tirto.id - Keluarga dan Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) menjenguk Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dan tiga aktivis lainnya yang ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Sejumlah aktivis dan akademisi turut hadir menjenguk mereka yang ditetapkan sebagai terangka kasus provokasi dalam aksi anarkis akhir Agustus lalu.
Dari pantauan reporter Tirto di lapangan, ibu Delpedro, Magda Antista, menangis saat bertemu dengan Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti. Air matanya tumpah di pelukan Bivitri sambil mempertanyakan kondisi yang menjerat anaknya saat ini.
“Kenapa? Anak saya bukan maling, bukan koruptor. Dia cuma belain rakyat. Dia cuma mau ada perbaikan di negara ini,” kata Magda dengan isak tangisnya, di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Bivitri pun mengelus punggung Magda sambil mencoba memahami suara hati ibu Delpedro itu.
“Sabar, Bu… sabar, pasti kita bantu,” ucap Bivitri.
Bivitri sendiri menilai penahanan sejumlah aktivis memang kerap menjadi pola yang diulang pemerintah untuk membungkam kritik. Dia memandang bahwa cara ini ibarat playbook pemerintahan yang tidak mampu untuk memberikan solusi-solusi konkret mewujudakan kehidupan lebih baik bagi warganya.
“Playbook-nya yang saya maksud adalah resep ketika ada kritik, bukannya diatasi akar masalahnya, tapi yang dibikin bungkam adalah orang-orang yang mengkritik itu," tutur Bivitri.
Lebih lanjut, Bivitri menyebut, praktik serupa pernah terjadi di banyak negara mulai dari Amerika Serikat, Nepal, Bangladesh, hingga kini menjalar ke Indonesia. Namun, Bivitri menilai ketidaknetralan hukum terjadi di Indonesia.
Di sisi lain, kakak Delpedro, Delpiero Hegelian, tampak membawa barang titipan adiknya. Momen menjenguk ini pun setidaknya sudah dua kali dilakukan usai penahanan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya.
“Kalau hari ini kami bawa makanan dan buku-buku. Kemarin alat mandi dan makanan. Itu saja permintaannya,” kata Delpiero.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































