tirto.id - Film tentang Jason Bourne menjadi salah satu waralaba laga thriller dengan popularitas tinggi pada kurun dua dekade awal abad 21. Hadir dalam 5 film, kisah Bourne menceritakan petualangan agen CIA paling berbahaya, tapi desersi dan berjuang memulihkan identitas yang terampas.
Salah satu dari lima film tersebut, yakni The Bourne Ultimatum, sekarang bisa ditonton di Mola TV. Film Bourne seri ketiga ini disutradarai oleh Paul Greengrass dan dibintangi Matt Damon.
Karakter Jason Bourne diadaptasi dari novel Robert Ludlum. Nama ini muncul pertama kali di novel The Bourne Identity yang terbit pada 1980. Enam tahun kemudian, Ludlum merilis sekuelnya lewat novel The Bourne Supremacy. Terakhir, ia menerbitkan lanjutan kisahnya dalam novel The Bourne Ultimatum pada tahun 1990.
Berselang 14 tahun, mengikuti kesuksesan adaptasi The Bourne Identity ke layar sinema dan atas izin Ludlum, penulisan sekuel novel Bourne dilanjutkan oleh Eric Van Lustbader. Penerus Ludlum ini memulai dengan novel The Bourne Legacy pada 2004 dan berlanjut hingga 10 sekuel.
Total kini sudah ada 15 seri novel Jason Bourne. Novel edisi ke-15 terbit pada 28 Juli 2020, dengan judul The Bourne Evolution. Novel Jason Bourne terbaru ini ditulis oleh Brian Freeman.
Film Jason Bourne Terbaik
Tiga di antara lima film tentang Jason Bourne merupakan garapan sutradara Paul Greengrass. Dua film yang lain dikerjakan masing-masing oleh sutradara Doug Liman dan Tony Gilroy.
Nama terakhir tercatat pula menjadi penulis skenario empat film tentang Bourne. Hanya dalam film Jason Bourne (2016), Gilroy tidak terlibat. Penulisan naskah film kelima dikerjakan Greengrass dan Christopher Rouse.
Lantas, mana yang terbaik di antara lima film Jason Bourne? Pendapat para kritikus dan penonton bisa jadi relatif. Namun, jika merujuk suara mayoritas, jawabannya adalah The Bourne Ultimatum, yang bisa ditonton di Mola TV.
Dirilis pada 2007, film The Bourne Ultimatum memperoleh rating penilaian positif 92 persen dari 266 kritikus, mengutip data situs agregator ulasan film Rotten Tomatoes. Meraih skor 8,01 dari 10, film garapan Greengrass ini juga dipuji oleh 91 persen dari 1,9 juta penonton.
Sekuel terakhir trilogi Bourne ini mengungguli dua edisi sebelumnya, The Bourne Identity (2002) dan The Bourne Supremacy (2004) yang juga mendapatkan banyak pujian.
The Bourne Identity meraih penilaian positif 83 persen dari 192 kritikus (skor 7 dari 10) dan dipuji oleh 93 persen dari 965 ribu penonton. Sementara The Bourne Supremacy, masih mengutip Rotten Romatoes, memperoleh skor 7,18 dari 10. Film tersebut dipuji 90 persen dari 708 ribu penonton, dan meraih penilaian positif 82 persen dari 197 kritikus.
Namun, popularitas serupa tidak diraih 2 sekuel selanjutnya. The Bourne Legacy (2012) yang tidak dibintangi oleh Matt Damon, hanya meraih skor 5,84 (dari 10) di situs Rotten Tomatoes. Hanya 55 persen dari 230 kritikus yang memberikan penilaian positif. Di mata penonton, rating film garapan Tony Gilroy ini pun anjlok (58 persen).
Kemunculan kembali Matt Damon dalam Jason Bourne (2016) juga tidak membantu. Film besutan Paul Greengrass itu cuma meraih skor 5,85. Film ini mendapatkan rating positif 54 persen dari 322 kritikus. Pujian pun hanya dari 55 persen penonton.
Adapun dari segi pendapatan, sang juara masih The Bourne Ultimatum. Seperti dilansir Box Office Mojo, penayangan film ini di seluruh dunia menghasilan pendapatan kotor senilai USD444,1 juta.
Sebagai perbandingan, pendapatan dari penayangan seri kedua Bourne tidak sampai separuhnya. Edisi pertama pun hanya meraup USD290,6 juta. Sementara The Bourne Legacy mendatangkan pendapatan USD276,1 juta, di tengah kemerosotan popularitas film tanpa Matt Damon.
Bahkan, meskipun kehadiran Jason Bourne (2016) memicu ekspektasi tinggi--karena Matt Damon dan Paul Greengrass berkolaborasi lagi--, rekor seri ketiga belum dipecahkan. Penayangan film itu di seluruh dunia tercatat menghasilkan pendapatan bruto USD415,4 juta.
Total pendapatan bruto dari penayangan 5 seri film Jason Bourne di seluruh dunia mencapai 1.666 juta dolar AS. Angka tersebut jauh melampaui keseluruhan anggaran produksi kelima film yang menelan USD490 juta.
Film The Bourne Ultimatum tidak hanya meraih kesuksesan di pasaran dan dipuji banyak kritikus. Di antara 5 film Bourne, hanya sekuel ini yang meraih Oscar. Academy Awards 2008 mengganjar The Bourne Ultimatum dengan 3 Piala Oscar untuk kategori: Best Film Editing; Best Sound Mixing; dan Best Sound Editing.
Alur The Bourne Ultimatum
Kisah dalam The Bourne Ultimatum, yang sudah tersedia di koleksi film Mola TV, merupakan ujung dari pencarian panjang Jason Bourne. Seri ketiga ini mengisahkan Bourne menguak operasi rahasia bernama Blackbriar, saat berhasil menyusup ke dalam dua gedung CIA di New York.
Alur film bermula dari Jason Bourne yang mengabarkan kematian pacarnya, Marie Kreutz (Franka Potente) kepada adik sang kekasih di Paris. Marie tewas dalam sebuah penyerbuan yang didalangi petinggi CIA ke tempat persembunyian Bourne di India.
Insiden yang diceritakan dalam film The Bourne Supramacytersebut mendorong Bourne memburu mereka yang terlibat dalam pembunuhan Marie hingga ke Jerman dan Rusia. Namun, usai berhasil menumpas mereka yang bertanggung jawab atas kematian Marie, ia belum mau berhenti.
Bourne bertekad mengetahui asal-usulnya dan memulihkan ingatannya yang kerap muncul dalam penggalan membingungkan, dengan langsung "menusuk" ke jantung CIA. Petualangan Bourne di fase ini menjadi inti cerita The Bourne Ultimatum.
Harapan muncul ketika Bourne membaca sebuah artikel di surat kabar Inggris, The Guardian yang menulis laporan tentang dirinya dan kasus kematian Marie. Bourne kemudian mengajak wartawan yang menulis laporan itu, Simon Ross (Paddy Considine), bertemu langsung di Inggris.
Ternyata CIA pun sedang melacak Simon. Bermula dari penyadapan percakapan Simon di telepon yang menyebut kata "Blackbriar," agen-agen CIA dikerahkan untuk menculik wartawan itu.
Agen-agen CIA semula tidak menyadari bahwa Bourne merencanakan pertemuan dengan Simon di sebuah terminal paling ramai di London. Namun, penyamaran Bourne tebongkar saat dia berusaha menyelamatkan Simon dari sergapan beberapa agen CIA.
Bourne gagal menyelamatkan Simon yang terbunuh oleh sniper CIA. Meski begitu ia mendapatkan petunjuk dari buku catatan Simon, sesuatu yang mengantarkannya ke nama kepala agensi CIA di Madrid, Spanyol.
Namun, sumber anonim yang menyuplai informasi untuk Simon itu telah melarikan diri ke Tangier, Maroko, sebelum Bourne datang. Di sisi lain, langkah Bourne mencari sosok bernama Neal Daniels (Colin Stinton) itu membuat posisinya terlacak oleh CIA.
Maka, Bourne terjebak dalam situasi harus mendapatkan Daniels sekaligus menghadapi perburuan yang dilakukan tim di bawah pimpinan 2 orang berbeda tujuan, Noah Vosen (David Strathairn) dan Pam Landy (Joan Allen).
Nama terakhir pernah memimpin operasi pencarian Bourne sebelumnya. Landy sekaligus menjadi satu-satunya petinggi CIA yang menaruh simpati kepada Bourne, sesuatu yang tidak disukai oleh pucuk pimpinan Badan Intelijen AS.
Di tengah tekanan, dan harus melindungi seorang agen CIA lain yang menyukainya, Bourne masih mampu lepas dari kejaran lembaga intel negara adidaya. Ia lantas terbang ke New York, menyusup ke gedung CIA, dan membawa dokumen operasi Blackbriar yang mengubah hidupnya.
