tirto.id - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan The Council of Saudi Arabia Chamber of Commerce telah menyepakati empat bentuk kerja sama. Penandatanganan empat perjanjian kerja sama itu dilakukan saat berlangsungnya forum bisnis antara keduanya yang digelar pada Kamis (2/3/2017) di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.
“Nilai MoU ini totalnya kurang lebih US$ 2,4 miliar [setara dengan Rp32,07 triliun]. Adapun salah satu kesepakatannya adalah Wijaya Karya dengan salah satu perusahaan Arab Saudi akan membangun 8.000 perumahan beserta fasilitas infrastrukturnya,” ujar Ketua Umum Kadin, Rosan P. Roeslani.
Selain kerja sama proyek yang akan dimulai tahun depan tersebut, tiga kerja sama lain merupakan kesepakatan investasi di sejumlah sektor lain, seperti pembangkit listrik bio mass, sarana kesehatan, dan investasi jasa perjalanan haji dan umrah. “Untuk yang pembangkit listrik bio mass, nilainya sekitar US$ 100 juta,” tambahnya.
Rosan pun menaruh harapan besar pada perjanjian kerja sama ini. Ia berharap Arab Saudi dapat terlibat dalam upaya pembangunan infrastruktur yang tengah gencar dilakukan pemerintah Indonesia.
“Kami juga tengah mengembangkan sejumlah kawasan industri di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu kesempatan besar ada pada sektor listrik, karena Pemerintah Indonesia meluncurkan program pembangunan proyek listrik 35.000 MW selama sepuluh tahun ke depan,” kata Rosan.
“Oleh karena itu, kami mengundang Kerajaan Arab Saudi untuk dapat mengambil bagian dalam proyek pembangunan di Tanah Air, dengan memasukkan investasi di beberapa sektor, seperti infrastruktur, industri manufaktur, pariwisata, pembangkit listrik, dan energi terbarukan,” kata Rosan menambahkan.
Seperti diungkapkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, momen kedatangan Raja Salman bin Abdul Aziz Al-Saud ke Indonesia memang menjadi ajang untuk mendongkrak kembali neraca perdagangan antara Indonesia dan Arab Saudi. Meskipun nilai ekspor nonmigas dan gas ke Arab Saudi pada 2011-2015 tercatat sebesar 1,83 miliar dollar AS per tahun, namun hubungan dagang antara kedua negara terbilang menurun belakangan ini. Merosotnya kualitas kerja sama tersebut, di antaranya disebabkan oleh harga komoditas di pasar dunia yang turun dan gejolak politik global.
“Pada dasarnya kesepakatan dilakukan untuk mengejar ketertinggalan kita dalam hubungan dagang dua negara. Ada kekosongan dalam turunnya neraca perdagangan, meskipun itu juga karena harga minyak turun dan kondisi ekonomi global,” ujar Enggartiasto.
Selain bekerjasama dalam sektor perminyakan, Enggartiasto juga sempat menyebutkan bentuk kerja sama yang akan ditingkatkan, yakni dalam sektor otomotif. “Karena begitu besar potensinya, kami mulai dari manufaktur otomotif, seperti mobil. Pada dasarnya itu memiliki nilai tambah,” kata Enggartiasto lagi.
Setelah nota kesepahaman (MoU) ditandatangani kedua pihak, tahap berikutnya adalah proses pengimplementasiannya. Ketua Komite Timur Tengah Kadin Fachry Thaib berujar meskipun pihaknya optimistis dengan kesepakatan yang telah tercapai, namun dirinya juga tidak mengelak kalau proses implementasi butuh waktu yang relatif lama. “Ya, mudah-mudahan berjalan. Tapi itu kan makan waktu,” ujar Fachry.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto