tirto.id - Aturan baru soal penarikan pajak untuk perusahaan over the top (OTT) akhirnya diluncurkan oleh pemerintah.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 35/PMK.03/2019 tentang Badan Usaha Tetap (BUT), pemerintah menegaskan bahwa perusahaan asing yang secara "fisik" berpusat di negara lain tapi bertransaksi dan memperoleh penghasilan di Indonesia tetap menjadi objek pajak.
Dalam konsideran beleid tersebut, pemerintah menyebut bahwa aturan itu dikeluarkan untuk merespons perkembangan model usaha lintas negara yang melibatkan subjek pajak di luar negeri.
Sehingga orang pribadi, asing atau badan asing tersebut wajib memiliki nomor pokok wajib pajak dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) serta wajib memiliki NPWP.
Pasal 5 (1) PMK itu menyatakan bahwa salah satu tempat usaha BUT, salah satunya adalah kegiatan berupa komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh orang pribadi asing atau badan asing untuk menjalankan usaha melalui internet.
Direktur Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, PMK tersebut bakal memudahkan pemerintah untuk meraup pajak dari perusahaan OTT seperti Google dan Facebook.
Sebab selama ini, perusahaaan-perusahaan yang belum berstatus BUT itu kerap berkelit dan membuat setoran pajak yang masuk ke kantong pemerintah tak setimpal dengan transaksi dan keuntungan yang mereka dapatkan.
"Karena, kan dalam ketentuan Undang-Undang PPh mereka belum bisa (dikategorikan) BUT, musti ubah klausul BUT di Undang-Undang," ucapnya kepada Tirto.
Adapun tempat usaha lain untuk melakukan kegiatan, yang disebutkan dalam PMK tersebut, mencangkup: tempat kedudukan manejemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan.
Selain itu, termasuk pula pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian dan perkebunan.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari