tirto.id - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur bukanlah keputusan yang tepat.
Fahri mengatakan, kajian dari sistem pemindahan ibu kota pun belum matang, bahkan ia menilai wacana pemindahan ibu kota kurang mendapat masukan dari ahli tata negara.
"Asal bapak senang aja kali ya, banyak penjilat juga lagi jangan-jangan. Penjilat ini, kan, apa yang dilakukan presiden benar saja sama dia, padahal salah. Kan, enggak boleh begitu," kata Fahri saat dimintai tanggapan soal pengumuman ibu kota negara baru di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2019).
"Mohon maaf Bapak Presiden, enggak gitu caranya Pak, mesti bikin UU dulu, mesti bikin kajian, naskah akademik dulu," lanjutnya
Fahri pun menyayangkan kurangnya ahli tata negara di sekitar lingkungan presiden sehingga Jokowi tidak menjalankan suatu proses ketatanegaraan secara resmi.
"Proses ketatanegaraan yang lazim itu, kan, ada tahapannya. Nah presiden enggak ada yang kasih tahu, yang lazimnya itu bagaimana. Kalau lazimnya itu perpindahan ibu kota, kan, itu berbicara tentang perubahan dan ketentuan-ketentuan lama yang ada," kata dia.
Ia menjelaskan, jika aturan tersebut sudah ada di dalam undang-undang. Pemerintah perlu mengajukan hal tersebut ke MPR untuk diadakannya sidang istimewa.
"Tetapi kalau di UU, dia mesti menyelesaikan naskah akademiknya dulu, lalu dia melakukan sosialisasi pada tingkat pemerintah, baru lah dia bicara dengan DPR di komisi-komisi di mana UU itu harus diubah," jelas dia.
"Sebab UU yang harus diubah untuk perpindahan ibu kota lebih dari 8 dalam kajian sementara yang saya temukan," pungkas Fahri.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno