Menuju konten utama
Byte

Fakta di Balik Rumah Sakit AI Tiongkok yang Menghebohkan

Sampai saat ini, rumah sakit AI di Tiongkok hanya difungsikan sebagai sebuah media eksperimen. Semuanya masih sebatas pada jagat virtual.

Fakta di Balik Rumah Sakit AI Tiongkok yang Menghebohkan
Ilustrasi Rumah Sakit AI. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Belum lama ini, beredar sebuah kabar menghebohkan dari Tiongkok. Sejumlah media dan akun media sosial memberitakan bahwa, di sana, telah diresmikan sebuah rumah sakit AI pertama di dunia. Dalam keterangan yang beredar luas, disebutkan bahwa rumah sakit tersebut memiliki 42 dokter AI, 4 perawat AI, dan bisa mendiagnosis 10 ribu pasien hanya dalam beberapa hari.

Rumah sakit AI tersebut dikembangkan oleh para peneliti Universitas Tsinghua. Premisnya? Rumah sakit ini disebut sebagai sebuah lompatan revolusioner untuk industri kesehatan yang mampu menangani pasien dengan lebih cepat dan efisien dengan bantuan AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan).

Terang saja, kabar seperti ini cukup membuat heboh dunia maya. Lantas, apa sebenarnya rumah sakit AI ini, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana Tiongkok meregulasi keberadaan rumah sakit ini?

Tidak Seperti Kedengarannya

Well, rumah sakit AI memang terdengar catchy. Akan tetapi, realitasnya tidaklah sekeren itu. Rumah sakit ini, pada prinsipnya, adalah sebuah platform simulasi yang dikembangkan para ilmuwan Universitas Tsinghua tadi. Oleh mereka, rumah sakit ini diberi nama "Agent Hospital" karena para dokter dan perawat yang "bekerja" di sana memang disebut sebagai "Agen".

Agen-agen AI tersebut dibekali oleh large language models (LLMs) yang khusus dikembangkan untuk keperluan medis. Mereka, laiknya dokter-dokter pada umumnya, memiliki spesialisasi masing-masing, mulai dari kardiologi, pediatri, onkologi, dan sebagainya.

Di Agent Hospital, para dokter AI dihadapkan dengan lebih dari setengah juta profil pasien dari berbagai kelompok umur, kondisi medis, serta latar belakang berbeda. Alur kerja rumah sakit ini pun dibuat semirip mungkin dengan rumah sakit sungguhan. Pasien masuk, diperiksa, didiagnosis, lalu rencana pengobatan disusun, kemudian pengecekan berkala dilakukan.

Ilustrasi Rumah Sakit AI

Ilustrasi Rumah Sakit AI. FOTO/iStockphoto

Menurut pernyataan resmi Tsinghua University yang direpublikasi oleh berbagai sumber, uji coba yang mereka lakukan sukses besar. Akurasi diagnosis dokter-dokter tersebut sangatlah tinggi dengan tingkat kesuksesan menjawab pertanyaan dataset MedQA mencapai 93,06 persen. Dataset MedQA merupakan kumpulan data yang digunakan untuk melatih model AI dalam bidang medis.

Namun, perlu dicatat dan dicamkan bahwa kesuksesan dokter-dokter AI ini terjadi dalam sebuah lingkungan eksperimen yang terkontrol. Agen-agen tersebut sama sekali belum pernah diterjunkan langsung untuk menghadapi situasi dunia nyata.

Maka, sampai detik ini, rumah sakit AI di Tiongkok ini hanya difungsikan sebagai sebuah media eksperimen. Semuanya masih sebatas pada jagat virtual.

Ambisi Tiongkok di Bidang Kesehatan

Meski tidak sekeren kedengarannya, rumah sakit AI Universitas Tsinghua ini, harus diakui, merupakan sebuah terobosan yang krusial dalam dunia kesehatan. Terobosan ini pun tidak hadir dengan sendirinya, melainkan buah dari upaya Pemerintah Tiongkok untuk merevitalisasi strategi kesehatan masyarakat.

Saat ini Tiongkok dihadapkan pada situasi seperti ini: populasi mereka menua, akses kesehatan masih sangat timpang antara wilayah urban dan rural, dan suplai tenaga kesehatan belum sesuai ekspektasi. Maka, Pemerintah Tiongkok pun melihat AI sebagai sebuah opsi solusi dari segala permasalahan kesehatan masyarakat tersebut.

Pemerintah Tiongkok sudah menyusun sebuah cetak biru bernama "Healthy China 2030" yang berisi rencana jangka panjang untuk meningkatkan angka harapan hidup, meningkatkan keseimbangan akses kesehatan, dan mempromosikan integrasi teknologi ke berbagai fasilitas kesehatan. Dengan cetak biru tersebut, Pemerintah Tiongkok berharap dapat mengoptimalkan pelayanan sekaligus merampingkan administrasi kesehatan, terutama untuk daerah-daerah yang selama ini belum terjangkau secara maksimal.

Di saat yang bersamaan, Pemerintah Tiongkok juga telah menjalankan program lain bernama "Made in China 2025", mereka berusaha menciptakan sebuah ekosistem manufaktur alat-alat kesehatan secara mandiri. Ini adalah sebuah jalan keluar dari masalah bernama ketergantungan terhadap produk-produk kesehatan dari Barat.

Dengan inisiatif-inisiatif ini, berbagai inovasi pun muncul. Selain rumah sakit AI di Tsinghua, ada pula hasil karya dari perusahaan-perusahaan raksasa seperti Tencent dan Alibaba. Misalnya, platform pemindaian berbasis AI, triase virtual, serta manajemen data kesehatan. Inovasi-inovasi ini nantinya diproyeksikan bakal menjadi tulang punggung transformasi strategi kesehatan masyarakat Tiongkok.

Bagi Tiongkok, langkah merevolusi strategi kesehatan masyarakat ini bukan cuma soal menyelesaikan masalah dalam negeri. Lebih dari itu, ini adalah sebuah upaya unjuk kekuatan. Mereka berambisi untuk tidak lagi dilihat sebagai pengikut atau peniru, melainkan pionir. Jika semua berjalan lancar, bukan mustahil platform-platform kesehatan berbasis AI dari Tiongkok menjadi salah satu produk ekspor unggulan.

Risiko yang Mengintai

Namun, di balik progres yang sedemikian cepat, tentu saja ada risiko yang menyertai. Dokter AI di Agent Hospital, misalnya. Mereka boleh saja mampu meraih skor tinggi dalam tes dataset MedQA. Akan tetapi, situasi di lapangan tidak akan sesederhana itu karena manusia adalah makhluk yang kompleks dengan riwayat yang kompleks pula.

Selain itu, AI yang ada, setidaknya untuk saat ini, juga masih jauh dari kata sempurna. Masih terlalu banyak kesalahan yang bisa mereka lakukan, mulai dari penerimaan instruksi yang tidak komplet, eksekusi yang tidak mematuhi instruksi, kecenderungan untuk berimprovisasi alias mengarang, kemungkinan untuk melantur, sampai ketidakmampuan untuk mengeluarkan output yang masuk akal tanpa arahan dari manusia.

Belum lagi jika kita bicara soal kepercayaan masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan. Harus diakui, tidak sedikit orang yang masih menolak seratus persen percaya kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Ketika nantinya ada kesalahan dari satu dokter AI, misalnya, yang runtuh bukan cuma kepercayaan terhadap sistem kesehatan, melainkan juga terhadap teknologi bernama AI.

Ilustrasi Rumah Sakit AI

Ilustrasi Rumah Sakit AI. FOTO/iStockphoto

Oleh karena itu, Pemerintah Tiongkok sudah menerbitkan rambu-rambu. Misalnya, di Provinsi Hunan, Februari lalu, muncul sebuah larangan bagi para dokter yang bekerja di pelantar daring untuk menerbitkan resep dengan menggunakan AI generatif. Ini sejalan dengan kebijakan nasional di mana para dokter hanya boleh menggunakan AI untuk membaca rekam medis, mengelola data, dan menyusun rencana penanganan pasien.

Langkah Tiongkok tersebut, pada dasarnya, sama dengan apa yang sudah berjalan di negara rival mereka, Amerika Serikat (AS). Di AS, AI juga sampai sekarang hanya difungsikan untuk membantu dokter. Menurut catatan American Medical Association (AMA), dokter-dokter di AS biasanya menggunakan AI untuk mendokumentasikan catatan pasien, menerjemahkan teks, meringkas riset medis, dan membantu diagnosis.

Artinya, untuk saat ini, ada semacam kesepakatan bersama bahwa AI memang belum siap untuk menggantikan dokter secara penuh dan ini adalah hal yang bagus. Sebab, ini berarti semua pihak sudah mengakui bahwa AI yang ada sekarang masih jauh dari sempurna. Meski begitu, masih ada satu masalah lain terkait AI dalam layanan kesehatan yang memerlukan perhatian khusus. Yakni, soal privasi.

Ketika seorang dokter menggunakan platform AI untuk membantu pekerjaannya, dia berarti akan memasukkan data pribadi pasiennya ke dalam sebuah sistem yang tidak bisa dia kontrol. Perlu dicatat bahwa data medis biasanya memiliki banyak sekali perorangan yang bersifat Personally Identifiable Information (PII). Ini bukan data biasa, melainkan data spesifik yang bisa langsung merujuk pada satu individu tertentu.

Solusi dari masalah privasi ini hanya satu, yaitu peningkatan transparansi platform AI akan bagaimana mereka memproses data yang diinput pengguna. Oleh karena itu, pemerintah di mana pun harus menerapkan aturan seketat mungkin terkait penanganan data tanpa menghambat progres dari perkembangan teknologi.

Baca juga artikel terkait ARTIFICIAL INTELLIGENCE atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Byte
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi