Menuju konten utama

Seberapa Kuat Pengaruh Jokowi di Pemerintahan Prabowo?

Publik berpotensi melihat bahwa posisi Jokowi lebih penting daripada Prabowo. Ini berbahaya bagi legitimasi pemerintahan Prabowo.

Seberapa Kuat Pengaruh Jokowi di Pemerintahan Prabowo?
Calon Presiden Joko Widodo (kanan) dan Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan usai pengundian nomor urut Pemilu Presiden 2019 di Jakarta, Jumat (21/9). Pasangan calon Presiden dan Wapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan nomor urut 01, dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat nomor urut 02. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/18

tirto.id - Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih melakukan kunjungan ke kediaman Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi), di Solo, Jawa Tengah, dalam suasana Lebaran. Kunjungan ini berlangsung saat Presiden Prabowo Subianto sedang menjalani tugas kenegaraan antara 9 hingga 15 April 2025.

Di antara menteri yang hadir di kediaman Jokowi adalah Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia; Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji; Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi; Menteri Keuangan, Sri Mulyani; serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno.

Tidak berhenti di situ, dua menteri lainnya juga turut menyusul. Mereka adalah Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, yang menemui Jokowi secara bergiliran pada hari Jumat, 11 April 2025. Trenggono dan Budi Gunadi bahkan tampak kompak menyebut Jokowi sebagai bos kendati sudah purna tugas sebagai presiden.

Para menteri yang sowan tersebut memang memiliki kedekatan pribadi dengan Jokowi, apalagi beberapa diantaranya pernah menjadi pembantu Jokowi selama menjabat sebagai presiden.

Adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, sebelumnya juga sempat menemui Jokowi pada Jumat (7/3/2025) lalu. Hasyim saat itu mengatakan bahwa dirinya datang ke Solo untuk memenuhi undangan Jokowi. Dalam pembicaraan selama 2 jam tersebut, Hashim mengaku mengobrolkan banyak hal dengan Jokowi.

"Saya diundang Pak Jokowi. Kita tukar banyak pikiran, banyak hal yang menyangkut bangsa dan negara," terang Hashim.

Hashim Djojohadikusumo bertemu Jokowi di Solo

Jokowi dan Hashim Djojohadikusumo bertemu di Solo, Jumat (7/3) pagi. (FOTO/Febri Nugroho)

Pengusaha sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra tersebut juga mengaku membicarakan mengenai perubahan iklim dan energi. Hashim juga mengaku mendapatkan pesan khusus dari Jokowi. Namun, dia enggan membeberkan terkait apa pesan tersebut.

Di tengah banyaknya menteri sowan ke Jokowi, fenomena ini memantik asumsi adanya potensi krisis loyalitas di lingkar kekuasaan. Pasalnya, pertemuan ini menimbulkan pertanyaan tentang pengaruh Jokowi terhadap pemerintahan Prabowo.

Lantas, sebesar apa peran Jokowi di pemerintahan baru?

Pengaruh Kuat Jokowi & Bahaya Pemerintah Prabowo

Manajer Riset dan Program dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, menilai fenomena menteri-menteri Prabowo atau tokoh-tokoh politik yang rutin sowan ke Jokowi di Solo menunjukkan bahwa pengaruh politik Jokowi belum berakhir meski masa jabatannya sudah selesai. Dalam konteks transisi kekuasaan, Jokowi tampaknya masih menjadi titik rujuk dan memberi pengaruh, baik secara simbolik maupun strategis.

“Ia tetap dilihat sebagai 'kingmaker' yang menentukan arah dan komposisi kekuasaan ke depan, termasuk dalam kabinet Prabowo,” jelas Felia kepada Tirto, Senin (14/4/2025).

Jika fenomena ini terus berlangsung tanpa kejelasan batas peran, maka akan muncul kesan adanya matahari kembar dalam pemerintahan saat ini. Hal ini juga menunjukkan sinyal buruk ke publik bahwa bukan menteri saja, selaku presiden, seolah memberi tanda ketidakpercayaannya pada pemerintahan yang dipimpin.

