tirto.id - Pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen, pada 1 April 2022. Kenaikan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP),
Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, Ajib Hamdani memperkirakan, kenaikan tarif PPN ini, akan membuat inflasi secara agregat ditetapkan pemerintah meningkat sampai akhir 2022. Target awal pemerintah sendiri inflasi berada di kisaran 3 persen.
“Dengan kenaikan tarif PPN ini, diprediksikan inflasi akan menjadi terdongkrak di kisaran 3,4 persen," kata Ajib kepada Tirto, Selasa (12/4/2022).
Pemerintah secara agresif telah mengeluarkan 12 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan turunan. Di mana, masing-masing PMK mengatur pengenaan besaran PPN, Pajak Penghasilan (PPh) dan objek pajak baru.
Misalnya saja, kebijakan pemerintah menambah objek pajak baru atas transaksi bisnis masa kini dan masa depan, yaitu pengenaan PPN atas perdagangan aset kripto melalui PMK No. 68 tahun 2022.
Tarif PPN yang dikenakan untuk platform di luar Bappebti sebesar 0,22 persen, sedangkan untuk pedagang tercatat Bappebti dikenakan PPN sebesar 0,11 persen.
Selain kripto, pemerintah juga mengenakan PPN dan PPh terhadap pelaku jasa keuangan di platform fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online mulai 1 Mei 2022. Keputusan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
"Prinsip PPN ini adalah pajak yang dikenakan kepada pembeli akhir, sehingga efek dari kebijakan ini akan dirasakan oleh masyarakat luas,” kata Ajib.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz