tirto.id - Pasal 176-177 KUHP mengatur tentang sanksi pidana untuk pelaku pidana mengganggu kegiatan keagamaan.
Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki induk peraturan yang mengatur urusan pidana positif yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.
KUHP sendiri merupakan landasan bagi penegakan hukum pidana yang digunakan untuk mengadili perkara pidana agar bisa melindungi kepentingan umum.
Dalam KUHP terdapat beberapa peraturan mengenai tindak pidana yang bisa berdampak buruk terhadap keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan ketertiban umum.
Sistem hukum pidana sendiri merupakan bentuk upaya terakhir atau ultimum remedium dalam penyelesaian perkara dan memiliki sanksi yang bersifat memaksa.
Dalam sejarahnya, KUHP didasarkan oleh sebuah produk hukum pada zaman kolonial Belanda yang bernama Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI). WvSNI dibuat pada 15 Oktober 1915 dan baru resmi berlaku pada 1 Januari 1918. Di dalamnya masih terdapat unsur-unsur khas zaman kolonial seperti aturan tentang kerja rodi dan denda dalam bentuk mata uang gulden.
Setelah merdeka, Indonesia pun mengubah WvSNI menjadi KUHP pada tanggal 26 Februari 1946 melalui UU No. 1 Tahun 1946 yang sekaligus menghapus unsur-unsur kolonialisme pada WvSNI.
KUHP terdiri dari 3 bagian atau buku. Buku 1 tentang Aturan Umum (Pasal 1-103), Buku 2 tentang Kejahatan (Pasal 104-488), dan Buku 3 tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Isi Pasal 176-177 KUHP Tentang Mengganggu Kegiatan Agama
Pasal 176 dan 177 KUHP masuk ke dalam Buku 2 tentang Kejahatan dan Bab V tentang Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum.
Pasal tersebut mengatur tentang definisi, unsur, dan sanksi perihal mengganggu kegiatan keagamaan. Berikut adalah isi pasal 176 dan 177 KUHP tentang mengganggu kegiatan keagamaan.
Pasal 176
Barangsiapa dengan sengaja mengganggu pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan atau upacara penguburan jenazah, dengan menimbulkan kekacauan atau suara gaduh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.
Pasal 177
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah:
1. barangsiapa menertawakan seorang petugas agama dalam menjalankan tugas yang diizinkan;
2. barang siapa menghina benda-benda keperluan ibadat di tempat atau pada waktu ibadat dilakukan.
Menurut laman MH UMA, R. Soesilo mengatakan bahwa syarat penting dalam pasal ini adalah pertemuan umum agam tersebut tidak dilarang oleh negara.
Oleh karena itu, pertemuan yang dilakukan untuk melakukan acara keagamaan yang telah diizinkan tidak boleh dihalang-halangi dan yang menghalang-halangi dapat dipidana sebagaimana diuraikan dalam pasal tersebut.
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Yulaika Ramadhani