Menuju konten utama

Hukum Tidak Membayar Hutang Puasa Ramadhan & Hari Dilarang Qadha

Hukum jika seseorang tidak membayar hutang puasa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya dan apa saja hari ketika dilarang qadha puasa Ramadhan.

Hukum Tidak Membayar Hutang Puasa Ramadhan & Hari Dilarang Qadha
Ilustrasi Ramadhan. foto/IStockphoto

tirto.id - Bagaimana hukum jika seseorang tidak membayar hutang puasa Ramadhan hingga ia bertemu dengan Ramadhan berikutnya? Kapan batas waktu seorang muslim melakukan puasa qadha (puasa ganti) Ramadhan?

Puasa Ramadhan yang dilakukan sepanjang 29 atau 30 hari bulan Ramadhan, hukumnya wajib bagi umat Islam yang sudah mukallaf. Seorang muslim yang karena berbagai hal mendapatkan halangan (uzur) sehingga tidak bisa mengerjakan puasa pada hari-hari Ramadan dikenai kewajiban untuk mengganti puasa tersebut pada hari lain di luar bulan suci tersebut.

Sebagai contoh, seseorang yang sakit beberapa hari saat Ramadhan. Ia dapat membayar utang puasanya tersebut sejak 2 Syawal tahun Hijriah tersebut hingga Sya'ban tahun Hijriah berikutnya. Demikian pula seeorang perempuan yang mengalami haid saat Ramadan tiba. Ia dapat membayar utang puasa tersebut dalam rentang 11 bulan berikutnya.

Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah 183, " ... barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain".

Membayar utang puasa Ramadhan dengan batas bulan Syaban sebelum Ramadhan berikutnya, dapat merujuk pada riwayat dari jalur Aisyah, "Saya tidak pernah mengqadla ramadlan kecuali pada bulan Sya'ban sampai Nabi saw. wafat." (H.R. at-Tirmidzi).

Meskipun demikian, dengan prinsip hati-hati, bahwa tidak ada seorang pun yang tahu apakah bisa bertemu dengan Ramadhan berikutnya atau tidak, lebih ideal bagi orang yang berutang puasa untuk menyegerakan puasa qadha.

Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi (Imam Nawawi) dalam kitabnya, Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab, menambahkan anjuran untuk tidak menunggu-nunggu dalam membayar utang puasa.

"Jika (utang puasa tersebut) terjadi karena uzur seperti haid, nifas, sakit, pingsan, bepergian, orang yang lupa niat, orang yang makan karena mengira berada pada malam hari kemudian mengetahui temyata siang hari, perempuan menyusui dan perempuan hamil, maka qadhanya boleh menyusul, tidak ada perselisihan pendapat, (dengan catatan) selama Ramadhan yang kedua belum datang, akan tetapi dianjurkan untuk menyegerakannya."

Bagaimana jika seseorang tanpa uzur (halangan) terus menunda puasa qadha sampai tiba Ramadhan berikutnya? Imam Nawawi menegaskan, orang yang tanpa uzur tersebut "telah berdosa". Terkait qadha, yang dapat dilakukan adalah terlebih dahulu berpuasa Ramadhan yang berikutnya, lalu setelahnya mengqadha puaa Ramadan yang ditinggalkan sebelumnya.

Sebagian besar ulama Mazhab Syafi'i bersepakat bahwa orang yang utang puasanya belum dibayar hingga bulan puasa berikutnya, wajib membayarkan makanan sebanyak 1 mud untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, di samping mengqadha puasa Ramadhan.

Bagaimana jika orang tersebut belum juga membayar puasa Ramadhan hingga tahun berikutnya, atau melewati 2 Ramadhan? Imam Nawawi dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab menyebutkan terdapat 2 pendapat utama.

Yang pertama, membayarkan fidyah makanan dengan jumlah yang digandakan. Fidyah pertama adalah fidyah karena tidak puasa, sedangkan fidyah kedua adalah fidyah karaena terlambat qadha.

Sementara itu, pendapat kedua, cukup membayarkan satu mud per hari meski sudah melewati 2 tahun. Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama.

Hari yang Dilarang untuk Puasa Qadha Ramadhan

Pada tahun 2022 ini, Ramadhan 1443 Hijriyah diperkirakan bertepatan dengan Sabtu, 2 April 2022. Oleh karenanya, umat Islam yang belum juga membayar puasa terdahulu masih memiliki sisa waktu sepanjang Syaban ini untuk menuaikan kewajiban.

Puasa sunnah setelah pertengahan Syaban (nisfu syaban) oleh sebagian ulama dianggap makruh jika orang tersebut sebelumnya tidak terbiasa mengerjakan puasa sunnah. Namun, berbeda dengan puasa qadha yang hukumnya wajib. Umat Islam masih bisa mengerjakan puasa tersebut sepanjang Syaban.

Dalam bulan Syaban ini, terdapat 1-2 hari yang dikenal dengan hari syak, yaitu hari yang diragukan apakah masih masuk bulan Syaban ataukah sudah masuk bulan Ramadhan. Nabi Muhammad saw. bersabda, "Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa 1 hari atau 2 hari kecuali jika ia bertepatan dengan puasa yang biasa dikerjakan oleh salah seorang dari kalian."

Dalam konteks puasa qadha, yang bisa dilakukan seorang muslim pertama kali adalah membayar utang puasa tersebut sesegera mungkin, seharusnya ada kesempatan sejak Syawal 1443 Hijriah. Namun, jika ada halangan hingga utang puasa itu belum juga terbayarkan sampai bulan Syaban, masih ada waktu untuk mengqadha puasa tersebut pada hari-hari terakhir Syaban.

Bagaimana jika seorang muslim benar-benar lupa, lalu baru ingat masih berutang puasa pada malam hari menjelang 29 Sya'ban, sehingga ia mengerjakan puasa qadha pada hari syak tersebut? Dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab, Imam Nawawi mengutip pendapat Asy-Syirazi bahwa puasa itu hukumnya makruh, tetapi dinilai mencukupi.

Yang perlu diperhatikan seorang muslim, dengan prinsip kehati-hatian, sekaligus tidak menunda-nunda pembayaran puasa, adalah jangan sampai contoh tersebut terjadi. Dalam setahun, ada cukup banyak waktu untuk membayar puasa yang ditinggalkan. Pasalnya, hanya ada sedikit hari ketika umat Islam dilarang berpuasa, yaitu 1 Syawal (Idul Fitri), 10 Zulhijah (Idul Adha), dan 11 hingga 13 Zulhijah (Hari Tasyrik).

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Fitra Firdaus

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fitra Firdaus
Editor: Iswara N Raditya