Dalam The Bourne Ultimatum, Bourne tak hanya menghadapi agen-agen biasa. Bourne pun mesti melumpuhkan dua agen CIA tangguh, yang sama dengan dirinya, lahir dari operasi Blackbriar.
Selain menyodorkan aksi-aksi menegangkan, film ini pun memperlihatkan keindahan banyak kota di tiga benua, sekaligus kecanggihan alat penyadapan milik CIA.
Pengaruh Besar Trilogi Bourne ke Sinema Laga
Tiga seri pertama film Jason Bourne menampilkan sinema laga thriller yang memukau. Trilogi itu dinilai menggambarkan dengan apik petualangan seorang agen CIA yang tangguh, tapi mengalami amnesia. Matt Damon pun berhasil menunjukkan kharisma sosok Jason Bourne yang tangguh dan terampil membunuh, cerdas sekaligus berbahaya.
Dengan determinasi total, Bourne selalu berhasil luput dari kejaran agen-agen CIA yang dibantu interpol dari hampir separuh negara di dunia. Perlawanan Bourne menghadirkan ketegangan tanpa henti di sekujur film.
Namun, ada hal yang jauh lebih menarik dari Trilogi Bourne, terutama dalam dua film garapan Paul Greengrass. Sebuah analisis di youtube Insider mencermati teknik pembuatan Trilogi Bourne, yang lantas diimitasi oleh banyak sutradara film laga.
Adegan laga dalam trilogi film Bourne direkam dengan kamera jarak dekat yang bergoyang-goyang (shaky). Rekaman itu kemudian dipotong menjadi penggalan sepanjang rata-rata 2-4 detik. Teknik ini menghasilkan adegan laga cepat dan intens, dengan kekacauan tampak nyata.
Penonton mungkin akan kebingungan saat melihat alur perkelahian dalam film. Namun, potongan adegan pendek yang terangkai rapi tetap meyakinkan betapa tangguhnya si jagoan dalam sebuah pertarungan dramatis.
Adegan laga di film Bourne juga tidak memerlukan pemeran yang betul-betul bisa berkelahi dan mau mengambil risiko cedera, seperti Jackie Chan. Jadi, teknik tersebut lebih mudah dan murah untuk produksi film laga.
Itulah mengapa, penggarapan Trilogi Bourne tidak menggunakan teknik kamera diam, bersudut lebar, dan sedikit dipotong dalam proses pengeditan.
Meskipu begitu, pukulan, tendangan, dan bantingan bisa terlihat menghentak dan nyata melalui perpindahan gambar berdurasi singkat. Hanya mata jeli yang tidak tercengang saat melihatnya.
Kunci keberhasilan film Bourne adalah penempatan potongan adegan-adegan singkat dalam satu urutan aksi yang mempunyai tujuan. Ada tiga elemen adegan ditonjolkan: aksi, dampak, reaksi.
Teknik tersebut membuat penonton kerap melihat potongan adegan kilat, tepat sebelum benturan terjadi. Dengan begitu hasil sebuah proses aksi tertangkap jelas, meski film tidak memperlihatkan keutuhan momentumnya.
Imitasi besar-besaran terhadap teknik Doug Liman dan Paul Greengrass dalam Trilogi Bourne, telah mengubah tradisi panjang film laga. Trilogi ini membawa pengaruh besar berupa lunturnya tradisi merekam gerakan dan momentum dalam film laga, demikian dikutip dari artikel Business Insider.
Artikel itu menyoroti hilangnya unsur utama dalam tradisi panjang film laga: kejelasan; gambaran teknik seni bela diri; hingga kekuatan dan kecepatan gerakan fisik dalam sebuah perkelahian yang masuk akal. Trilogi Bourne dianggap salah satu faktor utama pemicu perubahan besar tersebut.
Persoalannya, banyak peniru mengadaptasi teknik pembuatan film Bourne secara buruk. Mengutip sumber yang sama, para peniru sering mengaplikasikan teknik mencincang adegan dalam serpihan pendek, dengan tujuan berbeda.
Sebagai contoh, banyak peniru Trilogi Bourne merangkai sejumlah potongan adegan cepat demi membesar-besarkan sebuah adegan dalam film laga. Sedangkan dalam film Bourne, pemotongan adegan seperti itu lebih bertujuan mempercepat alur film, bukan sekadar memanipulasi aksi.
Editor: Agung DH