Menuju konten utama

Fathonah Artinya Apa? Penjelasan, Teladan, & Contoh dalam Islam

Sifat fathonah adalah sifat wajib Nabi Muhammad yang perlu diteladani tiap muslim. Apa itu fathonah? Temukan penjelasan dan contoh penerapannya di sini.

Fathonah Artinya Apa? Penjelasan, Teladan, & Contoh dalam Islam
Ilustrasi belajar. Sifat fathonah dapat diteladani dengan senantiasa belajar tanpa mengenal lelah. ( AP / Achmad Ibrahim)

tirto.id - Salah satu sifat wajib Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah fathonah (fatanah). Fathonah artinya rasul memiliki kecerdasan yang mumpuni dalam mengemban tugas dakwahnya. Sifat ini mengiringi sifat wajib lainnya yaitu shiddiq (jujur), amanah, dan tablig.

Sifat fathonahmenjadi salah satu akhlak terpuji dalam Islam. Umat Islam dianjurkan untuk meneladani sifat mulia ini dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah ﷺ pun turut menganjurkan umatnya agar cerdas dan bijaksana. Beliau bahkan menjadi suri teladan yang baik dalam urusan kecerdasan akhlak sebagaimana disabdakannya, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak." (H.R. Baihaqi).

Arti Fathonah dalam Islam

Apa itu fathonah? Dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2017) yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dijelaskan arti fathonah adalah sikap cerdas dan bijaksana yang dilakukan oleh setiap rasul yang diutus Allah subhanahu wa ta'ala.

Kebalikan dari sifat fathonah adalah baladah yang bermakna bodoh. Artinya, mustahil bagi Nabi Muhammad bersikap bodoh dalam tindak-tanduk dan tutur katanya.

Salah satu contoh sifat fathonah yang ditunjukkan oleh Rasulullah ﷺ ketika beliau diminta untuk menyelesaikan pertikaian kabilah Arab karena perkara peletakan batu Hajar Aswad.

Menurut masyarakat Arab, batu Hajar Aswad adalah simbol kemuliaan. Saat mereka merenovasi Ka'bah, setiap kabilah merasa berhak untuk mengangkat batu hitam tersebut dan meletakkannya di Ka'bah.

Karena setiap kabilah merasa paling berhak, mereka bertikai satu sama lain, dan tidak menemukan titik terang. Hal ini terus berlanjut sampai mereka bersepakat untuk menunjuk Muhammad yang dikenal dengan julukan Al-Amin (orang yang bisa dipercaya) untuk menengahi masalah tersebut.

Dengan kecerdasan dan kebijaksanaannya, Muhammad ﷺ yang saat itu belum diangkat menjadi rasul, mengajak semua kabilah yang bersengketa untuk memegang ujung kain yang dibawanya. Di atas kain itu, diletakkan batu Hajar Aswad yang dibawa oleh semua perwakilan kabilah yang bertikai.

Setelah sampai di hadapan Ka'bah, Muhammad ﷺ kemudian mengambil Hajar Aswad dengan tangannya sendiri, kemudian meletakkannya di rukun timur Ka'bah.

Dengan strategi cerdas nan bijak itu, semua kabilah merasa puas dengan keputusan Muhammad ﷺ. Pertikaian pun selesai tanpa menimbulkan pertumpahan darah.

Cara Meneladani Fathonah

Cara meneladani sifatfathonah bagi umat Islam yaitu menuntut ilmu agar menjadi cerdas dan bijaksana. Ilmu paling utama yang mesti dipelajari dan dipahami yaitu terkait dengan ajaran Islam. Kendati demikian, umat Islam juga perlu mempelajari ilmu-ilmu lain setelah itu demi kemaslahatan.

Kecerdasan dan kebijaksanaan diperoleh dari proses belajar. Keduanya tidak muncul begitu saja karena hadir sebagai hasil dari pengalaman dan proses menuntut ilmu.

Nabi Muhammad ﷺ mewajibkan setiap muslim laki-laki dan perempuan untuk cerdas dengan jalan mencari ilmu. Muslim yang berilmu akan ditinggikan derajatnya. Beliau ﷺ bersabda:

“Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam, laki-laki dan perempuan. Setiap sesuatu yang di dunia ini akan memintakan pengampunan kepada Allah subhanahu wa ta'ala untuk para pencari ilmu, hingga ikan di laut pun ikut memintakan pengampunan baginya,” (H.R. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Contoh Fathonah dalam Kehidupan Sehari-hari

Banyak cara untuk mengambil semangat sifat fathonah dalam kehidupan sehari-hari. Contoh sifat fathonah di antaranya tampak dalam hal berikut:

  • Belajar dengan giat dan berusaha memahami setiap ilmu yang sedang dipelajari.
  • Belajar bersama dengan orang-orang alim agar ilmu yang dipelajari semakin makin komprehensif.
  • Berani bertanya saat tidak memahami sesuatu kepada orang yang lebih mengerti soal keilmuan tertentu.
  • Berpikir untuk mencari solusi ketika menghadapi permasalahan.
  • Menerapkan waktu belajar secara khusus dan berkomitmen menaatinya.
  • Tidak membuang waktu secara percuma dan mengisi pikiran dengan berbagai hal baru di setiap kesempatan.
  • Tidak tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan atau keputusan sebelum memahami permasalahan secara utuh.
  • Memikirkan dampak yang akan muncul ketika akan menyampaikan ilmu.
  • Menyikapi setiap permasalahan secara bijak dengan tidak menuruti hawa nafsu sebagai perwujudan kecerdasan emosional.
  • Saat menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan hukum syariat, solusi dikembalikan kepada penjelasan dalam Al-Qur'an dan hadis sebagaimana dijelaskan Rasulullah ﷺ, sahabat, hingga para ulama yang lurus.

Baca juga artikel terkait ISLAM atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Edusains
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar