Menuju konten utama

Ironi Gym Tutup, Saat Minat Olahraga Masyarakat Naik

Annisa bilang, salah satu faktor utama ia berhenti jadi member gym, adalah ia merasa lebih nyaman untuk melakukan aktivitas olahraga di luar ruangan.

Ironi Gym Tutup, Saat Minat Olahraga Masyarakat Naik
Ilustrasi Gym. foto/istockphoto

tirto.id - Beberapa waktu belakangan, beberapa pusat kebugaran (gym) yang beroperasi di Indonesia mulai bertumbangan. Gold’s Gym Indonesia, misalnya, perusahaan di bawah naungan PT Fit and Health Indonesia itu mengumumkan penutupan operasionalnya sejak 30 Juni 2025.

Melalui selebaran yang ditempel di pintu masuk gedung pusat kebugaran tersebut, penutupan dilakukan hingga waktu yang belum ditentukan. Namun demikian, kebijakan ini diterapkan tanpa adanya pengumuman resmi di laman situs maupun media sosial perusahaan.

“Sehubungan dengan adanya hak karyawan yang belum dipenuhi oleh Management Gold’s Gym, maka dengan berat hati kami menutup club yang seharusnya masih beroperasional sampai dengan waktu yang belum dapat ditentukan,” begitu bunyi pengumuman tersebut, dikutip Rabu (2/7/2025).

Gold’s Gym bukanlah satu-satunya pusat kebugaran yang menutup gerainya di Indonesia. Sebelumnya, pada akhir tahun 2024 lalu, Superstar Fitness, yang beroperasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, telah lebih dulu menutup seluruh cabangnya.

Melalui unggahan di akun Instagram resmi, manajemen pusat kebugaran tersebut menyampaikan bahwa seluruh lokasi operasional ditutup untuk sementara waktu, tanpa kepastian kapan akan dibuka kembali.

“Dengan sangat menyesal kami ingin memberitahukan bahwa cabang Superstar Fitness terpaksa ditutup hingga waktu yang belum di tentukan. Keputusan ini kami ambil dengan berat hati dan setelah melalui berbagai pertimbangan,” bunyi keterangan resmi yang dipublikasikan pada Senin (11/11/2024).

Timbulkan Kerugian Sejumlah Pihak

Ratusan konsumen dan mantan karyawan Gold’s Gym Indonesia yang tergabung dalam Forum Korban Gold’s Gym Indonesia (FKGGI), menilai penutupan ini merupakan keputusan sepihak dari manajemen. Sebabnya, di balik penutupan pusat kebugaran itu, ada gaji karyawan ataupun pengembalian dana (refund) para anggota (member) gym yang belum ditunaikan perusahaan.

“Per 30 Juni 2025 pukul 10.00 WIB, lebih dari 950 orang telah tergabung dalam FKGGI, terdiri atas member, staf dan juga Personal Trainer (PT) yang dirugikan. Dari total tersebut, sekitar 530 member telah mendata kerugian mereka yang jika diakumulasikan mencapai Rp4,4 miliar,” jelas perwakilan FKGGI, dalam keterangan resmi yang diterima Tirto.

Kerugian tersebut dihitung dari sisa waktu membership dan paket sesi personal trainer (PT) yang tidak dapat digunakan akibat penutupan mendadak fasilitas. Namun, jumlah korban dan kerugian diperkirakan akan terus bertambah karena masih banyak member yang belum mendapatkan informasi terkait situasi terkini.

sepatu gym

sepatu gym. foto/istockphoto

Sebelumnya, manajemen Gold’s Gym mengumumkan bahwa hanya beberapa cabang yang akan berhenti beroperasi per 30 Juni 2025. Menyusul penutupan itu, keanggotaan akan dialihkan ke lima cabang lain yang masih buka.

Namun, pada kenyataannya, seluruh cabang, termasuk Gold’s Gym Indonesia yang ada di The Breeze BSD dan Bintaro Xchange, bahkan telah berhenti beroperasi lebih awal. Beberapa cabang lainnya pun telah disegel oleh pemilik gedung.

“Tidak hanya member, para staf dan personal trainer juga mengalami kerugian serius. Hingga kini, banyak dari mereka belum menerima gaji terakhir, komisi, dan hak-hak ketenagakerjaan lainnya seperti pembayaran BPJS Ketenagakerjaan. Terdapat dugaan kuat bahwa kewajiban hukum terhadap tenaga kerja juga telah diabaikan oleh manajemen,” tambah perwakilan tersebut.

“Lebih memprihatinkan lagi, penjualan membership dan paket PT masih dilakukan di tengah rencana penutupan, menimbulkan dugaan penipuan dan pelanggaran terhadap UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” kata perwakilan FKGGI.

Tirto telah menghubungi pihak Golds Gym melalui pesan email ke perusahaan tersebut. Namun, hingga Jumat (4/7/2025), sore, kami belum mendapatkan konfirmasi terkait isu penutupan pusat kebugaran tersebut.

Ironi di Tengah Meningkatnya Minat Olahraga Masyarakat

Tutupnya sejumlah pusat kebugaran belakangan ini menjadi ironi tersendiri di tengah meningkatnya partisipasi masyarakat terhadap aktivitas olahraga. Laporan survei Populix bertajuk “Understanding Indonesia’s Sports Trends”, yang dilakukan pada November 2024, mengungkap, sembilan dari sepuluh responden mengaku rutin berolahraga.

Survei yang dilakukan terhadap 1.030 responden tersebut, merekam mayoritas masyarakat kini menjadikan olahraga sebagai bagian dari gaya hidup. Meski demikian, sebagian besar responden masih memprioritaskan olahraga yang mudah dan nyaman dilakukan di rumah maupun di lingkungan tempat tinggal.

Senada, skor Indeks Pembangunan Olahraga (IPO) yang dirilis Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) juga menunjukkan adanya kenaikan partisipasi olahraga nasional. Pada tahun 2024, IPO Indonesia meningkat sebesar 0,007 poin menjadi 0,334, dari 0,327 pada tahun 2023.

Salah satu temuan penting dalam data partisipasi olahraga adalah bahwa 78 persen masyarakat Indonesia berolahraga, dengan tujuan utama untuk menjaga kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya olahraga untuk kebugaran tubuh semakin meningkat.

Mengecilkan Perut

Mengecilkan Perut. foto/istockphoto

Lalu, apa faktor yang menyebabkan tumbangnya beberapa pusat kebugaran tersebut?

Masyarakat Beralih ke Olahraga Outdoor?

Sudah genap satu tahun sejak Annisa, perempuan muda berusia 29 tahun asal Kota Tangerang Selatan, mengakhiri masa keanggotaannya di salah satu gym yang berlokasi di pusat perbelanjaan atau mall yang berlokasi tak jauh dari rumahnya. Kepada Tirto, Annisa bercerita bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ia menghentikan keanggotaannya di salah satu tempat gym yang cukup premium tersebut.

“Setelah aku coba nge-gym di mall gitu, kurang efektif. Ribet, karena harus cari parkir, naik ke lantai atas, dan lain sebagainya. Selain itu, setelah aku hitung-hitung, gak worth it juga. Biaya membership-nya terlalu mahal dan harus bayar full setahun, sementara dalam praktiknya, kita nge-gym seminggu paling banyak tiga hari aja,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (4/7/2025).

Annisa juga bilang, salah satu faktor utama lain adalah karena seiring berjalannya waktu, ia merasa lebih nyaman untuk melakukan aktivitas olahraga di luar ruangan (outdoor). Sejak setahun terakhir ia mulai menggandrungi cabang olahraga lari.

Ilustrasi Run Test

Ilustrasi Run Test. foto/istockphoto

Keputusan Annisa yang mengaku lebih memilih olahraga di luar ruangan, juga terpotret pada laporan survei Populix. Menurut survei Populix, 90 persen responden mengaku lebih memilih berolahraga di luar lapangan. Apabila diurutkan sesuai popularitasnya, kategori ini dipimpin oleh cabang olahraga lari (44 persen), diikuti bersepeda (32 persen), berenang (27 persen), lalu latihan kebugaran (26 persen).

“Pertama, lari itu lebih fleksibel buat aku, waktunya bisa kapan aja misal pas pulang kantor. Terus ada faktor FOMO (Fear Of Missing Out) juga, karena sejak ikut komunitas lari, lebih seneng buat olahraga di luar ruangan. Ngerasa lebih sehat juga kan keringatnya lebih banyak tuh, kalo nge-gym kan di ruangan AC,” ujarnya.

Meski begitu, ia menyangkal ketika ditanya alasan berpindah dari olahraga di pusat kebugaran ke lari adalah karena faktor biaya. Ia turut mengomentari, tutupnya sejumlah pusat kebugaran akhir-akhir ini. Menurutnya, sejumlah gym yang bangkrut itu adalah gym dengan status premium dengan harga membership yang cukup tinggi. Sehingga, mungkin perusahaan tersebut barangkali kalah saing dengan sejumlah gym baru yang lebih terjangkau.

“Gak juga (soal biaya), memang di gym tempatku kemarin itu mahal. Cuma, kan ini lari peralatannya mahal juga jadi sama aja. Kalo mereka tutup itu kayanya karena kalah saing aja deh, sekarang banyak yang lebih murah,” pungkasnya.

Faktor Bisnis Berpengaruh

Guru Besar Ilmu Olahraga dari Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Djoko Pekik Irianto, M.Kes, menilai tutupnya sejumlah pusat kebugaran di Jakarta tidak dapat dilepaskan dari kemungkinan adanya pergeseran tren olahraga di masyarakat.

Ia menilai, preferensi terhadap olahraga luar ruangan seperti lari, bersepeda, atau aktivitas fisik lainnya yang tidak membutuhkan biaya keanggotaan memang bisa menjadi salah satu faktor yang memengaruhi.

Ilustrasi Bersepeda

Ilustrasi Bersepeda. FOTO/iStockphoto

Selain itu, Prof. Djoko juga menyorot adanya faktor regulasi yang turut membebani industri kebugaran, khususnya di wilayah DKI Jakarta seperti kebijakan Pemerintah Provinsi yang memasukkan pajak pusat kebugaran dalam kategori pajak hiburan.

“Olahraga outdoor banyak dipilih oleh masyarakat karena memiliki kelebihan, yakni tidak membosankan. Ditambah, kebijakan Pemprov DKI menarik pajak usaha pusat kebugaran (gym) sebagai pajak hiburan memberatkan pengusaha gym,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (4/7/2025).

Terpisah, pandangan berbeda diberikan oleh dokter spesialis kedokteran olahraga, dr. Antonius Andi Kurniawan, Sp.KO. Ia menilai, meningkatnya popularitas olahraga luar ruangan seperti lari, padel, atau tenis, tidak serta-merta menjadi penyebab utama menurunnya minat masyarakat terhadap pusat kebugaran.

Dokter Andi menilai bahwa fenomena tutupnya sejumlah pusat kebugaran belakangan ini lebih relevan dikaitkan dengan segmentasi industri fitness itu sendiri. Ia mencontohkan, gym dengan harga terjangkau dan segmentasi market kelas menengah dan bawah justru semakin menjamur akhir-akhir ini.

Ilustrasi Gym

Ilustrasi Gym. foto/istockphoto

“Kalau melihat industri gym yang menengah ke bawah ya, artinya seperti FitHub, FTL itu lumayan cukup menjamur. Kalau di Jakarta mungkin setiap kecamatan ada satu gitu ya. Jadi, saya rasa (industri gym) dengan membership yang murah itu, ya mungkin terjangkau buat halangan yang menengah ke bawah masih bertahan,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (4/7/2025).

Keberadaan gym-gym ini menjadi alternatif yang lebih terjangkau bagi masyarakat kelas menengah, dibandingkan dengan pusat kebugaran yang masuk kategori premium seperti dalam kasus Gold's Gym. Meski demikian, ia memberikan catatan terhadap menjamurnya pusat kebugaran dengan harga terjangkau tersebut.

"Jadi oke mereka menyediakan gym yang murah, harga terjangkau, tetapi apakah kualitasnya, kualitas alat, kualitas layanan, kualitas personal trainer itu juga mempunyai kualitas yang baik atau tidak. Jangan sampai mereka tidak terdidik dengan baik atau tidak terlatih sehingga malah menimbulkan cedera. Itu juga menjadi tantangan atau pertanyaan buat saya sebagai spesialis kedokteran olahraga,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait GYM atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - Olahraga
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Farida Susanty