Menuju konten utama

Indonesia Kekurangan 58 Juta Tenaga Kerja Terlatih Bersertifikat

Indonesia masih kekurangan jutaan tenaga kerja terlatih serta bersertifikat sesuai profesi. 

Indonesia Kekurangan 58 Juta Tenaga Kerja Terlatih Bersertifikat
Sejumlah siswa SMKN 2 mengikuti ujian kompetensi keahlian sebagai bagian dari Ujian Nasional, di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (8/3). Hasil ujian kompetensi keahlian, baik teori dan praktik, berguna bagi peserta didik SMK sebagai indikator ketercapaian standar kompetensi kelulusan, dan modal informasi kemampuan sebagai calon tenaga kerja berdaya saing tinggi setelah lulus sekolah. ANTARA FOTO/FB Anggoro.

tirto.id - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, 66 persen angkatan kerja Indonesia hanya memiliki latar belakang pendidikan SMP hingga SD ke bawah. Memasuki era revolusi industri 4.0, keahlian buruh dan angkatan kerja harus ditingkatkan.

Sugeng Bahagijo Direktur Eksekutif International NGO Forum for Indonesia (Infid)--organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam bidang pembangunan di Indonesia--menilai negara ini masih kekurangan tenaga kerja terampil. Selain itu ada ketidakcocokan antara materi pelajaran di sekolah dengan kondisi nyata dunia kerja di era industri keempat.

"Solusinya jelas kita harus menambah volume vokasi dan pemagangan," kata Sugeng di Jakarta (04/05/2018).

Sugeng menjelaskan, untuk menjadi negara maju, Indonesia masih kekurangan 58 juta tenaga terlatih bersertifikat. Lantaran itu, Indonesia harus melahirkan sekitar 2 juta tenaga terlatih bersertifikat tiap tahun.

Untuk mencapai target itu, Sugeng mengatakan, Indonesia sudah punya modal fiskal yang cukup baik yaitu anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari APBN.

"Tinggal political will-nya saja," kata Sugeng.

Untuk itu Sugeng mengatakan pemerintah harus menggenjot upaya peningkatan keahlian agar angkatan kerja Indonesia memiliki setidaknya satu keahlian bersertifikat.Caranya pemerintah bisa melakukan sendiri atau berkolaborasi dengan industri.

Sugeng mengimbuhkan, pemerintah sebenarnya sudah melakukan hal serupa untuk warga dengan tingkat pendidikan tinggi yakni lewat beasiswa LPDP. Namun, yang diperlukan saat ini adalah upaya serupa dengan sasaran angkatan kerja dengan pendidikan minim atau tidak punya keahlian atau pendidikan

"Sekarang kita untuk pendidikan tinggi punya LPDP, bagus. Tapi untuk yang [angkatan kerja] 60 persen di bawah SMA apakah ada? Tidak ada, jadi Kita perlu LPDP tapi khusus vokasi, untuk bekerja, untuk profesi, tenaga kerja terampil," kata Sugeng.

Salah Paham Soal Skilled dan Unskilled

Sementara itu Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang ketenagakerjaan Bob Azam melihat masih ada salah kaprah di tengah masyarakat soal tenaga kerja skilled dan unskilled.

"Orang kalau lihat orang bawa folklift itu tenaga kasar, kalau lihat orang celemotan dibilang tenaga kasar [...] Jadi kalau yang di office pake jas pake dasi itu skill worker. Salah," kata Bob di Jakarta (04/05/2018).

Padahal menurut Bob, yang dimaksud tenaga kerja skilled adalah tenaga kerja terlatih dan bersertifikat. Lebih lanjut ia menyebut produktivitas seorang tenaga kerja skilled jauh melampaui tenaga kerja unskilled.

Menurutnya saat ini Indonesia punya jumlah angkatan kerja yang tinggi, tapi kebanyakan tidak terlatih. Untuk itu Bob mengatakan pemerintah harus menyiapkan anggaran untuk melatih warga negara, selain itu pemerintah pun menyiapkan fasilitas pelatihan dan melihat jenis keahlian yang sedang dan akan diperlukan.

Baca juga artikel terkait TENAGA KERJA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Agung DH