Menuju konten utama

Ironi Corona Jawa Timur: Tes Masif, Kematian Tinggi & Faskes Minim

Tingginya temuan kasus Corona di Jawa Timur tak diimbangi dengan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai.

Ironi Corona Jawa Timur: Tes Masif, Kematian Tinggi & Faskes Minim
Warga antre untuk mengikuti tes diagnostik cepat (Rapid Test) COVID-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Ngagel, Surabaya, Jawa Timur, Senin (8/6/2020). Badan Intelijen Negara (BIN) terus melakukan tes diagnostik cepat (Rapid Test) dan tes usap (Swab Test) COVID-19 terhadap warga Kota Surabaya sejak Jumat (29/5/2020). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/wsj.

tirto.id - Tes COVID-19 berlangsung massal di Jawa Timur. Badan Intelijen Negara (BIN) secara khusus membantu Surabaya mendeteksi COVID-19 selama 23 hari.

Total rapid test dari BIN sebanyak 34.021 dengan hasil reaktif 4.603 selama 29 Mei-20 Juni di 23 lokasi. Bersama pasien reaktif dari pengetesan puskesmas berjumlah 4.637 orang, mereka lalu menjalani tes swab, hasilnya ditemukan 1.702 positif COVID-19.

Wali Kota Surabaya Tri Rismharini mengklaim sepeninggal BIN dari daerahnya, kasusnya menurun. Faktanya kurva COVID-19 seperti pelana kuda. Kasus turun dari 105 per 20 Juni jadi 56, tapi menanjak lagi jadi 143 per 22 Juni lalu turun berturut-turut per 23-24 Juni jadi 107 dan 84 kasus.

Tingginya hasil pengetesan menempatkan Surabaya sebagai episentrum baru setelah Jakarta. Ada klaster besar di Surabaya seperti penularan virus SARS-CoV-2 dari Jemaah Tabligh, pabrik rokok PT HM Sampoerna hingga sejumlah pasar.

Ironi Tes Massal

Jawa Timur kini runner up COVID-19 Indonesia dengan 10.298 (21,1 persen). Di urutan pertama DKI Jakarta dengan 10.404 kasus (21,4 persen). Urutan ketiga Sulawesi Selatan dengan 4.194 kasus (8,5 persen).

Total COVID-19 Indonesia per 24 Juni mencapai 49.009, dengan 19.658 kasus sembuh dan 2.573 meninggal. Berdasar laporan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 kasus tertinggi kemarin berasal dari Jawa Timur dengan 183.

Jumlah kasus meninggal di Jawa Timur 750 (7,28 persen), lebih tinggi dari angka kematian DKI Jakarta 602 (5,78 persen) dan persentase kematian nasional 5,25 persen.

Tingkat kematian tinggi menunjukkan buruknya fasilitas kesehatan di Jawa Timur untuk pasien COVID-19. Menurut epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo masifnya tes di Jawa Timur berbanding terbalik dengan kesediaan fasilitas kesehatan. Di antaranya ada kekurangan kasur, ventilator dan ruang perawatan bertekanan negatif, hingga tenaga kesehatan.

“Ibaratnya di hulu ini penuh, di hilir ini kebanjiran. Pasien gejala berat harus antre dan akhirnya meninggal tak bisa ke rumah sakit. Yang di rumah sakit justru gejalanya ringan,” ungkap Windhu kepada Tirto, kemarin.

Buruknya penanganan COVID-19 di Jawa Timur ‘memaksa’ pemerintah pusat turun tangan. Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto menyatakan kesanggupannya membantu penambahan dokter ke RSUD dr Soetomo Surabaya untuk penanganan COVID-19, demikian dikutip dari Antara.

Dokter di RSUD dr Soetomo berkurang karena ada 12 terpapar Corona, sehingga harus dikarantina, termasuk ada perawat positif. Dampaknya RSUD kewalahan menangani pasien Corona. Tahap bantuan pertama, Terawan mengirim dokter kemudian perawat.

Kondisi perawat di Jawa Timur banyak terpapar Corona bukan di ruang gawat darurat, melainkan poliklinik.

Menurut data Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur, ada 124 perawat positif Corona per 24 Juni, 60 persennya bertugas di puskesmas. Dari jumlah itu, ada 9 perawat meninggal, sebagaimana dikutip dari Antara.

Saat ini Kota Surabaya tanpa PSBB setelah masa transisi berakhir 14 hari yakni pada 23 Juni. Sebelumnya PSBB di Surabaya berlangsung selama tiga sesi akhir April.

Menkes Terawan saat berada di Surabaya menyebutkan PSBB sudah cukup, sehingga tak diperlukan lagi. Menurutnya, metode untuk menertibkan masyarakat bisa menggunakan nama selain PSBB.

Infografik Responsif

Infografik Langkkah Jokowi Menuju New Normal. tirto.id/Sabit

Berharap Jokowi Satukan Risma-Khofifah

Di luar minimnya fasilitas kesehatan, penanganan Corona di Jawa Timur semakin runyam karena lemahnya koordinasi antara Pemkot Surabaya dengan Pemprov Jatim. Risma dan Khofifah kerap bersilang pendapat dalam penanganan Corona. Dampaknya kebijakan mereka kontraproduktif.

Salah satunya terdapat dalam aturan pembatasan sosial skala besar (PSBB). Pemprov Jawa Timur mengeluarkan peraturan gubernur dengan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Sedangkan Pemkot Surabaya tanpa ada sanksi bagi pelanggar PSBB.

Perbedaan pendapat tajam antara Risma dan Khofifah ‘memaksa’ Presiden Joko Widodo ke Jawa Timur hari ini, Kamis, 25 Juni 2020. Ini adalah kunjungan Jokowi keluar Jakarta dan Bogor kali pertama sejak pandemi COVID-19, bila Istana tak membatalkan.

Windhu Purnomo berharap Jokowi mampu menyatukan kebijakan dua pemimpin kunci di Jawa Timur agar penanganan Corona satu komando.

“Kalau jalan sendiri-sendiri, hasilnya gak keruan. Peran Presiden di Jatim itu sentral, karena reagen dan alat tes bergantung pusat,” ungkapnya.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz