Menuju konten utama

Hukum Shalat Jumat Online Boleh atau Tidak, Versi Muhammadiyah

Muhammadiyah memberikan jawaban terkait hukum shalat Jumat online.

Hukum Shalat Jumat Online Boleh atau Tidak, Versi Muhammadiyah
Sejumlah umat muslim bersiap melaksanakan shalat Jumat berjamaah dengan menerapkan jaga jarak di Masjid Agung Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Jumat (12/6/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/pras.

tirto.id - Shalat Jumat online atau daring dengan live streaming via media sosial atau stasiun radio menjadi alternatif ibadah di tengah pencegahan Covid-19.

Namun begitu, pelaksanaan shalat Jumat secara daring atau online ini masih banyak yang mempertanyakan, terkait hukumnya boleh atau tidak.

Terkait pertanyaan ini Muhammadiyah merespons dengan Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/MLM/I.0/H/2020 tertanggal 14 Maret 2020 tentang Tuntunan Ibadah pada masa Pandemi Covid-19.

Menurut Muhammadiyah, shalat Jumat boleh dilakukan di rumah untuk menghindari penyebaran virus corona dan apabila kondisi dipandang darurat maka pelaksanaan salat Jum‘at dapat diganti dengan shalat Zuhur di rumah.

Sementara itu, pada Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 05/EDR/I.0/E/2020 tertanggal 4 Juni 2020 tentang Tuntunan dan Panduan Menghadapi Pandemi dan Dampak Covid-19 dijelaskan bahwa salat Jum‘at dapat dilakukan di masjid dan dapat dilakukan dua gelombang.

Dari maklumat dan surat edaran diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa Muhammadiyah menyarankan untuk salat Jumat pada masa pandemi apabila darurat maka diganti dengan salat Zuhur. Selain itu, shalat Jumat dapat dilakukan di masjid, musala, atau tempat lain yang dapat mencegah penyebaran virus covid-19.

Hukum Salat Jumat Online Menurut Muhammadiyah

Ibadah Shalat Jumat online adalah khutbah dan shalat Jum‘at yang dilaksanakan secara online atau dalam jaringan (daring) melalui aplikasi telekonferensi video, dalam hal ini Zoom Clouds Meeting, sehingga membutuhkan ketersediaan teknologi informasi berupa perangkat keras seperti laptop, komputer atau gawai; jaringan atau daya listrik; serta jaringan internet dan paket data yang memadai.

Dikutip dari laman Muhammadiyah, ibadah Jum‘at online ini dilakukan atas dasar prinsip at-taysīr (kemudahan) pada situasi darurat pandemi Covid-19, sebab tidak mungkin dilakukan secara normal dengan mengumpulkan banyak orang di masjid.

"Ibadah Jum‘at online, selanjutnya cukup disebut shalat Jum‘at online, merupakan persoalan kekinian yang belum pernah dipraktikkan pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam. Shalat Jumat online ini termasuk persoalan ijtihādī, sehingga memunculkan ragam pendapat dalam memahaminya," tulis Muhammadiyah.

Dikutip dari laman Suara Muhammadiyah (2021), Muhammadiyah memberikan jawaban terkait hukum shalat Jumat online sebagai berikut:

1. Salat Jum‘at adalah ibadah maḥḍah yang wajib dilaksanakan sesuai ketentuan yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad saw. Segala sesuatu dalam ibadah maḥḍah yang dilakukan di luar tuntunan Nabi Muhammad saw tidak dapat dibenarkan.

Salat Jum‘at hukumnya wajib dikerjakan, sehingga apabila terjadi suatu kondisi yang mengakibatkan tidak dapat terlaksananya salat Jum‘at, maka kewajiban salat Jum‘at menjadi gugur dan diganti dengan salat Zuhur.

Dalam keadaan darurat karena pandemi Covid-19 ini, jika hendak mendirikan salat Jum‘at, maka dapat dilaksanakan secara terbatas di rumah atau tempat lainnya selain masjid atau dapat melaksanakan salat Jum‘at di masjid secara bergantian (gelombang) dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara sangat ketat.

2. Praktik hukum salat Jum’at online, walaupun itu persoalan ijtihādī namun ada ketentuan salat Jum‘at yang tidak dapat tercapai dalam praktik salat Jum‘at secara online, yaitu adanya kesatuan tempat secara hakiki (nyata), ketersambungan jamaah, pengaturan posisi imam dan makmum yang sesuai dengan ketentuan salat jamaah (makmum berada di belakang imam) serta keutamaan-keutamaan salat Jum‘at.

Di samping itu, salat Jum‘at yang dilakukan secara online justru lebih memberi kesulitan baru karena mengharuskan ketersediaan serangkaian perangkat online daripada menggantinya dengan salat Zuhur.

3. Sejauh penelusuran terhadap berbagai literatur, Majelis Tarjih dan Tajdid belum menemukan dalil atau alasan yang kuat untuk mengganti salat Jum‘at dengan salat Jum‘at secara online.

"Oleh karena itu, dengan tanpa mengurangi rasa hormat terhadap pendapat yang berbeda, Majelis Tarjih dan Tajdid belum dapat menerima pelaksanaan salat Jum‘at secara online," tulis Muhammadiyah.

Baca juga artikel terkait SHALAT JUMAT atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Yulaika Ramadhani