tirto.id - Orang non-muslim yang ingin menjadi arsitek Masjid Istiqlal ternyata bukan Frederich Silaban saja. Ada satu nama lagi dengan keinginan serupa. Ia adalah Hans Groenewegen. Pria asli Belanda ini mengikuti sayembara perancangan desain masjid nasional atau yang kelak dikenal sebagai Masjid Istiqlal.
Dikutip dari Ensiklopedi Agama dan Filsafat (2001) yang disusun Mochtar Effendy, gagasan pembangunan masjid nasional itu disampaikan kepada Presiden Sukarno pada 1953. Bung Karno setuju dan segera dibahas mengenai lokasi yang akan digunakan untuk membangun masjid tersebut.
Setelah melalui perdebatan yang cukup sengit, termasuk dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta, maka diputuskan bahwa masjid nasional itu bakal didirikan di kawasan Pasar Baru, berdampingan dengan Gereja Katedral, di lahan yang masih berupa Taman Wilhelmina dan dekat dengan bekas benteng kuno Belanda.
Dewan juri sayembara terdiri dari tokoh-tokoh arsitek dan ulama. Ada Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo, Ir. Djoeanda Kartawidjaja, Ir. Soewandi, Ir. Raden Oekar Bratakoesoemah, Raden Soeratmoko, Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), H. Aboebakar Atjeh, juga Oemar Hoesein Amin. Presiden Sukarno bertindak sebagai ketua.
Awalnya, yang mendaftar berjumlah 30 orang atau tim, 27 peserta menyerahkan sketsa dan contoh desain, tiga lainnya tidak. Setiadi Sapandi dalam buku bertajuk Frederich Silaban (2017) menuliskan, setiap peserta diwajibkan menyertakan motto atau nama sandi pada setiap lembar gambar yang diajukan.
Dari 27 peserta yang mengirimkan gambar, kemudian mengerucut menjadi 22 peserta. Selanjutnya, Dewan Juri memutuskan hanya ada 6 peserta saja yang berhak bertarung di babak final.
Enam finalis ini antara lain: Frederich Silaban dengan desain “ketuhanan”, R. Oetojo mengajukan desain “istighfar”, Hans Gronewegen dengan rancangan “salam”, tim arsitek profesional dari biro NV Associate dengan desain “5 Arab”, serta dua kelompok mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan masing-masing desain berjudul “ilham” dan “khatulistiwa”.
Selain Frederich Silaban yang merupakan anak pendeta Kristen dari Batak, ada satu nama lagi yang cukup memantik perhatian dari para finalis ini, yakni Hans Groenewegen. Sama seperti Silaban, ia juga berasal dari kalangan non-muslim yang ingin menjadi juru rancang Masjid Istiqlal. Hans adalah orang Belanda asli.
Johannes Martinus Groenewegen nama lengkapnya meskipun ia kerap disapa dengan panggilan Hans saja. Hans lahir di Den Haag, Belanda, 27 Oktober 1888. Disebutkan oleh Huib Akihary dalam Architectuur & Stedebouw in Indonesie 1870/1970 (1990), Hans mulai bekerja sebagai arsitek di kota kelahirannya pada 1920 hingga 1927. Salah satu karyanya di Belanda adalah Gereja Hati Kudus Yesus (Church of the Holy Heart of Jesus) di Schiedam.
Krisis ekonomi global atau masa depresi besar (malaise) yang melanda Eropa membuat Hans memutuskan hijrah ke Hindia Belanda (Indonesia) pada 1927. Buku Gids Historische Stadswandelingen Indonesie (2011) karya Emile Leushuis menyebutkan, Hans tiba di Medan dalam tahun yang sama dan terlibat dalam rencana pengerjaan desain gedung Rumah Sakit St. Elisabeth.
Hans menetap cukup lama di Medan dan turut merancang sejumlah bangunan, termasuk Gereja Katedral Medan pada 1928, Arnhem Insurance (sekarang Museum Perjuangan TNI) pada 1930, Gereja Katolik Roma di Polonia pada 1934, Sekolah Putri Beatrix pada 1938, dan Oranjeschool pada 1941.
Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia yang berlangsung sejak 1942, Hans tinggal di Bandung. Tahun 1947 atau dua tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, ia pindah ke Jakarta.
Gemeentemuseum Helmond (1990) mencatat cukup banyak keterlibatan Hans dalam merancang desain bangunan di Jakarta, antara lain Bioskop Menteng, Java Bank, Rumah Sakit Sumber Waras, juga gedung Bank Indonesia. Saat menggarap rancangan Bank Indonesia, Hans bekerjasama dengan Frederich Silaban, rivalnya di kontes perancangan Masjid Istiqlal pada 1953.
Hasil sayembara perancangan masjid nasional yang diumumkan pada 1955 memutuskan Silaban sebagai pemenang. Sedangkan Hans Groenewegen ada di urutan ketiga, di bawah R. Oetojo yang menjadi juara kedua.
Keikutsertaan kalangan non-muslim dalam lomba desain Masjid Istiqlal, juga lokasi masjid yang berdekatan dengan Gereja Katedral, patut diapresiasi dalam konteks toleransi dan keberagaman di negeri ini.
Meskipun asli Belanda, namun Indonesia tampaknya sudah kadung membuat Hans Groenewegen jatuh cinta. Hans meninggal dunia tanggal 4 April 1980 di Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta, gedung yang menjadi salah satu karya rancangnya di Indonesia.
Editor: Iswara N Raditya