tirto.id - Koordinator Advokasi Rumah Cemara, Subhan Panjaitan mengatakan penanganan penyalahgunaan narkoba dan perdagangan gelap di Indonesia melalui jalan rehabilitasi dinilai masih ambigu. Sebab, indikator keberhasilannya belum jelas.
Hal itu disampaikannya dalam rangka Hari Internasional Melawan Penyalahgunaan Narkoba dan Perdagangan Gelap (International Day Against Drug Abuse and Illicit Trafficking) yang diperingati setiap 26 Juni.
"Sampai pada saat ini belum jelas indikator keberhasilan rehabilitasi itu apa. Kalau indikator keberhasilan rehabilitasi itu adalah berhenti dari penggunaan, maka seharusnya tiap tahun ada evaluasi dong berapa pasien yang bisa berhenti dari penggunaan rehabilitasi. Sampai saat ini kan enggak ada data yang keluar," ujar Subhan di Jakarta pada Selasa (26/6/2018).
Namun, menurutnya, untuk memastikan pasien rehabilitasi berhasil berhenti sebagai pengguna narkoba itu hampir mustahil.
Sebab, kalau pasien selesai menjalankan program rehabilitasi, misalnya 1 Januari 2017, maka kewajiban lembaga rehabilitasi melakukan monitoring terhadap yang bersangkutan hanya 6 bulan hingga 1 tahun, yaitu maksimal pada 1 Januari 2018.
"Kalau selama 1 tahun itu dia berhenti, kami anggap berhasil. Kalau tahun berikutnya dia kembali kambuh dan ketangkap, maka dicoret data tersebut. Nah, ini yang sebenarnya masih rancu," ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya tolok ukur keberhasilan dari rehabilitasi perlu dikaji ulang oleh pemerintah.
"Saya pernah bekerja direhabilitasi kurang lebih 10-12 tahun milik pemerintah. Lalu, tempat rehabilitasi saya sendiri pun tidak mengeluarkan data tersebut karena memang enggak mungkin terdata," ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa salah satu opsinya adalah pemerintah menggunakan indikator peningkatan kualitas hidup dalam keberhasilan rehabilitasi, sebagaimana yang digunakan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan yang diadopsi oleh Rumah Cemara.
Ia menerangkan dengan indikator peningkatan kualitas hidup, tidak menitik beratkan pada masih atau tidak pasien rehabilitasi menjadi pemakai. Perhatiannya adalah pada masalah pekerjaan, hubungan sosial, keluarga, pendidikan, dan produktivitas lainnya. Tingkat kualitas hidup pasien diukur dari awal, tengah, dan akhir masa rehabilitasi.
"Satu tahun kemudian kita ukur kembali, jadi dari awal ada peningkatan enggak. Saya pikir itu jauh lebih berbasis bukti, datanya jauh lebih konkret, dari pada menghitung kancing yang kambuh berapa yang enggak berapa. Sampai saat ini kan masih sistem menghitung kancing," ujarnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dipna Videlia Putsanra