“Ini bisa menjadi masalah secara politik maupun tata kelola pemerintahan,” imbuh dia.

Menurutnya, jika ini dibiarkan, menteri-menteri bisa mengalami kebingungan terkait loyalitas mereka, di tengah polemik kebijakan, serta dinamika ekonomi dan politik, baik dalam dan luar negeri. Sebab, jadi muncul spekulasi terkait apakah mereka bekerja untuk presiden yang sedang menjabat, atau tetap berorientasi pada figur mantan presiden yang dianggap masih berpengaruh.

Bahaya utamanya, kata Felia, adalah terganggunya konsolidasi pemerintahan Prabowo. Jika menteri-menteri, termasuk menteri-menteri yang dulu menjabat di masa Jokowi, merasa harus mendapat restu dari dua kutub kekuasaan, maka efektivitas kebijakan bisa terhambat. Lebih dari itu, publik bisa kehilangan kepercayaan karena melihat adanya tarik-menarik kepentingan di balik layar, yang berdampak pada stabilitas pemerintahan.

“Oleh karena itu, Prabowo perlu segera menegaskan otoritas dan visinya sebagai presiden terpilih,” jelas dia.

Sarasehan Ekonomi Nasional

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri), Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan (tengah), dan Menteri Investasi dan Hilirasasi sekaligus CEO Danantara Rosan Roeslani (kanan) berbincang di sela Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.

Sementara itu, Jokowi juga punya tanggung jawab etis untuk memberi ruang bagi pemerintahan baru agar bisa bekerja secara mandiri dan maksimal, serta tidak dibayangi konflik kepentingan dan kekuasaan masa lalu. Tentu akan jadi hal berbeda, jika hal ini jadi kesepakatan Prabowo dan Jokowi sebelumnya.

Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, juga menyampaikan pandangan senada. Fenomena banyaknya menteri sowan ke Jokowi berbahaya bagi legitimasi pemerintahan Prabowo. Terlebih, publik akhirnya mempertanyakan siapa sosok presiden RI yang sebenarnya. Apalagi, menteri yang memegang jabatan strategis di kabinet Prabowo masih diisi menteri-menteri Jokowi dulu, seperti Bahli Lahadalia, Airlangga Hartarto, Sri Mulyani, dan lain-lain.

“Persepsi publik akan melihat bahwa posisi Pak Jokowi ini sangat penting, bahkan mungkin lebih penting daripada Pak Prabowo. Dan ini berbahaya bagi legitimasi pemerintahan Pak Prabowo. Dan menurut saya ini resiko dari pemerintahan Pak Prabowo,” jelas Kunto kepada Tirto, Senin (14/4/2025).

Untuk itu, Kunto mendorong agar pada satu saat Prabowo harus tegas menertibkan para menteri-menterinya. Sebab bila pun ada dinamika kekuasaan dengan Jokowi, seharusnya sudah selesai kemarin-kemarin ketika transisi pemerintahan. Bukan justru berlarut-larut sampai sekarang.

Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, mengatakan saat ini memang dibutuhkan ketegasan Prabowo. Bagaimana kemudian langkah Prabowo dalam merespons ini? Dan apakah Prabowo akan membiarkan matahari kembar di pemerintahannya.

“Apakah rasa hormat dan utang budi Prabowo kepada Jokowi akan menghalanginya untuk bertindak? Mari kita lihat,” ujar dia kepada Tirto, Senin (14/4/2025).

Karena menurutnya, jika Prabowo tidak bertindak, tentunya akan sangat buruk terhadap jalannya pemerintahan. Program pemerintah akan tersendat karena para menteri memiliki dua bos. Dan bisa juga para menteri justru memiliki agenda yang berbeda dengan Prabowo.

“Ini kan yang berbahaya,” imbuh dia.

Sebuah Anomali

Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, melihat intensitas kunjungan para menteri ini sebagai sebuah anomali politik, yang belum pernah terjadi pada masa transisi pemerintahan sebelumnya. Ini menandai jika Jokowi bisa saja memang masih lakukan intervensi pada pemerintahan saat ini. Situasi ini, pada akhirnya menimbulkan kekhawatiran terhadap kedaulatan dan otoritas presiden aktif saat ini.

“Hal ini tidak baik bagi kedaulatan presiden saat ini, seolah tidak berkuasa penuh,” ujar Dedi kepada Tirto, Senin (14/4/2025).

Menteri Kabinet Prabowo Sambangi Jokowi di Solo

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Menteri Kependudukan Wihaji bertemu Joko Widodo (Jokowi) di mantan Presiden RI tersebut di Solo, Rabu (9/4). (FOTO/Febri Nugroho)

Menurutnya, fenomena menteri sowan ke Jokowi tidak berdiri sendiri. Sebab, Prabowo sendiri tampak masih sering melakukan pertemuan dengan Jokowi, baik secara formal maupun informal. Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa arah pemerintahan mendatang akan berada dalam bayang-bayang kepentingan Jokowi.

“Ia (Prabowo) sendiri masih sering lakukan pertemuan dengan Jokowi, sehingga menguatkan dugaan jika Prabowo dibayang-bayangi kepentingan Jokowi,” ujar dia.

Berdasarkan catatan Tirto, Prabowo Subianto tercatat dua kali menyambangi Jokowi ke Solo. Pertama pada (13/10/2024) pasca dilantik menjadi presiden. Dalam pertemuan itu, keduanya mengangkat tema silaturahmi kebersamaan dan keberlanjutan.

Selang sebulan, atau tepatnya pada (3/11/2024), Prabowo kembali menemui Jokowi di kediaman Jokowi, Jalan Kutai Utara, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah. Prabowo saat itu tiba sekitar pukul 18.20 WIB dengan menggunakan mobil Toyota Alphard. Sebelum masuk ke Jalan Kutai Utara, Prabowo sempat menyapa wartawan dengan melambaikan tangan dari dalam kendaraan.

Dedi lantas mengingatkan, adanya matahari kembar semacam ini mengkhawatirkan. Sebab presiden bisa kehilangan wibawa kepemimpinan di kabinet, juga potensial adanya pembangkangan ketika kepentingan Jokowi tidak terakomodir di kemudian hari.

“Jangan sampai Prabowo sebagai presiden justru terancam kekuasaannya dari dalam kabinet. Terlebih, panglima TNI dan Kapolri saat ini juga masih dikuasai oleh loyalis Jokowi,” pungkas dia.

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, juga mengingatkan kepada sejumlah menteri Kabinet Merah Putih untuk berhati-hati setelah bersilaturahmi lebaran kepada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di kediamannya di Solo, Jawa Tengah. Jangan sampai ada kesan 'matahari kembar' di Indonesia sehingga seakan ada pemimpin selain Presiden Prabowo Subianto.

"Ya, yang pertama, silaturahmi itu tetap baik, tapi yang kedua tidak boleh ada matahari kembar," kata Mardani saat dihubungi awak media, Jumat (11/4/2025).

Mardani mengingatkan bahwa sinyal 'matahari kembar' akan memberatkan kerja pemerintahan karena seakan ada dualisme kepemimpinan yang membingungkan pejabat hingga rakyat. "Yang jadi pesan saya cuma satu, jangan ada matahari kembar, satu matahari saja lagi berat, apalagi kalau ada dua," kata dia.

Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menegaskan sebaiknya kunjungan menteri-menteri ke kediaman Jokowi tak diberi tafsiran politik.

"Silaturahmi-silaturahmi lebaran jangan dibumbui tafsiran politik. Kita masih dalam suasana lebaran dan merajut kembali hubungan-hubungan persaudaraan," katanya lewat keterangan yang diterima Tirto pada Senin (14/4/2025).

Baca juga artikel terkait PRABOWO atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Farida Susanty