tirto.id - Pekerja honorer di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) seperti satpam, office boy, dan cleaning service dipastikan akan dialihkan statusnya jadi pekerja alih daya (outsourcing). Sebelumnya mereka menggelar demonstrasi menuntut kejelasan status kerja pada Kamis (30/1/2020) pagi.
Status mereka akan dialihkan sebagai pekerja di perusahaan vendor bernama PT Garuda Karya Mandiri.
Sentot, perwakilan PT Garuda, menegaskan kembali bahwa masa kerja mereka sebagai pekerja honorer LIPI berakhir pada 31 Desember lalu. Ia mengatakan dalam waktu dekat akan secara legal merekrut mereka.
Mereka yang akan dipekerjakan adalah yang memenuhi kompetensi, salah satunya terkait tingkat pendidikan. "Di standar ISO itu, pendidikan minimal SLA," kata Sentot saat berdialog dengan para pekerja setelah mereka menggelar aksi.
Dialog ini difasilitasi oleh Kepala Pusat Penelitian Politik Firman Noor.
"Nanti kita akan sekolahkan mereka," lanjutnya. "Dengan dipotong gajinya," Sentot menegaskan.
Tidak semua pekerja akan dialihkan statusnya. Dalam surat pemberitahan pada 29 Januari lalu, disebutkan ada 9 satpam yang akan dipecat, sementara untuk OB hanya bisa satu orang untuk dua lantai--sebelumnya ada beberapa OB yang mengurusi satu lantai saja.
Seorang pegawai honorer LIPI menegaskan bahwa selama ini mereka telah "bekerja dengan penuh keraguan." Namun karena status mereka tak lagi jelas sejak akhir tahun lalu, "tidak ada semangat lagi." "Kami tidak pernah tahu kami ini di LIPI atau di vendor," katanya.
Ia lantas meminta agar semua pegawai honorer dialihkan, tak ada yang dipecat.
Para pegawai LIPI yang berstatus PNS juga bersolidaritas ikut serta dalam aksi dan dalam dialog.
Peneliti LIPI, Wahyudi Akmaliah, mendesak LIPI bertanggung jawab mengingat para pekerja honorer ini ada yang sudah mengabdi di LIPI selama puluhan tahun dan tak boleh diberhentikan begitu saja.
Hal serupa diungkapkan seorang profesor, Dewi Fortuna Anwar. Ia menegaskan semua pekerja honorer memiliki peran yang vital di LIPI. "Kami tidak ingin ada pengurangan pekerja," tegasnya. "Efisiensi boleh, tapi aspek sosial kemanusiaan perlu kita utamakan," pungkasnya.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Gilang Ramadhan