tirto.id - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menekankan bahwa proses penyidikan yang saat ini sedang berjalan di POM TNI tidak dapat dipengaruhi oleh adanya gugatan praperadilan dugaan kasus korupsi proyek pengadaan helikopter Agusta Westland 101 (AW-101).
"Penyidikan itu tidak tergantung menang atau kalahnya praperadilan. TNI berkoordinasi dengan KPK terkait informasi-informasi apa hasil penyidikan KPK yang berkaitan dengan TNI. Jadi di TNI berjalan terus," kata Panglima TNI di Kompleks Yonkav 7, Cijantung, Jakarta Timur, Selasa (31/10/2017).
Menurut Gatot, apabila gugatan praperadilan berhasil menghentikan proses peradilan di pengadilan sipil, bukan berarti kasus tersebut di pengadilan militer juga ikut terhenti.
"Nanti kita lihat di pengadilan aja. Jadi bukan berarti kalau pengadilan sipil berhenti terus di [pengadilan] TNI juga berhenti, tidak," tegas Gatot sebagaimana dikutip Antara.
Apabila POM TNI hendak menetapkan seseorang menjadi tersangka, lanjut Gatot, harus diikuti dengan bukti yang kuat sebab akan memberikan dampak psikologis kepada pihak keluarga yang bersangkutan.
"Saya perintahkan kepada POM TNI karena itu [penetapan tersangka] akan berkaitan dengan psikologi keluarga, setelah bukti kuat baru kita tetapkan," ungkap Panglima TNI.
KPK telah berkoordinasi dengan penyidik dari POM TNI pada Kamis (26/10/2017) guna menghadapi praperadilan yang diajukan oleh Irfan Kurnia Saleh, tersangka kasus tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW-101) di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017.
"Meskipun praperadilan diajukan pada KPK, namun konsekuensi dari persidangan ini dapat berpengaruh pada penyidikan yang dilakukan oleh POM TNI," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (27/10/2017).
KPK dan TNI, sambungnya, dalam mengusut kasus itu telah menggunakan mekanisme khusus yakni Pasal 42 Undang-Undang KPK.
"Koordinasi lebih rinci akan dilakukan minggu depan dalam rangka menghadapi sidang praperadilan yang direncanakan dilakukan 3 November 2017 nanti," ucap Febri.
Sebelumnya POM TNI telah menetapkan kelima tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017.
Kelima tersangka tersebut yakni anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.
Selain itu, KPK juga telah menetapkan tersangka lain dari pihak swasta dalam penyidikan kasus tersebut, yaitu Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh.
Tersangka Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Akibat kasus korupsi tersebut, diduga negara telah mengalami kerugian sebesar Rp224 miliar.
Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada April 2016 lalu, TNI AU mengadakan pengadaan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus, yang artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.
Tersangka Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri juga disinyalir sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang saat mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut.
KPK juga menduga sebelum proses lelang dilakukan, tersangka Irfan Kurnia Saleh sebelumnya telah melakukan perikatan kontrak dengan Agusta Westland selaku produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar.
Pada bulan Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dengan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter dilakukan sekitar bulan Februari 2017.
PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence "SIUP").
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra