tirto.id - Jaksa Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari akan menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada Rabu, 23 September 2020. Jaksa Pinangki menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi dan pencucian uang untuk membantu pengurusan fatwa buronan Djoko Soegiarto Tjandra.
"Setelah saya koordinasikan dengan majelis hakimnya maka hari sidang pertamanya telah ditetapkan oleh majelis hakim yaitu Rabu, 23 September 2020," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (18/9/2020) dilansir dari Antara.
"Telah ditunjuk majelis hakim yaitu IG Eko Purwanto sebagai hakim ketua, Sunarso dan Agus Salim sebagai hakim-hakim anggota dengan panitera pengganti Yuswardi," tambah Bambang.
Pada Kamis (17/9), Kepala Pusat Penanganan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan tim jaksa penuntut umum (JPU) pada pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung bersama tim JPU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah melimpahkan berkas Pinangki dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam perkara ini, Pinangki bersama-sama dengan pengacara Anita Kolopaking dan pengusaha Andi Irfan Jaya disangkakan membantu buronan terpidana korupsi Cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra untuk pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung agar pidana terhadap Djoko berdasarkan putusan PK 11 Juni 2009 tidak dieksekusi.
Pinangki, Anita dan Andi Irfan bertemu dengan Djoko Tjandra di The Exchange 106 Malaysia pada November 2019. Saat itu Djoko meminta bantuan untuk pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung.
Atas permintaan itu, Pinangki dan Anita bersedia membantu dan Djoko menyediakan imbalan sebesar 1 juta dolar AS, uang akan diserahkan melalui Andi Irfan selaku rekan Pinangki sesuai proposal "Action Plan" yang dibuat Pinangki.
Pinangki, Andi Irfan dan Djoko Tjandra juga sepakat memberikan uang 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk keperluan mengurus permohonan fatwa MA melakui kejagung.
Djoko Tjandra lalu memerintahkan adik iparnya Herriyadi Angga Kusuma memberikan uang kepada Pinangki melalui Andi Irfan di Jakarta sebesar 500 ribu dolar AS sebagai uang muka 50 persen dari kesepakatan 1 juta dolar AS.
Andi lalu memberikan uang itu kepada Pinangki. Pinangki kemudian memberikan 50 ribu dolar AS kepada Anita untuk jasa penasihat hukum dan 450 ribu dolar AS tetap dipegang Pinangki.
Tapi dalam perjalannya, rencana dalam "Action Plan" tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Djoko Tjandra sudah memberikan uang sehingga Djoko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan "Action Plan" dengan memberi tulisan tangan "NO" dalam kolom notes "Action Plan" tersebut.
Sisa uang 450 ribu dolar AS yang masih dimiliki Pinangki lalu ditukarkan ke dalam bentuk rupiah untuk membeli mobil BMW X-5, pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran sewa apartemen dan hotel di New York, AS, pembayaran dokter "home care", pembayaran kartu kredit, sewa apartemen Essence Dharmawangsa dan sewa apartemen Pakubuwono Signature.
Atas perbuatannya, Pinangki disangkakan pasal berlapis yaitu pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pasal 15 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 15 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 88 KUHP.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Bayu Septianto