Menuju konten utama

Gus Mus, Peraih Anugerah HAM yang Mengaku Tak Paham Hak Asasi

Gus Mus berkata bahwa ajaran menghormati hak sesama manusia sebenarnya juga ada di dalam Alquran.

Gus Mus, Peraih Anugerah HAM yang Mengaku Tak Paham Hak Asasi
Ulama sekaligus budayawan KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus membacakan puisi karyanya dalam acara Sastra Pelataran di Balai Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (1/12) malam. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

tirto.id - Meski meraih Anugerah Hak Asasi Manusia Yap Thiam Hien 2017, KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) mengaku tak paham ajaran-ajaran HAM. Sosok pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin itu bahkan mengaku tak pantas menerima penghargaan tersebut.

Dengan suara lantang dari atas podium, Gus Mus berkata bahwa ia tak tahu apa yang sebenarnya mendasari Yayasan Yap Thiam Hien memberikan penghargaan padanya.

Menurut Gus Mus, tak ada kelebihan dalam aspek pemahaman HAM yang sebenarnya ia miliki. Dalam dunia pendidikan, ia juga mengaku tak banyak mengenyam ilmu dari bangku sekolah.

"Saya hanya sampai kelas 1 Tsanawiyah. Saya enggak tahu HAM yang konon dicetuskan di barat, nasionalisme juga saya tidak tahu. Saya yang banyak itu mondok pesantren," kata Gus Mus. "Guru saya adalah orang-orang sederhana yang mengajari saya bahwa Indonesia ini rumahku."

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada 1994 dan 1999 itu mengaku banyak mendapat pelajaran mengenai hak justru dari pesantren. Baginya, ilmu mengenai HAM dikenal dengan istilah haq, bahasa arab untuk "hak."

Saat menerima penghargaan Yap Thiam Hien 2017 di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (24/1/2018), Gus Mus berkata bahwa ajaran menghormati hak sesama manusia sebenarnya juga ada di dalam Alquran. Ia pun menyampaikan dalil dari Alquran yang memperkuat pendapatnya itu.

"Di surat 17 ayat 70, Allah itu sejak awal memuliakan manusia. Kayak apapun bentuknya, manusia dimuliakan oleh Tuhan. Maka kiai-kiai saya bilang 'Tuhan saja memuliakan manusia'," katanya.

Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah itu kemudian mengungkap banyaknya manusia yang justru tak menghargai dirinya sendiri saat ini. Bahkan, beberapa di antara mereka ada yang meniru perilaku binatang dalam menjalani kesehariannya.

Menurut Gus Mus, perilaku-perilaku manusia yang jauh dari penghormatan terhadap hak orang lain itu muncul karena adanya ketidakadilan.

"Makanya keadilan dalam Islam ditonjolkan terus. Saya diajarkan kiai saya yang sederhana, enggak usah belaga sok segala macam. Gusti Allah tahu kok potongan kamu kayak gimana," katanya.

Gus Mus terpilih sebagai peraih Anugerah Yap Thiam Hien 2017 setelah dipilih dewan juri yang terdiri dari Makarim Wibisono (diplomat senior), Todung Mulya Lubis (Ketua Yayasan Yap Thiam Hien), Musdah Mulia (Ketua Umum ICRP), Zumrotin K. Susilo (aktivis perempuan dan anak), dan Yoseph Stanley Adi Prasetyo (Ketua Dewan Pers).

Ungkapan toleransi Gus Mus kerap ditemukan dalam puisi-puisinya. Puisi berjudul "Kaum Beragama Negri Ini", misalnya, menyindir bagaimana orang-orang beragama saat ini merasa benar sendiri. Berikuti petikannya: “Mereka sakralkan pendapat mereka / dan mereka akbarkan / semua yang mereka lakukan / hingga takbir / dan ikrar mereka yang kosong / bagai perut bedug / Allah hu akbar walilla ilham.”

Gus Mus lahir di Rembang, Jawa Tengah, dalam masa pendudukan Jepang tahun 1944. Ia adalah penerima beasiswa dari Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, pada 1967 sampai 1970 untuk studi Islam dan bahasa Arab. Sebelumnya ia kenyang belajar di pesantren. Setelah tamat dari Sekolah Rakyat, Gus Mus menimba ilmu di Pesantren Lirboyo, Pesantren Krapyak, dan Pesantren Taman Pelajar Islam.

Baca juga artikel terkait YAP THIAM HIEN atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto