tirto.id - Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Mardani Maming menjelaskan, realisasi dari relaksasi kredit yang diberikan pemerintah untuk meringankan beban pengusaha dan UMKM belum optimal.
"Baru 20 persen pengusaha Hipmi yang mendapat relaksasi dari bank yang sesuai OJK nomor 11," kata dia dalam sebuah diskusi virtual bertajuk Survey Nasional Evaluasi Publik terhadap Penanganan COVID-19 Kinerja Ekonomi dan Implikasi Politik, Minggu (7/6/2020).
Mardani juga mengatakan, dari total 20 persen pengusaha yang mendapatkan relaksasi kredit sebagian besar di antaranya merupakan pengusaha kelas atas. Dengan pengajuan pinjaman di atas Rp10 miliar.
Seharusnya, kata maming. pemilik usaha yang mendapatkan relaksasi merupakan pihak terdampak pandemi.
"Kalau pengusaha yang besar kan biasanya, hubungannya dengan bank bagus. Jadi tanpa ada bantuan pemerintah pun bisa dapat pinjaman kredit. Harusnya UMKM [prioitas]. Disitulah seharusnya pemerintah [membantu] relaksasi pinjaman bank dan pajak, sehinga UMKM dapat benar-benar melaksanakan," terang dia.
Ia mengatakan, relaksasi berupa stimulus pinjaman dan pajak ke sektor usaha yang lebih mikro akan membantu pengusaha kecil bertahan di tengah pandemi.
"Sehingga tidak terjadi PHK permanen, dan kalau UMKM dibantu pengangguran berkurang," jelas dia.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan memberikan kelonggaran alias relaksasi kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk nilai di bawah Rp10 miliar.
Relaksasi kredit ini salah satunya berupa penundaan pembayaran sampai 1 tahun ke depan dan penurunan bunga.
Berdasarkan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 debitur yang mendapatkan perlakuan khusus dalam POJK ini adalah debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi pembayaran utang kepada bank karena terdampak virus corona, termasuk juga debitur UMKM.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali