Menuju konten utama

Indikator Uji Emisi: Kadar Karbon Monoksida, Hidrokabon dan HSU

Indikator uji emisi mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 8 tahun 2023.

Indikator Uji Emisi: Kadar Karbon Monoksida, Hidrokabon dan HSU
Petugas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melakukan uji emisi di kawasan Terminal Blok M, Jakarta, Jumat (25/8/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id - Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta, Erni Pelita Fitratunnisa memaparkan sejumlah indikator yang akan menjadi penilaian saat uji emisi kendaraan.

"Indikator uji emisi mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 8 tahun 2023," ujar perempuan yang akrab disapa Fitri tersebut kepada reporter Tirto, Jumat (13/10/2023).

Uji emisi dibagi atas dua klasifikasi, yakni kendaraan berbahan bakar bensin dan kendaraan berbahan bakar diesel.

Dalam Permen LHK Nomor 8 tahun 2023, penerapan baku mutu emisi kendaraan berbahan bakar bensin dan berbahan bakar diesel di bagi atas tiga kategori yakni kategori M, kategori N, dan kategori O.

"Untuk kendaraan berbahan bakar bensin yang jadi parameter penilaiannya Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) sementara untuk kendaraan berbahan bakar diesel penilaiannya opasitas dalam satuan persen HSU (Hartridge Smoke Unit)," jelas Fitri.

Untuk kendaraan bahan bakar bensin kategori M yang diproduksi di bawah tahun 2007 kandungan CO maksimal 4 persen dan HC 1000 ppm, produksi tahun 2007-2018 kandungan CO maksimal 1 persen dan HC 150 ppm, dan kendaraan yang diproduksi di atas tahun 2018 kandungan CO maksimal 0,5 persen dan HC 100 ppm.

Sementara kendaraan bahan bakar bensin kategori N dan O yang diproduksi di bawah tahun 2007 kandungan karbon monoksida (CO) maksimal 4 persen dan HC 1000 ppm, produksi tahun 2007-2018 kandungan CO maksimal 1 persen dan HC 150 ppm, dan kendaraan yang diproduksi di atas tahun 2018 kandungan CO maksimal 0,5 persen dan HC 100 ppm.

Kemudian, untuk kendaraan berbahan bakar diesel dengan berat di atas 3,5 ton yang diproduksi di bawah tahun 2010 opasitasnya 65 persen HSU, yang diproduksi tahun 2010-2021 opasitasnya 40 persen HSU, sementara yang diproduksi di atas tahun 2021 opasitasnya 30 persen HSU.

"Untuk kendaraan berbahan bakar bensin metode ujinya dalam kondisi diam (idle). Kalau kendaraan berbahan bakar diesel metode ujinya percepatan bebas," ucap Fitri.

Lebih lanjut, Fitri menerangkan langkah yang harus dilakukan pengendara yang ingin melakukan uji emisi untuk kendaraannya.

"Bagi pemilik yang ingin menguji kendaraan bermotornya, bisa langsung datang ke tempat uji emisi dengan membawa kendaraan dan STNK," tuturnya.

Pertama, buka aplikasi JAKI di ponsel. Ketik kata emisi di kolom pencarian. Lalu, muncul rekomendasi dan pemilik kendaraan bisa segera mendaftarkan uji emisi. Selanjutnya, pemilik kendaraan bisa melihat lokasi tempat uji emisi.

Bagi kendaraan yang tidak lolos uji emisi akan dikenakan denda. Bagi pemilik kendaraan roda dua dikenakan denda sebesar Rp250 ribu dan pemilik kendaraan roda empat dikenakan denda sebesar Rp500 ribu.

Tidak hanya denda, Fitri mengatakan bahwa kendaraan roda empat yang tidak lolos uji emisi juga akan dikenakan wajib bayar parkir Rp7.500 per jam.

"Itu berlaku di lokasi-lokasi parkir yang sudah menerapkan disinsentif parkir," jelas Fitri.

Baca juga artikel terkait UJI EMISI KENDARAAN atau tulisan lainnya dari Iftinavia Pradinantia

tirto.id - Otomotif
Reporter: Iftinavia Pradinantia
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Gilang Ramadhan