pergi ke Singapura. Warga Korut memang tak memerlukan visa jika ingin pergi ke Cina, Malaysia atau Singapura. Sejumlah pengamat Korea Utara dan jurnalis Jepang pernah melacak keberadaannya di sejumlah bandara dan hotel di seputaran Asia Tenggara.
Kim Jong-nam bahkan ketahuan sedang makan di sebuah restoran Italia yang dimiliki oleh pebisnis Jepang di Jakarta, Indonesia, pada tahun 2014. Sang pemilik restoran berfoto bersama Jong-nam dan foto tersebut sempat menyebar di dunia maya. Media-media di Korea Selatan waktu itu juga sempat memberitakan foto ini.
Jika dipadatkan dengan beberapa kata sifat, Jong-nam adalah pribadi yang menyenangi dunia glamor, urakan, dan playboy. Sifat-sifat ini ditengarai menjadi alasan kuat mengapa Kim Jong-il lebih memilih Kom Jong-un untuk mengambil alih tongkat estafet kekuasaan Korut.
Kim Jong-un naik tahta setelah Jong-il meninggal. Saat upacara pemakaman, Jong-nam sempat pulang ke Korut. Namun kabarnya Jong-un dan Jong-nam sama sekali tak bertatap muka.
Kim Jong-un Mengkhianati Pesan Ayahnya
Meninggalnya Jong-nam mengejutkan dunia dan membuat orang-orang berpikir ulang tentang meme-meme lucu Kim Jong-un yang beredar di dunia maya. Jong-un memang kejam dan ia terbiasa mengeksekusi orang-orang yang dianggap berbahaya bagi negara. Namun, saat yang menjadi korban adalah keluarga sendiri, hal ini menjadi perhatian khusus.
Terutama menyangkut fakta bahwa meski Kim Jong-nam bengal, Kim Jong-il sempat memberi penegasan pada Kim Jong-un untuk membiarkan Jong-nam tetap hidup tanpa diganggu atau ditarget mati oleh rezim. Fakta ini diungkap pengamat kepemimpinan Korut untuk era Jong-un, Ken Gause, yang ia ungkapkan di bukunya “North Korean House of Cards”. Jong-il mengucap pesannya itu beberapa bulan sebelum meninggal.
Sayang, Jong-un sudah terlalu gelap mata. Kisah pembunuhan rahasia Jong-nam di Malaysia juga bukan satu-satunya. Sebelumnya Jong-nam sempat mendapat ancaman pembunuhan serupa. Salah satunya diungkapkan oleh otoritas Korea Selatan yang pada bulan Juli tahun 2010 lalu sukses membekuk terduga agen Korea Utara bernama Kim Yong-su yang mengaku akan melancarkan serangan pada Kim Jong-nam.
Keberhasilan membunuh Jong-nam kali ini, jika dibuktikan benar sebagai ulah Jong-un, adalah pembunuhan orang dengan status paling tinggi di Korea Utara setelah kasus pembunuhan Jang Sung-taek di tahun 2013 lalu.
Apa yang membuat Jong-nam begitu berbahaya bagi rezim Korut saat ini juga dikarenakan sikap kritisnya yang blak-blakan terhadap rezim diktator di Korut.
Pada tahun 2012 sebuah buku berjudul “My Father, Kim Jong Il, and Me” rilis ke pasaran. Buku tersebut ditulis oleh jurnalis Jepang Yoji Gomi yang mewawancarai Jong-nam dalam beberapa kesempatan. Di dalam buku, Jong-un menyatakan harapan atas tumbangnya kekuasaan Kim Jong-un. Saudaranya itu, dianggap masih terlalu muda dan belum berpengalaman.
“Tanpa reformasi, Korea Utara akan kolaps, dan saat itu terjadi, rezim juga akan tumbang,” kata Jong-nam.
Sayang, hingga kini negara komunis Korea Utara masih tegak berdiri meski masyarakatnya tetap berkalang derita. Sebelum perubahan yang diharapkan Jong-nam terjadi, ia keburu mati.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan