tirto.id -
"Gonjang-ganjing akibat perang dagang 2.0 menyebabkan PHK massal, neraca perdagangan tertekan, dan tekanan fiskal yang semakin berat," jelas Esther dalam Kajian Tengah Tahun INDEF 2025, Rabu (2/7/2025).
Kondisi ini menyempitkan ruang fiskal pemerintah untuk melakukan investasi produktif yang bisa mendongkrak pertumbuhan. "Belanja kementerian/lembaga dan transfer ke daerah akan berkurang. Ini tidak hanya tantangan nasional tapi juga berdampak luar biasa di tingkat daerah," ujarnya.
Pengetatan anggaran ini berpotensi menghambat berbagai program pembangunan di daerah yang justru penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Masalah lain yang tak kalah serius adalah ancaman terhadap kepercayaan publik. Esther mengkhawatirkan kebijakan ekonomi yang tidak berbasis data akurat dan terkesan mengakomodasi kepentingan tertentu.
"Maka saya takut, pertumbuhan ekonomi 8 persen tadi hanyalah mimpi belaka," pungkasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya telah melakukan koreksi target pertumbuhan 2025 dari 5,2 persen menjadi 5 persen.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































