tirto.id - Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, Ferdy Sambo hari ini diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam pemeriksaan tersebut, hakim sempat singgung pengalaman Sambo di kepolisian serta hubungannya dengan keputusan untuk tidak mengajak Putri Candrawathi melakukan visum saat mengaku menjadi korban kekerasan seksual.
Mulanya, hakim bertanya terkait pengalaman Sambo di kepolisian, Sambo pun mengatakan bahwa salah satu jabatan yang pernah didudukinya adalah Wadirkrimum di Polda Metro Jaya.
"Wakil direktur, artinya pengalaman Saudara sebagai reserse kriminal umum sudah mumpuni?" tanya hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 10 Januari 2023.
"Betul, Yang Mulia," kata Sambo.
Hakim kemudian bertanya mengenai alasan Sambo yang tidak menyarankan Putri menjalani visum setelah mengaku mengalami kekerasan seksual.
"Saat saudara mendapatkan laporan atau cerita istri saudara tentang tadi disampaikan pelecehan lebih parah dari pelecehan itu sendiri. Apakah saudara tidak bertanya atau paling tidak menyarankan, 'Ayo kita visum terlebih dahulu' atau paling tidak saudara selaku suami, 'Ayo kita ke dokter dulu' kenapa saudara tidak lakukan itu?" cecar hakim.
Sambo kemudian mengaku menyesal tak memutuskan untuk mengajak istrinya melakukan visum.
"Itulah yang saya sesali, Yang Mulia, saya tidak berpikir pada saat itu setelah mendengar pukulan berat yang diderita oleh istri saya, Yang Mulia. Saya minta maaf harus menjadi panjang seperti ini, Yang Mulia," kata Sambo.
Dalam kasus ini, terdapat 5 terdakwa yang diduga merencanakan dan melakukan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Mereka adalah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf.
Kelima terdakwa tersebut didakwa melanggar Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri