tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut bahwa proses verifikasi faktual terhadap partai calon peserta pemilu mestinya dapat dipantau langsung oleh masyarakat. Hal tersebut menurut Kurnia penting untuk menghindari adanya potensi praktik kecurangan yang dapat terjadi jika prosesnya dilakukan secara tertutup.
"Ketika ada ruang tertutup dalam proses verifikasi partai politik, maka dapat membuka celah terjadinya praktik-praktik kecurangan," kata Kurnia dalam konferensi persnya dipantau melalui kanal YouTube ICW, Minggu, 11 Desember 2022.
Kurnia mencabut sedikitnya ada dua kemungkinan kecurangan yang dapat terjadi jika verifikasi faktual partai calon peserta pemilu diselenggarakan secara tertutup.
"Pertama, misalnya partai politik yang tidak memenuhi syarat berupaya untuk (mengubah statusnya menjadi) memenuhi syarat dengan cara melanggar hukum misalnya, melakukan praktik-praktik korupsi seperti suap dan lain sebagainya kepada penyelenggara pemilu," kata Kurnia.
Yang kedua adalah kemungkinan adanya intervensi dari struktural penyelenggara Pemilu. Misalnya, dari KPU pusat kepada KPU di daerah untuk meloloskan partai-partai politik tertentu yang sebelumnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat. Hal ini, kata Kurnia, dapat melebar dengan lahirnya opresi terhadap petugas KPU di daerah.
"Misalnya, mengancam untuk merotasi pegawai-pegawai KPU di daerah, pengurangan anggaran atau bahkan ancaman untuk tidak memilih komisioner-komisioner KPU daerah dalam konteks pemilihan penyelenggara Pemilu tahun 2023 mendatang," kata Kurnia mencontohkan.
Kurnia menyebut bahwa proses verifikasi faktual terhadap partai calon peserta pemilu mestinya dapat dilaksanakan secara terbuka sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang undang-undang pemilu khususnya pasal 3 huruf F dan I berkaitan dengan prinsip terbuka dan akuntabel penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh KPU.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri