Menuju konten utama

Izin Habis dan Persyaratan Belum Lengkap, Status FPI Ilegal?

Ahli Hukum Administrasi Negara UI Dian Puji Simatupang mengatakan, status ormas FPI berakhir secara hukum setelah 20 Juni 2019, kecuali Kemendagri menerbitkan tanda terima perpanjangan.

Izin Habis dan Persyaratan Belum Lengkap, Status FPI Ilegal?
Ribuan massa dari Front Pembela Islam (FPI) menggelar aksi di depan mabes Polri di Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin, (16/1). Mereka menuntut agar Kapolri Jendral Tito Karnavian agar mencopot Irjen Pol Anton dari jabatannya di Kapolda Jawa Barat. Tirto.ID/Andrey Gromico

tirto.id - Izin ormas Front Pembela Islam (FPI) resmi habis per 20 Juni 2019. Organisasi yang didirikan Rizieq Shihab pun kini tengah memperpanjang perizinan agar mereka tetap eksis. Namun, sejumlah pihak mendorong FPI dibubarkan saja karena dianggap "meresahkan."

Kepala Divisi Advokasi FPI Sugito Atmo Prawiro mengatakan organisasinya sudah mengajukan perpanjangan sebelum batas waktu. FPI sudah melengkapi berkas yang kurang untuk perpanjangan ormas tersebut.

"Saya enggak tahu persis yang kurang apa, tapi kalau memang ada yang kurang kami lengkapi lagi," kata Sugito saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (24/6/2019).

Sugito mengaku, mereka sudah menerima surat tanda keterangan dari Kemendagri untuk perpanjangan ormas. Namun, ia tidak merinci siapa yang mengurus perpanjangan izin tersebut. Ia pun tidak tahu apakah benar ada dokumen yang masih kurang untuk perpanjangan.

Akan tetapi, kata dia, perpanjangan sudah diproses kesekretariatan FPI. "Kalau misal ada yang kurang dan mungkin ada yang perlu dilengkapi, coba nanti saya cek kesekretariatan apa dokumen yang tidak sinkron atau perlu ditambahkan atau tidak sesuai diminta Kemendagri," kata Sugito.

Selain itu, Sugito juga merespons dorongan sejumlah masyarakat yang menginginkan izin FPI dicabut. Ia menegaskan, FPI tidak bisa dibubarkan hanya karena perbedaan pandangan politik. Ia pun mengingatkan, FPI tidak memenuhi unsur ormas yang dilarang untuk diperpanjang sehingga harus diperpanjang pemerintah.

"Tidak ada alasan sedikit pun untuk tidak memperpanjang, kecuali ormas itu bertentangan dengan Pancasila, bertentangan dengan NKRI dan hal-hal lain yang bisa memunculkan bahwa itu memang selayaknya untuk tidak diperpanjang," kata Sugito.

Direktur Ormas Polpum Kemendagri Lutfi mengatakan, institusinya sudah menerima permohonan perpanjangan izin dari FPI. Namun, kata Lutfi, Kemendagri belum bisa memproses karena ada berkas belum lengkap. Kemendagri baru bisa memproses jika berkas lengkap.

"Sudah [mengajukan perpanjangan], tapi, kan, belum lengkap," kata Lutfi kepada reporter Tirto.

Lutfi menerangkan konsekuensi sebuah ormas yang tidak memperpanjang izin, salah satunya kehilangan manfaat bekerja sama dengan pemerintah. Sebagai contoh, sebuah LSM bisa tidak mendapat bantuan dana sosial dari pemerintah jika tidak terdaftar.

Lutfi mengatakan, setidaknya ada 28 ormas yang sudah tidak diperpanjang izinnya oleh Kemendagri sejak November 2018. Alasannya, ormas-ormas itu dianggap berusaha mengambil kewenangan aparat penegak hukum, seperti ormas bernama Komisi Pengawasan Korupsi Republik Indonesia atau Lembaga Pegawasan Aset Daerah.

