Menuju konten utama

GAPPRI Kecewa PP Kesehatan Fokus Atur Bisnis Rokok

GAPPRI mensinyalir adanya indikasi bahwa PP tersebut menyimpang dari mandat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

GAPPRI Kecewa PP Kesehatan Fokus Atur Bisnis Rokok
Pedagang menata rokok yang dijual di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (19/12/2023). ANTARA FOTO/Rifqi Raihan Firdaus/rwa.

tirto.id - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diterbitkan pada 26 Juli 2024 lalu.

Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mensinyalir adanya indikasi bahwa PP tersebut menyimpang dari mandat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan, mengatakan penyimpangan itu dikarenakan Pasal 152 Ayat (1) memandatkan ketentuan pengaturan pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau diatur melalui Peraturan Pemerintah. Begitu pula pada Ayat (2) ketentuan lebih lanjut rokok elektronik diatur melalui Peraturan Pemerintah.

Henry Najoan menegaskan, kata 'diatur dengan' Peraturan Pemerintah pada Pasal 152, sangat tegas diamanatkan, sehingga menurut dia seyogianya, rokok konvensional diatur tersendiri, rokok elektronik diatur tersendiri. Keduanya, juga sebaiknya terpisah dari PP yang memiliki ekosistem berbeda.

“Ruang lingkup PP Nomor 28 Tahun 2024 ini lebih banyak mengatur bisnis rokok dan tembakau yang meliputi iklan, promosi, sponsor, tar, dan nikotin, penjualan rokok, dan lain-lain. Artinya, isi PP tersebut mengatur banyak soal di luar bidang kesehatan. Hal ini jelas bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 ini melampaui kewenangannya [over authority],” tegas Henry Najoan dalam keterangan resmi, Kamis (1/8/2024).

Henry juga mengatakan, PP Kesehatan bukanlah aturan yang melindungi kesehatan. Hal ini karena tidak ada satu pun pasal didalamnya yang mengacu pada kesehatan.

"Semua jelas ke arah perdagangan dan penyisipan agenda asing untuk menghancurkan industri tembakau di Indonesia," jelas dia.

Secara rinci, ruang lingkup PP Kesehatan Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif, mulai Pasal 429-463, mengatur antara lain larangan bahan tambahan, batasan tar dan nikotin di setiap batang rokok, larangan menjual eceran atau batangan.

Kemudian, mencakup juga larangan menjual di radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan menjual produk tembakau kepada orang yang berusia di bawah 21 tahun.

PP Kesehatan juga turut mengubah besaran gambar peringatan kesehatan di kemasan menjadi 50 persen dari sebelumnya 40 persen dan perubahan waktu iklan di media penyiaran dari pukul 21.30-05.00 menjadi 22.00-05.00 di media penyiaran.

Menurut Henry, implikasi terbitnya PP Kesehatan menyebabkan industri hasil tembakau (IHT) legal harus menyesuaikan diri. Tak hanya penyesuaian, IHT juga berpotensi gulung tikar karena banyaknya aturan baru yang penuh restriksi.

“PP ini juga berpotensi mematikan industri rokok kretek kelas menengah ke bawah. Sebab, diduga ada indikasi suatu gerakan dari pihak asing yang ingin menguasai pasar rokok dalam negeri. Dan, PP ini merupakan sebuah jalan menuju arah standardisasi rokok yang memberatkan industri kretek nasional,” kata Henry.

Lebih lanjut, Henry menuturkan, sebelum adanya PP Kesehatan, IHT legal sudah kepayahan karena kebijakan fiskal yang eksesif. Sejak 2020, tarif cukai hasil tembakau selalu naik dua digit. Padahal, di saat bersamaan, IHT legal tertekan karena pandemi COVID-19 dan disusul situasi dunia yang tidak pasti.

Situasi IHT legal saat ini terus terpuruk yang terkonfirmasi melalui realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang tidak memenuhi target. Produksi rokok juga turun.

“Dengan terbitnya PP Nomor 28 Tahun 2024, tentu akan membuat IHT legal gulung tikar. IHT legal akan semakin berat jika harus memenuhi ketentuan dari PP tersebut, seperti perubahan kemasan, bahan baku, yang cost-nya sangat besar, pengaturannya juga semakin ketat. Walaupun demikan peraturan tersebut sudah disahkan, maka kami akan mematuhinya," tutup dia.

Baca juga artikel terkait ROKOK atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang