tirto.id - Beberapa strategi coba diterapkan oleh pemerintah untuk membuat Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat, bergeliat. Salah satunya dengan menambahkan kegiatan-kegiatan operasional. Rencana ini diungkapkan baru-baru ini.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, misalnya, mengatakan siap menindaklanjuti arahan dari Presiden Joko Widodo yang meminta PT. Dirgantara Indonesia dan PT. Pindad memindahkan pabrik operasionalnya ke Kertajati. “Sehingga kawasan PT. DI dan PT. Pindad di Bandung bisa diubah untuk bisnis-bisnis yang relevan terhadap wilayah geografisnya, yaitu mungkin pariwisata,” kata Emil dalam konferensi pers dari Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/3/2021).
Bandara Kertajati juga akan diproyeksikan sebagai pusat perbaikan dan perawatan pesawat (MRO) skala internasional. Emil mengatakan peluang bisnis di sektor tersebut terbuka. “Kita tahu juga bisnis bandara itu tidak hanya penumpang, ada juga kargo dan perawatan,” jelas dia.
Meski baru rencana, Emil mengatakan sudah ada ada maskapai internasional yang berminat membuka MRO di Kertajati dan hal itu sudah dilaporkan kepada Presiden saat menghadiri rapat terbatas di Jakarta.
Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan pemanfaatan Kertajati sebagai MRO akan melibatkan PT. Garuda Maintenance Facilities (GMF), anak usaha PT. Garuda Indonesia yang selama ini beroperasi di Bandara Soekarno-Hatta.
MRO juga dapat dimanfaatkan “seluruh pesawat instansi pemerintah seperti BNBP, Basarnas, Kemenhub, dan kepolisian,” bahkan “pesawat pribadi yang selama ini melakukan perawatan di luar negeri,” kata Budi.
Budi berjanji realisasi akan dilakukan selekasnya. “Kami akan segera bangun dan kembangkan di lahan yang sudah ada secepatnya.”
Budi juga memastikan Kertajati akan dikonsentrasikan untuk umrah dan haji warga Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah. Lagi-lagi “sesuai arahan Presiden,” katanya.
Sejak pertama beroperasi pada Mei 2018, bandara ini memang tergolong sepi. Maskapai ogah terbang dari Kertajati. Ini terlihat dari jumlah penumpang yang hanya mencapai 35 ribu sampai dengan akhir 2018, padahal tahap awal kapasitas terminal bisa menampung 5 juta penumpang per tahun.
Pembangunan Kertajati awalnya tidak ada dalam peta jalan pengembangan bandara dalam jangka panjang. Di Jabar, pemerintah pusat sudah menetapkan bandara baru dibangun di beberapa lokasi, di antaranya Bandung, Cirebon, Pangandaran, dan Karawang. Dari keempat lokasi itu, Karawang sempat jadi kandidat terkuat karena dianggap paling strategis. Lokasinya dekat dengan Soetta sehingga berpotensi mengurai kepadatan penumpang di bandara tersebut.
Namun, Pemprov Jabar punya rencana lain. Mereka menginginkan bandara digeser ke Majalengka demi alasan pengembangan wilayah.
Lantas, apakah upaya terbaru pemerintah bisa menghidupkan bandara tersebut?
Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan rencana dapat berjalan maksimal jika ada akses yang baik ke Kertajati. Tanpa akses yang baik, katanya, khususnya rencana pengonsentrasian umrah dan haji warga Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah sulit maksimal.
“Sementara itu masih belum kejadian (akses yang optimal), mending PT. DI dan Pindad pindah dulu. Lahannya luas, buat perluasan bisnis juga bisa. Kan selama ini jalan di tempat,” katanya kepada reporter Tirto, Selasa (30/3/2021).
Strategi pemindahan pabrik DI dan Pindad bakal cukup ampuh untuk meramaikan kawasan Kertajati. Adanya aktivitas hilir mudik pekerja dua BUMN tersebut akan menstimulus pengusaha angkutan dari Bandung menuju Majalengka dan sebaliknya.
“Ke depan, kalau strategi [pemindahan] ini berhasil, akan ada kontribusi ekonomi. Ini yang akan memperbaiki ekosistem. Pada akhirnya balik lagi ke BUMN baik langsung maupun enggak. Jadi akan ada peningkatan PDRB, peningkatan income masyarakat, peningkatan kinerja,” katanya.
Namun menurut Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, rencana memindahkan Pindad tak bisa serta merta diterapkan mengingat fokus mereka condong ke sektor militer.
“Kertajati bukan pangkalan militer AU, apakah enggak akan jadi masalah kalau pangkalan militer juga pada saat yang bersamaan ada kargo sipil dan juga mungkin ada penumpang sipil?” kata dia kepada reporter Tirto, Selasa. “Kalau dicampur dengan kebutuhan militer, Kertajati akan jadi restriktif, confidential.”
Menurutnya Kertajati harus fokus pada kebutuhan sipil. Kebutuhan militer perlu dipisahkan dari kepentingan bisnis.
“Kalaupun nanti menjadi maintenance pesawat militer, berarti ya tidak ada aktivitas sipil lagi di sana dan tentu menurut saya aktivitas ekonomi akan jauh lebih berkurang dan manfaat ekonominya untuk masyarakat sekitar tidak terlalu besar.”
Senada dengan Fithra, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan akses memang jadi kunci pengembangan kawasan Kertajati. Sejauh ini Tol Cisumdawu yang menghubungkan Kota Bandung ke Kertajati dan akses dari Tol Cipali sedang dalam proses pengerjaan dengan target akhir 2021.
Jika akses ada, “Bandara Kertajati untuk penerbangan komersial juga perlahan akan meningkat,” kata Djoko kepada reporter Tirto, Selasa.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino