Menuju konten utama

Jebakan Menyelesaikan Stres dengan Benzodiazepin

Zaman Kecemasan melahirkan stres yang kerap diselesaikan dengan obat.

Jebakan Menyelesaikan Stres dengan Benzodiazepin
Ilustrasi. Seorang wanita yang bersiap meminum obat yang mengandung sedative sebelum tidur. Foto/iStock

tirto.id - Di salah satu kafe di Jakarta Selatan, Mario Matheos menyeruput secangkir teh hangat di atas meja. Ia terlihat santai namun sesekali menggoyangkan kakinya. Pria yang disapa Rio ini mengatakan bahwa ia sudah ketergantungan obat-obatan psikoaktif jenis benzodiazepin sejak 2007.

Benzodiazepin (golongan alprazolam) adalah "obat ajaib" yang membantunya menjalani rutinitas keseharian. Awalnya ia hanya mengkonsumsi 1 mg per hari hingga menjadi 4 mg per hari untuk mengatasi gangguan cemasnya yang akut.

“Saya tidak lagi takut makan pedas, takut untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan stres, dan beberapa pekerjaan saya bisa dilakukan dengan baik ketika mengkonsumsi benzo,” ujar Rio.

Butuh waktu bertahun-tahun baginya untuk menyadari bahwa penggunaan benzo berkepanjangan berefek buruk bagi kesehatannya.

Efek-efek dari pemberhentian penggunaan atau withdrawal syndrome benzo dirasakannya ketika menjadi pengalih bahasa. Suatu waktu ia harus menyelesaikan pekerjaannya di tempat terpencil selama seminggu. Ia lupa membawa obat-obatnya. Selang dua hari putus obat, Rio mengalami sesak nafas yang menyakitkan, kesulitan tidur, dan demam.

Obat di Zaman Kecemasan

Survei National Health and Nutrition Examination 2005–2008 menyatakan bahwa lebih dari 60% orang Amerika mengkonsumsi obat-obatan antidepresan selama dua tahun atau lebih dan 14% telah mengkonsumsi lebih dari 10 tahun. 11% warga Amerika mulai umur 12 tahun ke atas telah mengkonsumsi obat-obatan antidepresan.

Sementara itu, sulit ditemukan data baru dan angka pasti dari pengguna obat-obatan antidepresan. Data terbaru pengguna antidepresan dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) di 25 negara pada 2013 menempatkan Amerika Serikat di peringkat pertama. Sementara itu, di Jerman, pengguna bertambah hingga 46% dalam empat tahun belakangan.

Dr. Andri, SpKJ, dokter penanggungjawab Klinik Psikososmatik RS Omni, mengatakan, "Perlu dibedakan istilah obat antidepresan dengan obat anticemas golongan benzodiazepin. Keduanya disebut sebagai obat psikotropika atau obat yang mempengaruhi kerja sistem saraf pusat namun bukan merupakan golongan narkotika.”

Usia rata-rata pasien Dr. Andri berkisar antara 16-85 tahun. “Paling besar statistiknya di usia 20-50 tahun. Semua pasien di rentang usia remaja dan dewasa muda serta lanjut usia mempunyai kerentanan mengalami gejala gangguan jiwa dan biasanya bisa digunakan obat psikotropika termasuk benzodiazepin dan antidepresan untuk mengatasi masalahnya.”

Mengenai sejarah dibuatnya benzodiazepin dimulai pada 1957-an. Seorang dokter dari Krakow, Polandia, Leo Sternbach, bekerja di Departemen Penelitian Kimia Hoffman-La Roche, New Jersey, mengembangkan senyawa aktif secara biologis yang memiliki efek hipnotis dan sedatif. Senyawa itu mulai diperkenalkan pada 1960.

Penggunaan benzodiazepin meningkat drastis dari 1960-an hingga 1970-an. Sebuah perusahaan internasional bidang kesehatan, Pfizer, melihat benzo sebagai obat yang menguntungkan di pasaran. Maka pada 1981, benzi diresmikan oleh Food and Drug Administration (FDA).

Sebagai senyawa sedatif yang dapat mengurangi rasa cemas, penggunaannya menjadi semakin meningkat ketika revolusi industri dimulai, dan kian intens terutama pada abad ke-20. Industri membuat orang-orang mengalami ketercerabutan dari akar-akar lama, baik itu nilai-nilai agama, keluarga atau ikatan primordial lainnya. Hidup menjadi semakin kompetitif. Deadline menjadi makanan sehari-hari. Stres menjadi hal rutin yang dihadapi orang-orang yang hidup dalam ikatan industrial.

Beberapa penelitian di negara maju, seperti di Amerika Serikat, mengungkap bahwa tingkat stres masyarakat sangatlah besar, sekitar 500.000 kasus dilaporkan setiap tahunnya. Orang yang mengalami stres umumnya rentan menderita penyakit maag. Namun bukan hanya maag. Pada 1970-an, ada penemuan bahwa stres dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit-penyakit fisik.

The Japan Occupational Safety and Health Resource Center (JOSHRC) melakukan riset pada 2001 tentang meningkatnya kematian yang berhubungan dengan stres kerja di abad ke-21. Negara-negara yang dikenal dengan jam kerja panjang adalah Jepang, Cina, dan Korea. Dalam bahasa Jepang dan Cina terdapat kata "mati" yang terkait stres karena pekerjaan yang sangat banyak: karoshi dan gualaosi.

Infografik Benzodiazepin

Menyelamatkan Sekaligus Membahayakan

Ketergantungan benzo juga dialami oleh Muhammad Ilham yang pertama kali mengkonsumsi benzo di umur 23 tahun. Saat itu ia tidak mengetahui depresi berat yang dialami hingga akhirnya tubuhnya menjadi lumpuh. Maka ia memutuskan pergi ke salah satu rumah sakit swasta di Tokyo. Setelah melakukan pemeriksaan medis dan serangkaian radiografi, ia mendapatkan resep lima obat golongan benzo.

Setelah enam minggu pengobatan, ia kembali menjalani rutinitasnya dengan baik. Namun, tak lama ia menyadari withdrawal syndrome atau efek putus ketergantungan benzo. Hingga kini, ia masih mengkonsumsi secara reguler.

Dr. Andri mengatakan bahwa cukup umum bagi kebanyakan dokter untuk meresepkan benzo sebagai terapi awal untuk mengatasi kecemasan yang dialami pasien. Namun langkah selanjutnya para dokter akan merekomendasikan untuk mengurangi penggunaan benzodiazepine, bahkan melepasnya, jika efek obat antidepresan telah diperoleh.

Penting bagi seorang dokter menanyakan riwayat penggunaan alkohol dan riwayat penyalahgunaan zat narkotika. Orang dengan tipe demikian lebih mudah tergantung benzo dan dosisnya pun bisa lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat.

Kendati demikian, dr. Andri menjelaskan bahwa benzo memiliki fungsi yang baik, contohnya Diazepam. Ini bermanfaat bahkan dapat digunakan sejak masih bayi saat anak mengalami kejang akibat demam tinggi.

"Sebenarnya asalkan dokter memahami kompetensi dan berhati-hati menggunakannya maka tidak masalah," ujarnya.

Berbeda dengan zat-zat psikoaktif lainnya yang dalam beberapa negara dilarang—misalnya mariyuana—penggunaan obat-obatan antidepresan seperti benzodiazepin (benzo) memiliki status legal, meskipun harus menggunakan resep dokter. Dari beberapa penelitian dan banyak kasus, orang-orang cenderung terperangkap dalam asumsi bahwa status legal suatu obat menunjukkan bahwa obat itu aman.

Mengetik "jual xanax tanpa resep di Jakarta" di mesin pencari Google memiliki 18.100 hasil per 0.77 detik. Beberapa apotik online tak hanya menjual dengan mengirimkan melalui jasa pengiriman barang melainkan melalui jasa COD (layanan pesan-antar).

"Peran pemerintah dalam hal ini BPOM sangat penting dalam pengawasan peredaran obat ini yang masih banyak bisa dibeli tanpa resep di 'apotek nakal' atau secara online" ujar dr. Andri.

Baca juga artikel terkait STRES atau tulisan lainnya dari Anzi Matta

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Anzi Matta
Penulis: Anzi Matta
Editor: Zen RS