Menurut Lutfi, ormas tersebut izinnya tidak diperpanjang karena dianggap meresahkan masyarakat.

Sementara khusus perpanjangan FPI, kata Lutfi, ada 20 item yang harus dilengkapi ormas yang didirikan Rizieq itu untuk memperpanjang izinnya.

Beberapa persyaratan yang mesti dilengkapi, antara lain: akte notaris, AD/ART, rancangan program, pernyataan tidak berafiliasi kepada parpol, mempunyai surat domisili, mempunyai keterangan kepemilikan kantor atau sewa, hingga ada rekomendasi dari kementerian terkait.

Untuk FPI, kata Lutfi, mereka harus mendapat surat pernyataan izin dari Kementerian Agama karena organisasi yang dipimpin Sobri Lubis adalah organisasi keagamaan. Kemudian, para anggota harus membuat surat pernyataan bermaterai kalau mereka bersedia menjadi pengurus ormas, hingga mempunyai NPWP. Semua itu diatur dalam UU Ormas dan peraturan terkait tetang keormasan.

Dalam catatan Lutfi, setidaknya ada 4 item yang masih harus dilengkapi FPI agar pemerintah menerbitkan SKT. Dua di antara yang belum dilengkapi adalah surat permohonan perpanjang izin ormas dan surat rekomendasi Kementerian Agama. Tanpa surat-surat tersebut, Kemendagri belum bisa memproses perpanjangan izin.

Lutfi mengatakan, penelahan pun akan berjalan selama 15 hari kerja dan melibatkan tim terpadu yang terdiri atas Kemendagri, Kemenkumham, Kemenlu, PPATK, Kejaksaan Agung, dan Polri. Mereka akan menelaah dari semua dokumen yang ada sebelum menentukan sikap.

Lutfi mengatakan, status izin FPI saat ini sudah habis, tetapi dalam proses pengurusan. Artinya, kata dia, status izin FPI saat ini dianggap tidak aktif. Hal ini ia analogikan dengan pembuatan izin STNK kendaraan.

"Lazim kalau STNK kendaraan kita habis tanggal 20, tanggal 20 baru kita perpanjang itu ada tenggat waktu. Kalau mau perpanjangan STNK harus bayar pajak juga, harus setorin ke bank. Nah, (kalau) baru mengajukan, tapi belum setor berarti sudah mati STNK-nya,” kata Lutfi.

Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Indonesia (UI) Dian Puji Simatupang mengatakan, status FPI resmi dinyatakan berakhir pada 20 Juni 2019. Namun, status FPI bisa tidak dibubarkan jika FPI sudah menerima surat tanda perpanjangan dari Kemendagri.

"Tetapi apabila Kemendagri belum menerbitkan tanda terima atau juga surat keterangan perpanjangan, status keterangan ormas FPI berakhir demi hukum," kata Dian kepada reporter Tirto.

Diah mengatakan, surat tanda terima biasanya memuat daftar dokumen yang harus dilengkapi. Kemudian, surat tersebut akan menyatakan konsekuensi jika tidak melengkapi dokumen perpanjangan.

Jika tidak mendapat perpanjangan, kata dia, status FPI sebagai ormas resmi dinyatakan berakhir. Kemudian, FPI tidak bisa bergerak sebagai ormas dan dikenakan sanksi hingga pencabutan badan hukum sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan.

Diah pun memahami ada dorongan untuk mencabut izin FPI. Namun, pencabutan baru bisa dilakukan jika memang FPI sudah tidak diakui sebagai ormas. Pencabutan pun harus memenuhi syarat UU Ormas agar tidak digugat lewat Pengadilan Tata Usaha Negara.

"Publik bisa tapi menyampaikan ke pemerintah kalau dalam UU ormas pemerintah yang menetapkan dan memutuskan itu salah satu pertimbangannya adalah hukum dan sosiologis," kata Dian.

Baca juga artikel terkait ORMAS ISLAM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz