tirto.id - Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Pangandaran mendadak viral di media sosial. Sosoknya ramai dibicarakan usai beredar video dirinya melakukan salam 2 jari dan sebut nama Prabowo Subianto.
Setelah videonya viral di media sosial, banyak warganet yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pandandaran untuk melakukan tindakan tegas. Lantas, apakah anggota KPPS tersebut dipecat?
Kabar pemecatan anggota KPPS di Pangandaran yang viral memang sudah dikonfirmasi oleh KPU setempat. Pemberhentian anggota KPPS tersebut terjadi karena adanya pelanggaran etika penyelenggaraan pemilu.
Tindakan oknum anggota KPPS di Pangandaran tersebut dinilai tidak netral. Pasalnya, oknum anggota KPPS itu tampak menunjukkan dukungannya kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
Berdasarkan video yang pertama kali beredar di Facebook, anggota KPPS itu tampak mengacungkan dua jari dan mengatakan "Prabowo." Gestur menunjukkan 2 jari saat ini dikaitkan sebagai simbol dukungan terhadap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden nomor urut 2.
Berdasarkan pengundian nomor urut dari KPU pada November 2023, paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapatkan nomor urut 2. Sikap ketidaknetralan itu semakin diperkuat dengan tindakannya menyebut kata "Prabowo" yang juga terekam di video.
Hal ini menyebabkan banyak warganet mempertanyakan soal profesionalisme anggota KPPS yang seharusnya menunjukkan sikap netral.
Fakta Kasus Anggota KPPS Salam 2 Jari Sebut Prabowo
Viralnya video anggota KPPS yang melakukan salam 2 jari sekaligus sebut nama Prabowo membuat banyak pihak mencari tahu kelanjutan kasus tersebut. Untuk menemukan jawaban pertanyaan apakah anggota KPPS asal Pangandaran dipecat, simak beberapa fakta kasusnya berikut:
1. Pelaku merupakan anggota KPPS di Pangandaran
Anggota KPPS yang viral karena video salam dua jari dan Prabowo itu merupakan seorang perempuan bernama Helmi Hermawati. Ia awalnya diangkat untuk bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) Desa Pagerbumi, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
2. Membuat video salam 2 jari saat menghadiri bimtek
Video viral Helmi Hermawati awalnya dibuat saat ia menghadiri acara bimbingan teknis (bimtek) yang diselenggarakan oleh KPU setempat. Berdasarkan video tersebut, ia yang mengenakan pakaian batik tampak menunggu pembukaan acara bimtek di sebuah ruangan pertemuan.
Sebelum acara berlangsung, ia bersama temannya membuat sebuah video. Melalui video inilah Helmi melakukan salam 2 jari dan menyebut nama Prabowo.
"Dua. Prabowo," katanya dalam video yang viral dan diikuti gelak tawa rekan-rekannya.
3. KPPS Pangandaran memecat pelaku
KPU Pangandaran telah mengonfirmasi kabar pemecatan oknum anggota KPPS yang viral karena menunjukkan salam 2 jari dan sebut nama Prabowo.
Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pangandaran Divisi Hukum dan Pengawasan Sukandar, pihaknya telah menyelidiki video viral tersebut. Hasil penyelidikan itu menghasilkan keputusan untuk memberhentikan Helmi dari tugasnya sebagai anggota KPPS.
Pemberhentian Helmi dari tugasnya terjadi karena ia telah melanggar etika penyelenggaraan. Saat ini, KPU Pangandaran hanya tinggal menunggu surat keputusan (SK) terkait pemecatan anggota KPPS tersebut. Lebih lanjut, KPU Pangandaran menyebut akan mengangkat anggota KPPS pengganti untuk posisi yang kosong.
Kode Etik KPPS Pemilu 2024 Tentang Netralitas
Kasus oknum anggota KPPS di Pangandaran seolah mengingatkan kembali akan adanya kode etik dan larangan KPPS yang wajib dipatuhi. Anggota KPPS wajib menaati kode etik penyelenggaraan pemilu yang ditetapkan oleh KPU.
Berdasarkan buku panduan KPPS 2024, jelas tertulis bahwa KPPS wajib tunduk pada kode etik penyelenggaraan Pemilu. Kode etik tersebut tertuang dalam Peraturan Bersama KPU, BAWASLU dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11/2012, dan Nomor 01/ 2012.
Merujuk pasal 9 peraturan tersebut, seluruh penyelenggara pemilu, termasuk KPPS wajib menjaga dan memelihara netralitas. Sikap ini diperlukan untuk menjaga pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Adapun bentuk menjaga sikap netral disampaikan dalam pasal 10 yang mewajibkan seluruh penyelenggara pemilu termasuk KPPS untuk:
- bertindak netral dan tidak memihak terhadap partai politik tertentu, calon, peserta pemilu, dan media massa tertentu;
- memperlakukan secara sama setiap calon, peserta Pemilu, calon pemilih, dan pihak lain yang terlibat dalam proses Pemilu;
- menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari dari intervensi pihak lain;
- tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu;
- tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisan dengan pemilih;
- tidak memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atribut yang secara jelas menunjukkan sikap partisan pada partai politik atau peserta Pemilu tertentu;
- tidak memberitahukan pilihan politiknya secara terbuka dan tidak menanyakan pilihan politik kepada orang lain;
- memberitahukan kepada seseorang atau peserta Pemilu selengkap dan secermat mungkin akan dugaan yang diajukan atau keputusan yang dikenakannya;
- menjamin kesempatan yang sama kepada setiap peserta Pemilu yang dituduh untuk menyampaikan pendapat tentang kasus yang dihadapinya atau keputusan yang dikenakannya;
- mendengarkan semua pihak yang berkepentingan dengan kasus yang terjadi dan mempertimbangkan semua alasan yang diajukan secara adil;
- tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari peserta Pemilu, calon peserta Pemilu, perusahaan atau individu yang dapat menimbulkan
keuntungan dari keputusan lembaga penyelenggara Pemilu.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy