tirto.id - Dalam beberapa pekan terakhir, beredar informasi bahwa para dokter di Italia telah menemukan teori baru terkait pandemi COVID-19. Informasi ini juga menyebutkan bahwa vaksin dapat mengurangi populasi umat manusia, klaim-klaim terkait perawatan COVID-19, gejala penyakit yang dialami, asal-usul virus, dan penyebab kematian yang terjadi di berbagi penjuru dunia.
Informasi ini cukup panjang dan tersebar di aplikasi pesan instan WhatsApp. Berikut kutipan informasi tersebut:
‼‼‼‼‼‼‼‼‼‼
Tolong DIBACA DIBAWAH INI (PENTING..!!!).
Corona Virus adalah BOHONG...bukan dari Virus tapi dari Bakteri....semua ini diketahui oleh negara Itali..setelah mereka MENG-AUTOPSI JENAZAH KORBAN CORONA...
Ternyata CINA dan WHO menyuruh langsung dikubur dgn ditakut- takuti tertular Covid 19...padahal tujuan mereka supaya mayat tidak diautopsi.....yg berani melakukannya hanya Itali..dan ternyata diketahui oleh para ahli kedokteran, penyebabnya kematian adalah oleh bakteri (bukan Virus),dimana bakteri tersebut membuat pembuluh darah melebar dan membeku..maka langsung diketahui obatnya...setelah diminumkan obat tersebut kpd 1400 orang yg positif covid...langsung sembuh(baca dibawah ini akan diberitahu obatnya, ternyata diapotik kita banyak sekali)
Pantas Presiden Trump mengatakan :WHO menjadi boneka CINA
(mari kita baca dibawah ini) 👇🏽👇🏽
---------
CINA dan WHO..BERBOHONGI TENTANG COVID -19
Cina dan WHO menipu dgn mengatakan bahwa covid 19 adalah Virus dan menganjurkan supaya semua org yg terjangkit utk memakai ventilator (spy semua negara membeli alat ini).
‼WHO melarang semua negara utk melakukan autopsi terhadap mayat Covid dgn alasan akan tertular.
Tapi ITALIA tdk perduli, mereka tetap melakukan Autopsi dan mendapatkan kenyataan, ternyata BUKAN VIRUS YG MENYEBABKAN KEMATIAN, TETAPI BAKTERI YG MENYEBABKAN PEMBULUH DARAH MELEBAR DAN MEMBEKU.
🔥🔥DI ITALIA Obat untuk CORONA VIRUS AKHIRNYA DITEMUKAN
Dokter Italia, tidak mematuhi hukum kesehatan dunia WHO, untuk tidak melakukan otopsi pada kematian Coronavirus dan mereka menemukan bahwa BUKANLAH VIRUS, tetapi BAKTERI lah yang menyebabkan kematian. Ini menyebabkan gumpalan darah terbentuk dan menyebabkan kematian pasien.
Italia mengalahkan apa yang disebut Covid-19, yang tidak lain adalah "Koagulasi intravaskular diseminata" (Trombosis)
🔻 Dan cara untuk memeranginya, yaitu, penyembuhannya, adalah dengan "antibiotik, anti-inflamasi, dan antikoagulan".
Berita sensasional ini untuk dunia telah diproduksi oleh dokter Italia dengan melakukan otopsi pada mayat yang meninggal karena Covid-19.
Menurut ahli patologi Italia. "Ventilator dan unit perawatan intensif TIDAK PERNAH DI BUTUHKAN”
Oleh karena itu perubahan protokol pandemi global di Italia, ‼‼terungkap, penyembuhan ini, sudah diketahui oleh Negara Cina dan tidak melaporkan hanya UNTUK MELAKUKAN BISNIS.
(Sumber: Kementerian Kesehatan Italia.)
---------------------
catatan :
Bagikan ini ke seluruh keluarga, lingkungan, kenalan, teman, kolega, rekan kerja ... dll. dll ... dan lingkungannya secara umum ...:
Jika mereka terkena Covid-19 ... yang bukan Virus seperti yang mereka yakini, tetapi bakteri ... diperkuat dengan radiasi elektromagnetik 5G yang juga menghasilkan peradangan dan hipoksia.
Mereka akan melakukan hal berikut:
Mereka akan minum *Aspirin 100mg dan Apronax atau Paracetamol...‼‼
Mengapa? ... karena telah ditunjukkan bahwa apa yang dilakukan Covid-19 adalah menggumpalkan darah, menyebabkan orang tersebut mengembangkan trombosis dan darah tidak mengalir dan tidak mengoksigenasi jantung dan paru-paru dan orang tersebut mati dengan cepat karena tidak bisa bernafas.
Di Italia mereka mengacaukan protokol WHO dan melakukan otopsi pada mayat yang meninggal karena Covid-19 ... mereka memotong tubuh, membuka lengan, kaki dan bagian tubuh lainnya dan menyadari bahwa pembuluh darahnya melebar dan membeku, semua pembuluh darah dan arteri dipenuhi dengan trombosis, mencegah darah mengalir secara normal dan membawa oksigen ke semua organ, terutama otak, jantung dan paru-paru, dan pasien akhirnya sekarat,
Setelah mengetahui diagnosis ini, Kementerian Kesehatan Italia segera mengubah protokol pengobatan Covid-19 ... dan mulai memberikan kepada pasien positif mereka *Aspirin 100mg dan Apronax atau Paracetamol...,
hasilnya : pasien mulai pulih dan hadir perbaikan dan Departemen Kesehatan merilis dan mengirim pulang lebih dari 14.000 pasien dalam satu hari.
URGENT: mereka telah berbohong kepada kami, dengan pandemi ini, satu-satunya hal yang dikatakan oleh presiden kami setiap hari adalah data dan statistik tetapi tidak memberikan informasi ini untuk menyelamatkan warga negara, adalah bahwa Ini juga akan terancam oleh para elit? ...
kita tidak tahu, tiba-tiba semua pemerintah dunia, tetapi Italia melanggar norma ... karena mereka sudah kewalahan dan dalam kekacauan serius karena kematian sehari-hari ..., sekarang WHO. ..akan digugat di seluruh dunia, karena menutupi begitu banyak kematian dan jatuhnya ekonomi banyak negara di dunia ... sekarang dipahami mengapa perintah untuk MEMBEBASKAN atau segera mengubur mayat-mayat tanpa otopsi ... dan menamakannya sebagai sangat berpolusi.
Di tangan kita untuk membawa kebenaran dan harapan menyelamatkan banyak nyawa ....
Itulah sebabnya gel anti bakteri bekerja dan klorindioksida ... Seluruh PANDEMI adalah karena mereka ingin vaksinasi dan chip untuk membunuh massa untuk mengendalikan mereka dan mengurangi Populasi Dunia.
SEMOGA TUHAN MENYELAMATKAN KAMI ujar negara Itali
💉💉💉💉💉
Penelusuran Fakta
Informasi dengan beberapa klaim yang hampir serupa juga beredar India. Menurut penelusuran tim pemeriksa fakta di India Today, informasi ini pertama kali dipublikasikan oleh situs asal Nigeria, Efogator.com (arsip).
Situs asal Nigeria tersebut memang kerap menyebarkan informasi yang belum teruji kebenarannya. Situs web tersebut juga menuliskan “Terms of Use” yang memuat bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas kesalahan apa pun yang ada di dalam konten mereka. Karena itu, besar kemungkinan informasi viral diambil dari sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Artikel Efogator menuliskan bahwa COVID-19 tidak disebabkan oleh virus, melainkan bakteri, dan bahwa antibiotik dapat menyembuhkan COVID-19. Menurut dokter spesialis Paru dari Max Hospital, India, dr. Sharad Joshi, masih dikutip dari India Today, informasi dari media sosial dapat menyesatkan orang dengan mudah.
Untuk mengetahui asal mula apakah COVID-19 berasal dari virus atau bakteri, kita dapat merujuk pada artikel di jurnal Lancet tentang karakterisasi genom dan epidemiologi virus corona baru berjudul “Genomic characterisation and epidemiology of 2019 novel coronavirus: implications for virus origins and receptor binding.” Artikel ini memaparkan 10 urutan genom 2019-nCoV (virus corona baru) yang diperoleh dari sembilan pasien ternyata sangat mirip.
Lebih lanjut, 2019-nCoV memiliki kemiripan sebesar 88 persen dengan sindrom pernapasan akut (SARS) yang ditularkan dari kelelawar, namun sedikit berbeda dari SARS-CoV dan MERS-CoV.
Klaim selanjutnya bahwa penyebab kematian COVID-19 adalah (disseminated intravascular coagulation/DIC) atau trombosis (penggumpalan darah) dan bukan pneumonia. Merujuk artikel Nature, trombosis atau penggumpalan darah merupakan komplikasi yang ditemui pada pasien COVID-19. Penelitian yang dilakukan di Belanda dan Perancis juga menemukan 20-30 persen kasus penggumpalan darah pada pasien kritis COVID-19.
Inilah sebabnya mengapa WHO juga merekomendasikan penggunaan heparin dalam menangani pasien terduga COVID-19 untuk mencegah komplikasi terkait dengan “tromboemboli vena” atau penggumpalan darah di dalam tubuh.
Sementara itu, DIC adalah kondisi gangguan aliran darah yang ditandai dengan pengentalan darah yang berlebihan, dan menyebabkan sumbatan (trombus) di pembuluh darah pada berbagai organ. Di Indonesia, kasus ini cukup jarang terjadi, hanya 15 ribu kasus per tahun.
DIC harus selalu didahului oleh penyakit berat tertentu, dan tidak terjadi pada orang yang sebelumnya sehat-sehat saja. Beberapa hal yang menyebabkan penggumpalan darah ini terjadi adalah infeksi yang berat, sepsis (peradangan di seluruh peredaran darah akibat infeksi kuman penyakit), peradangan pankreas (pankreatitis), kanker, komplikasi dalam kehamilan, cedera di otak dan saraf, luka bakar yang luas, gigitan ular berbisa dll.
Sejauh ini, trombosis atau penggumpalan darah hanya ditemui pada pasien kritis COVID-19 dan tidak menyerang semua penderita COVID-19.
Selanjutnya, Efogator juga menyebut ventilator dan Unit Perawatan Intensif (ICU) tidak diperlukan dalam merawat pasien COVID-19. Hal sebaliknya justru diutarakan para pekerja medis. Pasien COVID-19 dengan bawaan penyakit pernapasan kritis atau pasien yang mengalami kegagalan organ harus dirawat di ICU dan menggunakan ventilator. Namun, tidak semua pasien COVID-19 membutuhkan ICU dan ventilator.
Sergio Harari, direktur Unit Operasional Pneumologi di Rumah Sakit San Giuseppe di Milan, Italia, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar "Corriere della Sera" bahwa "Sebagian besar kematian disebabkan oleh pneumonia dan kegagalan pernapasan. Untuk mengatakan bahwa pasien tidak boleh diintubasi sama sekali adalah pernyataan yang salah."
Kesimpulan
Informasi terkait COVID-19 yang tersebar di aplikasi pesan instan WhatsApp sebagian berasal dari situs Efogator. Sejumlah klaim di dalam informasi tersebut sifatnya salah dan menyesatkan (false & misleading).
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara