tirto.id - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Daeng Mohammad Faqih mengatakan persoalan pemerataan tenaga medis khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), masih menjadi persoalan sampai dengan saat ini. Terutama di wilayah seperti NTT, Papua, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.
Padahal menurutnya, jika menggunakan rasio perhitungan dari World Health Organization yakni 1:2500 (1 dokter untuk 2500 jiwa), dengan jumlah dokter yang berada dalam catatan IDI sebanyak 172 ribu, dan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 265 jiwa per 2018 lalu. Menurutnya sudah terpenuhi kebutuhan dokter yang ada hingga wilayah-wilayah terpencil sekalipun.
"Tapi persoalannya terletak didistribusinya yang tidak rata. Banyak menumpuk di kota besar, Jakarta, Medan, dan lainnya," ujarnya kepada Tirto, Kamis (14/3/2019).
Melihat jumlah tenaga medisnya sudah tercukupi namun masih adanya wilayah yang belum terjangkau tangan dokter, Faqih menilai masalah ini karena belum terjaminnya insentif bagi para dokter tersebut, agar mau bekerja di daerah-daerah.
Dalam konteks ini, menurutnya pemerintah daerah dengan otonomi yang ada sebetulnya berkewajiban menjaga ketersediaan dokter di masing-masing daerahnya.
Termasuk untuk memberikan insentif di luar gaji pokok yang besarannya sekitar Rp2,7 juta per bulan.
"Tinggal pemerintah pusat berkordinasi kepada pemda. Harus ditekan terus itu. Kalau pemda tidak ditekan akan susah, tanya juga insentifnya bagaimana supaya kawan-kawan dokter termotivasi," ujarnya.
Selain insentif gaji, menurut Faqih ada hal yang perlu diperhatikan lagi. Terkait dengan jaminan rasa aman, jaminan kesehatan, dan jaminan pengembangan bagi keluarga dokter.
Faqih juga menjelaskan, ada kekhawatiran para dokter yang bekerja di daerah dengan insfrastuktur pendidikan yang belum memadai, bagaimana nasib anak-anak mereka.
Hal semacam ini yang menurut Faqih perlu diperhitungkan, memang caranya tidak dengan pemerintah membangun sekolah yang sesuai dengan kualitas kota, sebab hal tersebut memakan waktu proses yang panjang.
"Tapi bisa juga dijamin dengan insentif transportasi untuk aktifitas pendidikan keluarga si dokter, Kalau tidak dipikirkan, dokter akan terbebani dan akhirnya memutuskan untuk kembali, tidak bekerja di wilayah terluar itu lagi. Bagi saya itu manusiawi," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari