tirto.id - Ustaz Arifin Ilham didiagnosis mengidap penyakit kanker getah bening dan kini tengah menjalani pengobatan di Penang, Malaysia. Sebelumnya, ayah dari selebgram Alvin Faiz tersebut sempat dirawat intensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) selama beberapa hari.
Seperti dilaporkan CNN Indonesia, pengobatan tetap dilakukan meski pendakwah asal Kalimantan itu telah dinyatakan sembuh. Ia terbang ke Negeri Jiran pada Kamis (10/01/2019).
Selain Arifin Ilham, pesohor negeri lain seperti Julia Perez dan Indra L. Burgman juga memilih Malaysia sebagai tujuan untuk mengobati penyakit yang mereka derita. Tempo menjelaskan bahwa Julia Perez menjalani perawatan kanker rahim di Penang, Malaysia selama tiga bulan. Sementara itu, aktor Indra L. Brugman menjalani operasi untuk mengobati maag akut yang ia rasakan selama hampir tiga tahun di Negeri Jiran tersebut.
Popularitas Medical Tourism
Pilihan para pesohor Indonesia untuk berobat ke Malaysia tak terlepas dari populernya wisata kesehatan atau medical tourism yang dikembangkan oleh pemerintah Negeri Jiran pada akhir tahun 1990-an. Suseela Devi Chandran, dkk dalam “Key Drivers of Medical Tourism in Malaysia” (2018) mengatakan bahwa wisata kesehatan merujuk pada aktivitas di mana orang pergi ke negara lain untuk memperoleh layanan dan fasilitas kesehatan sembari berkesempatan mengunjungi destinasi wisata.
Lewat kajian berjudul “Medical Tourism: Why Malaysia is a Preferred Destination” (2017), akademikus asal Universiti Teknologi MARA tersebut menjelaskan bahwa berobat berada di posisi lima daftar tujuan utama orang datang ke Malaysia pada 2015. Lebih lanjut, Suseela Devi Chandran mengatakan dari 2009 hingga 2015 wisatawan kesehatan meningkat dari angka 336.000 orang menjadi 850.000 pengunjung. Pendapatan sebanyak 900 juta ringgit Malaysia pun diraup pemerintah Negeri Jiran tahun 2015 dari wisata kesehatan.
Wisata kesehatan di Malaysia, menurut Suseela Devi Chandran, dkk, giat dipromosikan usai krisis ekonomi Asia pada 1997. Saat itu, pendapatan rumah sakit swasta menurun drastis sehingga banyak pengelola rumah sakit berusaha menarik perhatian pasien asing untuk menambah jumlah pasien lokal yang berkurang. Di tengah kondisi seperti itu, mereka juga sedang mencoba melakukan diversifikasi layanan kesehatan serta sektor pariwisata.
Bulan Januari 1998, pemerintah Malaysia lantas mendirikan the National Committee for the Promotion of Medical and Health Tourism (NCPMHT). Tujuannya didirikan badan ini adalah untuk membentuk kebijakan agar industri bisa tumbuh dengan cara mengidentifikasi negara sasaran yang cocok buat promosi wisata kesehatan, mengajukan insentif pajak yang sesuai, dan lain-lain.
Kini NCPMHT berubah menjadi Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC). Suseela Devi Chandran, dkk mengatakan bahwa baik rumah sakit swasta dan pemerintah berkolaborasi mempromosikan Malaysia sebagai destinasi wisata kesehatan sejak NCPMHT berdiri.
Menurut International Living, medical tourism ala Malaysia dilirik oleh pasien asing karena beberapa alasan. Wilayah seperti Penang dan Kuala Lumpur yang menjadi pusat wisata kesehatan dalam hal ini dilayani oleh maskapai penerbangan dari seluruh dunia.
Kedua daerah tersebut juga memiliki sistem transportasi publik yang apik sehingga akses terhadap fasilitas kesehatan menjadi mudah. Hotel dengan harga terjangkau, di sisi lain, turut tersedia dan visa yang berlaku selama tiga bulan sejak kedatangan pun bisa dipakai selama berobat di Negeri Jiran.
Serupa dengan harga hotel, pasien merogoh kocek lebih sedikit ketika berobat dibandingkan di negara lain, termasuk negara yang sama-sama mengembangkan wisata kesehatan seperti Singapura. Biaya operasi pengencangan seluruh wajah atau full face lift, misalnya, dipatok seharga $35.000 di Amerika.
Di Malaysia, pasien yang ingin menjalani tindakan serupa hanya perlu membayar setengah harga dari biaya di negeri Paman Sam. Jika ia ingin beristirahat sejenak pascaoperasi, sisa uang sebesar $10.000 buat tindakan masih bisa digunakan untuk menyewa hotel bintang lima.
International Living lebih lanjut juga mengatakan bahwa dokter yang praktek di rumah sakit di Malaysia merupakan lulusan S2 dari universitas di Inggris dan Amerika Serikat. Sebagai alumni kampus luar negeri, bahasa Inggris para tenaga kesehatan itu umumnya baik sehingga dapat melayani pasien asing. Selain itu, rumah sakit di Penang dan Kuala Lumpur telah menerima sertifikasi Joint Commision International (JCI). JCI dipandang sebagai penentu standar penyedia layanan kesehatan di seluruh dunia.
Apa yang dijabarkan International Living di atas sesuai dengan temuan penelitian Ahasanul Haque, dkk berjudul “Factors Determinant of Patients’ Satisfaction towards Health Tourism in Malaysia” (2018; PDF). Faktor seperti harga dan kualitas pelayanan kesehatan menjadi penentu kepuasan wisata kesehatan di Malaysia menurut 225 pasien berbagai rumah sakit di Kuala Lumpur.
Abdullah Sawar dalam “Medical Tourism in Malaysia: Prospect and Challenges” (2013) mengatakan bahwa peningkatan kualitas layanan kesehatan, costumer service yang baik, dan kelayakan strategi pemasaran menjadi tiga aspek yang dapat mendongkrak industri wisata kesehatan di Malaysia. Ia menjelaskan pemerintah Negeri Jiran, dalam hal ini, telah cukup melakukan pemasaran dengan efektif. Tapi, mereka perlu terbuka pada evaluasi jika ingin berkompetisi di bidang ini.
Terkait kualitas layanan kesehatan, sebagian besar pasien pun puas dengan pelayanan yang diberikan rumah sakit. Pengelola dengan kata lain berhasil menyediakan informasi yang benar pada pasien, memperbarui informasi pelayanan, dan memberikan layanan kelas dunia. Pasien dalam hal ini juga sadar akan jumlah uang yang mereka habiskan untuk perawatan kesehatan.
Meski begitu, Abdullah Sawar menemukan bahwa tingkat praktik costumer service tidak begitu tinggi di rumah sakit di Malaysia. Agar bisa bersaing di bidang wisata kesehatan, problem ini mesti dibenahi. Di sisi lain, ia juga mengusulkan agar promosi kisah kesuksesan medis sekaligus informasi tentang pelayanan kesehatan harus digalakkan. Hal ini dinilai dapat menarik pasien asing lebih banyak lagi.
Editor: Maulida Sri Handayani