Menuju konten utama
Natal 2017

Jalan Berliku Jemaat GKI Yasmin & HKBP untuk Dapat Rumah Ibadah

Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia tak pernah lelah berjuang menuntut hak-hak kepada pemerintah karena menyegel tempat ibadah mereka.

Jalan Berliku Jemaat GKI Yasmin & HKBP untuk Dapat Rumah Ibadah
Gereka Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia menyelenggarakan ibadah Natal di depan Istana Negara, Jakarta, Senin (25/12/2017).

tirto.id - Sekitar 150 orang duduk berbaris di kursi plastik sambil membuka payung untuk menghalau panas matahari siang yang terik. Nampak sebuah pohon Natal yang tersusun dari aneka sayuran dan buah-buahan, empat buah lilin di atas sebuah meja, alunan puji-pujian kepada Tuhan, dan 13 orang pendeta berada di depannya. Sekilas, tak akan ada yang mengira bahwa mereka sedang merayakan Natal.

Mereka adalah jemaat dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia, Bekasi. Ini adalah tahun kelima mereka melakukan ibadah tepat di seberang Istana Merdeka, sejak gereja mereka disegel oleh pemerintah Kota Bogor dan Kabupaten Bekasi.

“Kami berada di depan Istana (Merdeka) ini karena ingin meminta ketegasan presiden untuk menegur pemerintah daerah sesuai dengan rekomendasi Ombudsman,” kata Kris Hidayat, salah satu jemaat GKI Yasmin kepada Tirto usai melakukan ibadah Natal.

Pada 18 Juli 2011, Ombudsman RI mengeluarkan surat rekomendasi kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dengan tembusan Presiden agar segera mencabut Surat Keputusan (SK) pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GKI Yasmin.

Ombudsman RI menilai Wali Kota Bogor saat itu, Diani Budiarto, telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pengabaian kewajiban hukum serta menentang putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) Nomor 127 PK/TUN/2009 dengan keputusannya tetap mencabut IMB GKI Yasmin.

Saat itu, Diani tidak mematuhi rekomendasi Ombudsman RI. Ia justru menyegel sepenuhnya GKI Yasmin pada 10 April 2012 dengan mengerahkan Satpol-PP. “Waktu itu kebetulan ada Bu Lily Wahid sedang di dalam gereja. Sebelumnya ada sekumpulan ormas yang mengepung,” kenang Kris soal peristiwa pilu pada 7 tahun silam.

Kenangan yang sama juga membekas pada Eska, wanita berusia 68 tahun ini masih ingat betul peristiwa penyegelan GKI Yasmin. Menurut dia, saat itu dirinya dan jemaat lainnya sedang berada di dalam gereja untuk melakukan pertemuan membahas penyelamatan GKI Yasmin dengan Lily Wahid yang kala itu masih menjadi anggota DPR RI Komisi VIII dari F-PKB. Beberapa waktu sebelumnya, mereka mengalami pelarangan ibadah dari sekelompok masyarakat.

“Harapannya kami bisa beribadah lagi dengan bebas,” kata Eska.

Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini mengaku sudah sejak 2012 secara rutin dari Bogor setiap dua pekan sekali mengikuti peribadatan di seberang Istana Merdeka bersama jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Selama lima tahun ke belakang, jemaat kedua gereja tersebut telah melakukan 159 kali ibadah di seberang Istana Merdeka.

“Saya bersyukur banyak teman-teman lintas agama yang ikut mendukung. Di luar gereja suara kami ternyata lebih banyak yang mendukung,” kata Eska.

Lily Wahid yang merupakan adik dari KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur merupakan salah satu pendukung perjuangan GKI Yasmin saat berproses di pengadilan. Alissa Wahid, anak Gus Dur, juga pernah tercatat secara terbuka menyuarakan dukungannya kepada jemaat GKI Yasmin.

Jemaat HKBP Filadelfia juga mengalami hal yang serupa. Mantan Ketua HKBP Filadelfia, Pendeta Palti H Panjaitan menyatakan, mereka harus berpindah-pindah gereja setelah pada Minggu pagi, 3 Januari 2010 massa mengepung lokasi pembangunan gereja HKBP Filadelfia dan memblokir jalan menuju ke gereja. Ibadah Minggu yang sedianya dilakukan di lokasi itu pun harus pindah ke Balai Desa Jejalen Jaya, Tambun, Bekasi.

Sebelum kejadian itu, Pendeta Palti, HKBP Filadelfia menerima surat Bupati Bekasi No 300/675/KesbangPollinmas/09 yang berisikan penghentian kegiatan pembangunan dan penghentian kegiatan ibadah di lokasi gereja HKBP Filadelfia tertanggal 31 Januari 2009.

“Kami melakukan perlawanan ke PTUN. PTUN memenangkan dan meminta pemerintah Bekasi melepas segel,” kata Palti.

PTUN Bandung pada 30 September 2010 memenangkan gugatan gereja HKBP Filadelfia kepada pemerintah Kabupaten Bekasi dengan empat keputusan. Pertama, memenangkan seluruh gugatan HKBP Filadelfia. Kedua, menyatakan batal SK Bupati Bekasi No : 300/675/Kesbangponlinmas/09, tertanggal 31 Desember 2009 perihal Penghentian Kegiatan Pembangunan dan Kegiatan Ibadah.

Ketiga, memerintahkan kepada tergugat untuk mencabut SK Bupati Bekasi. Keempat, memerintahkan tergugat untuk memproses permohonan izin yang telah diajukan Penggugat serta memberikan izin untuk mendirikan rumah ibadah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Inkracht pada 2011 setelah banding dan kasasi kami juga menang,” kata Palti.

Namun, pemerintah Kabupaten Bekasi tetap tidak memberikan izin kepada HKBP Filadelfia untuk melanjutkan pembangunan gereja dan melakukan ibadah di lokasi tersebut. Jemaat HKBP Filadelfia pun hingga kini terpaksa masih beribadah secara berpindah-pindah.

“Sejak dua tahun lalu kami menumpang ibadah di HKBP Maranata,” kata Palti.

Palti menyatakan, jemaat HKBP Filadelfia sempat mengeluh dan merasa lelah dengan keadaan yang mereka alami. Selama lima tahun berjuang dengan melakukan ibadah di depan Istana Merdeka sebagai sebuah bentuk tuntutan simbolik kepada Presiden Jokowi. Mereka merasa tidak mendapatkan perhatian.

“Tapi kami masih ada sampai saat ini, karena kami masih percaya pada perjuangan ini,” kata Palti.

Alasan Pemkab Bekasi belum bisa melaksanakan putusan PTUN yang memerintahkan pembatalan larangan jemaat HKBP Filadelfia mendirikan gereja di Desa Jejalen Jaya, Tambun Utara, Bekasi karena derasnya penolakan warga.

“Kami tidak ingin ada gesekan fisik di masyarakat,” kata Maman Suhardiman yang saat itu menjabat sebagai Kepala Subbagian Pembinaan dan Bantuan Hukum Pemerintah Kabupaten Bekasi, seperti dikutip Tempo, pada Oktober 2013.

Keamanan warga, kata Maman, menjadi satu-satunya alasan kenapa pemerintah Kabupaten Bekasi tak melaksanakan putusan PTUN tersebut. Sebab, telah banyak penolakan dari masyarakat Desa Jejalan Jaya, baik yang disampaikan secara tertulis maupun secara lisan.

Beda Respons dari Pemerintah

Sikap Kabupaten Bekasi kepada HKBP Filadelfia ini disesalkan oleh Juru Bicara GKI Yasmin, Bona Sigalingging. Ia menyatakan prihatin dengan kondisi saudara seiman dan seperjuangannya. “Bupati Bekasi masih membangkang [putusan hukum], belum terbuka sama sekali,” kata Bona.

Keadaan tersebut, kata Bona, berbeda dengan perjuangan mereka di Bogor. Wali Kota Bogor saat ini, Bima Arya, menurutnya telah menunjukkan itikad baik kepada jemaat GKI Yasmin. Setelah bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki pada 23 Desember tahun lalu, Bima Arya mengemukakan ide untuk membangun komplek keberagaman.

Bona menyatakan, GKI Yasmin telah bersepakat dengan Bima Arya mengenai hal itu. Rencananya komplek tersebut akan berada di lokasi GKI Yasmin, di Taman Yasmin, Bogor. Di sana, nantinya akan dibangun sebuah masjid berdampingan dengan GKI Yasmin.

Saat ini, proses di antara GKI Yasmin dengan Pemkot Bogor sudah memasuki tahapan teknis pembangunan komplek tersebut. Meskipun, kata Bona, pembahasan di antara kedua belah pihak sempat tersendat karena kesibukan Bima Arya. Kedua belah pihak menargetkan proyek tersebut rampung sebelum masa jabatan Bima Arya selesai pada 2019 nanti.

“Semalam Pak Bima Arya datang di malam Natal kami, di salah satu rumah jemaat. Beliau menegaskan komitmennya tersebut kepada kami,” kata Bona.

Perihal bedanya respons pemerintah daerah ini, Pendeta Palti menyatakan hanya akan terus mengawal perjuangan jemaat HKBP Filadelfia. Meskipun, saat ini ia sudah pindah ke Yogyakarta dan tidak lagi menjadi Ketua HKBP Filadelfia.

Pendeta Palti percaya pemerintah Kabupaten Bekasi akan segera terbuka hatinya untuk mematuhi putusan-putusan hukum yang ada, dan memberikan kembali hak kepada jemaat HKBP Filadelfia. Sebab, menurut dia, hanya dengan cara itu persoalan ini akan cepat selesai.

Kris, Eksa, Bona dan Pendeta Palti dan jemaat lainnya saling berpelukan dan menguatkan satu sama lain sebelum pulang ke rumah masing-masing saat perayaan Natal di depan Istana. Di mata mereka terpancar sinar keberanian manusia yang akan selalu kembali memperjuangkan haknya beriman dan beribadah.

“Ini bukan hanya soal perjuangan kami, tapi perjuangan kebebasan seluruh umat beragama menjalankan ibadahnya. Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu,” kata Pendeta Palti.

Baca juga artikel terkait HARI RAYA NATAL 2017 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz

Artikel Terkait