Menuju konten utama

India Juara Satu Buang Hajat Sembarangan, Indonesia Nomor Dua

India berusaha keluar dari masalah klasik: budaya buang air besar sembarangan. Indonesia bisa menirunya usahanya.

India Juara Satu Buang Hajat Sembarangan, Indonesia Nomor Dua
Terbatasnya askses sanitasi bersih memaksa sebagian warga New Delhi, India menggunakan saluran pembuangan limbah sebagai fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK). FOTO/AP

tirto.id - Bagi sebagian orang, toilet bisa jadi sekadar perkara sepele. Namun, bagi Perdana Menteri India Narendra Modi, toilet jadi satu dari beberapa perkara paling penting dalam hidupnya selama empat tahun terakhir.

Pada 2 October 2014 lalu, Narendra Modi mengumumkan sebuah inisiatif unggulan yang akan dijalankan di seluruh India: Swachh Bharat Abhiyan, yang jika diterjemahkan secara harafiah berarti Gerakan India Bersih. Sejelas namanya, tujuannya satu: membuat India menjadi negara yang bersih dan higienis.

Terlihat hiperbolis? Ternyata tidak. Inisiatif ini tidak main-main. Di India, masalah kebersihan sudah jadi hal yang memprihatinkan dan problem terbesarnya adalah urusan tinja.

World Health Organisation (WHO) mencatat, setidaknya sebanyak 626 juta orang di India pada 2012 buang hajat di tempat terbuka; di rerumputan, semak, atau sungai. Jumlah itu luar biasa besar, mengingat populasi total India adalah sekitar 1,3 milyar jiwa.

Angka itu menempatkan India di peringkat teratas sebagai negara dengan orang yang paling banyak melakukan praktik buang hajat sembarangan. Jumlah itu juga lebih dari dua kali lipat total orang yang melakukan praktik yang sama di 18 negara lainnya.

Yang cukup mencengangkan, praktik ini telah berlangsung bahkan sejak sebelum India merdeka pada 1947. Tak heran, Mahatma Gandhi pernah berkata, “Sanitasi lebih penting daripada kemerdekaan,” demikian tulis National Geographic.

Oleh Modi, Swachh Bharat, yang terinspirasi dari sikap Gandhi, ingin dijadikan semacam sarana pengingat untuk mengingat sang bapak bangsa. “India yang bersih akan menjadi penghargaan terbaik yang dapat diberikan India kepada Mahatma Gandhi pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-150 di 2019,” jelas Modi.

Program ini ditargetkan akan mengakhiri kebiasaan buang air besar sembarangan pada 2019. Modi menargetkan untuk membangun 100 juta toilet.

Problem Krusial

Dari sudut pandang kesehatan, buang hajat sembarangan tak bisa dianggap remeh.

Lingkungan yang tercemar oleh tinja rentan akan penyebaran sejumlah penyakit, termasuk diare, kolera, demam tifoid, demam paratifoid, disentri penyakit cacing jambang, ascariasis, hepatitis A dan E, penyakit kulit, trakhoma, schistosomiasis, cryptosporidiosis, dan malnutrisi.

Potensi penularan lebih tinggi di kawasan beriklim tropis, terutama karena lalat. Jika orang buang hajatnya sembarangan, lalat berpotensi melakukan kontak dengan tinja manusia untuk menempatkan telurnya pada tinja, sebab tinja mengandung bahan-bahan yang dapat menjadi makanan lalat.

Menurut UNICEF dan WHO, diare dan malnutrisi adalah problem kesehatan yang paling serius dan jamak ditemui di lingkungan yang warganya gemar buang hajat sembarangan. Diare menyumbang 9 persen dari angka kematian anak berusia di bawah lima tahun.

Diare akut yang berkepanjangan dapat secara permanen mengubah bentuk usus anak sehingga mempersulit penyerapan nutrisi dan meningkatnya resiko stunting (pertumbuhan terhambat), bahkan kematian.

Masih menurut National Geographic, diare di India telah membunuh setidaknya 117.000 anak di bawah lima tahun setiap tahunnya. Pada 2016, 39 persen anak India di bawah lima tahun mengalami stunting.

Dalam penelitian Dean Spears dkk yang bertajuk "Open Defecation and Childhood Stunting in India: An Ecological Analysis of New Data from 112 Districts" (2013), disebutkan bahwa kegagalan mengurangi stunting dapat membatasi prospek pengembangan individu. Dampaknya sangat buruk bagi produktivitas ekonomi sehingga makin membatasi prospek pembangunan negara-negara berpenghasilan rendah.

Infografik India dan tinja

Belajar dari India

Empat tahun berselang, India cukup sukses mengakhiri kultur buang air sembarangan, setidaknya secara statistik.

Menteri Keuangan India Arun Jaitley dalam opininya yang dimuat di The Economic Times pada Rabu (19/9) mengklaim, ”Cakupan sanitasi di perdesaan India telah meningkat dari 39% pada tahun 2014, saat Swachh Bharat diluncurkan, hingga lebih dari 93% hari ini.”

Pencapaian itu luar biasa, mengingat gerakan ini masih menyisakan waktu satu tahun lagi. Apa yang membuat India sedemikian pesat? Setidaknya ada beberapa langkah yang dilakukan oleh Modi.

Pertama, gerakan Swachh Bharat melibatkan seluruh lapisan masyarakat India. Tidak hanya pegawai pemerintah, namun juga pemimpin agama, olahragawan, para pemilik bisnis, pemimpin agama hingga selebriti Bollywood.

Modi bahkan mengirimkan setidaknya 2000 surat khusus untuk sejumlah besar figur, termasuk Sri Sri Ravi Shankar, Sachin Tendulkar, Sadguru Jaggi Vasudev, Akshay Kumar, dan Amitabh Bachchan, untuk mendukung gerakan ini.

Menurut Jaitley, kampanye ini telah mendorong masyarakat India untuk semakin familiar dengan toilet. Tahun lalu, Bollywood bahkan memproduksi film drama romantis yang berpusat pada isu toilet yang berjudul Toilet, a Love Story.

Kedua, Modi meminta seluruh negara bagian India untuk menyebut toilet-toilet yang didirikan di bawah inisiatif ini sebagai “Izzat Ghar” yang berarti "ruang bermartabat".

“Ini praktik yang baik untuk menanamkan rasa bermartabat dan kebanggaan seluruh keluarga terhadap toilet mereka. Dampaknya juga positif untuk penggunaan [toilet],” kata Modi.

Sebutan ini perkara penting, sebab di India toilet mampu melindungi perempuan dari risiko perkosaan. Di India, sejumlah kasus perkosaan terhadap perempuan terjadi ketika mereka akan membuang hajat di tempat terbuka.

WHO mencatat, angka praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di India pada tahun 2015 turun menjadi sekitar 522 juta.

Anda merasa capaian India tidak penting? Tunggu dulu. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, India merupakan negara nomor satu untuk urusan buang hajat sembarangan. Rupanya, Indonesia ada di peringkat dua.

Menurut WHO, pada tahun 2015, terdapat sekitar 32 juta orang Indonesia yang masih buang hajat di tempat terbuka.

Namun, komitmen Indonesia untuk mengakhiri fenomena BABS masih tertinggal jauh dari India, meski data dari UNICEF menunjukkan peningkatan perbaikan sanitasi.

Februari lalu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, kemajuan Indonesia dalam proyek sanitasi hanya mencapai 62 pada Desember 2017. Kemajuan ini terasa jauh lebih lambat jika dibandingkan dengan pemenuhan proyek-proyek infrastruktur seperti jalan tol dan perumahan rakyat yang mencapai lebih dari 90 persen.

“Proyek air minum dan sanitasi membutuhkan partisipasi masyarakat dan dukungan menyeluruh dalam anggaran negara,” kata Hadimuljono, seperti dilansir dari The Jakarta Post.

Padahal, secara ekonomi, sanitasi yang buruk menyebabkan Indonesia merugi Rp56 triliun. Lebih dari setengahnya dialokasikan untuk biaya kesehatan.

Indonesia bukannya tanpa inisiatif. Pemerintah bersama UNICEF, misalnya, telah membuat kampanye nasional Tinju Tinja untuk mempromosikan hidup higienis dan manfaat sanitasi yang baik. Namun, gaung kampanye aksi ini tidak terlalu terdengar.

Di sisi lain, India sendiri masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Meski telah sukses dari segi infrastruktur, yang masih jadi PR adalah memaksimalkan penggunaan toilet-toilet tersebut.

Seperti dilaporkan oleh The Economic Times, masalah kultur dan budaya, termasuk kebiasaan orang untuk buang hajat di tempat terbuka, masalah kasta, serta problem penyalahgunaan dana terus menghantui Swachh Bharat.

Meski demikian, India telah membuktikan bahwa mereka berhasil maju selangkah dari masalah yang menjerat mereka puluhan tahun. Bisakah Indonesia meneladani India?

Baca juga artikel terkait INDIA atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Windu Jusuf