Menuju konten utama

Eric Schmidt, si "Tangan Culas" Kunci Kesuksesan Google

Eric Schmidt merupakan Chief Executive Officer pertama Google.

Eric Schmidt, si
Eric Schmidt, mantan CEO Alphabet, kiri, dan Sundar Pichai, CEO Google, berbicara selama pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Rabu, 24 Januari, 2018. AP / Markus Schreiber

tirto.id - “Tujuan dari perusahaan ini ialah bukan untuk monetisasi segalanya...tapi untuk mengubah dunia,” kata Eric Schmidt, yang kala itu jadi Chief Executive Officer Google.

Dalam buku berjudul “The New Digital Age: Reshaping the Future of People, Nations and Business,” yang ditulis Schmidt bersama Jared Cohen, ia mengungkapkan upaya mengubah dunia bisa tercapai atas “lompatan kecil” keterhubungan antar-manusia melalui dunia internet. Katanya, “konektivitas memang tak menghapus kesenjangan penghasilan, tapi dapat meringankan beberapa penyebab yang sulit teratasi, seperti minimnya kesempatan belajar dan peluang ekonomi.”

Ia juga mengatakan bahwa “mampu berbuat lebih di dunia maya akan membuat dunia nyata bergulir lebih efisien.” Ucapan ini barangkali ia maksud untuk merujuk pada apa yang dilakukan Google kini, yang jadi mesin menjawab segala hal dan membantu manusia, padahal hanya tersusun atas ragam kombinasi bilangan biner 0 dan 1.

Schmidt dan Google

Eric Emerson Schmidt lahir di Washington D.C pada 27 April 1955. Saat belia, anak dari seorang profesor ekonomi Virginia Tech tersebut masuk ke Princeton University untuk mengambil studi arsitektur. Namun, tak berlangsung lama, Schmidt pindah jurusan ke teknik elektronika. Selepas memperoleh gelar sarjana pada 1976, Schmidt melanjutkan studi master dan doktoral di bidang ilmu komputer pada University of California, Berkeley.

Sebagai doktor komputer, karier Schmidt dihabiskan di perusahaan-perusahaan teknologi kelas atas. Pada 1979, Schmidt bergabung pada Xerox. Pada 1983, ia berlabuh ke Sun Microsystems untuk bekerja di berbagai divisi dan jabatan di perusahaan itu. Puncaknya, atas restrukturisasi perusahaan, pada 1991, Schmidt didapuk menjadi presiden di salah satu anak usaha Sun, yakni Sun Technology Enterprises.

Bersama Sun, Schmidt turut mengembangkan Java, bahasa pemrograman yang kelak dipakai Andy Rubin menciptakan Android, sistem operasi mobile yang lalu diakuisisi Google.

Selepas tak ada tantangan berarti di Sun, Schmidt hengkang di 1997. Ia didapuk menjadi Chief Executive Officer di Novel, Inc. perusahaan pengembang video gim.

Di sisi lain Amerika Serikat, kala Schmidt menjadi CEO Novel, dua pemuda asal Stanford University mengembangkan mesin pencari bernama Google, berakar dari kata “googol,” alias ekspresi matematis dari 10 pangkat 100 dan merepresentasikan tujuan mereka menciptakan mesin pencari skala besar.

Pada 4 September 1998, selepas menerima cek senilai $100 ribu dari Andy Bechtolsheim, co-founder Sun Microsystems, Page dan Brin mendaftarkan Google sebagai perusahaan resmi. Tiga hari berselang, pada 7 September 1998, Google memperoleh “akta lahir” dari otoritas setempat.

Infografik CEO Pertama Google

Corona Brezina, dalam bukunya berjudul “Sergey Brin, Larry Page, Eric Schmidt, and Google,” mengungkapkan bahwa pada 2001, tiga tahun selepas Google berdiri secara resmi, mesin pencari itu sukses jadi penguasa pasar. Menawarkan pencarian web dengan dukungan 26 bahasa dunia dan bertahan dari terpaan badai “dotcom bubble.” Salah satu capaian besar Google kala itu ialah kesuksesan mereka bekerjasama dengan Yahoo, penguasa web kala itu, untuk menggunakan mesin pencari mereka di sistem Yahoo menggantikan Inktomi.

Sayangnya, masih menurut Brezina, investor-investor Google tak terkesan dengan pencapaian startup tersebut. Google, menurut para investor “tidak memiliki rencana yang jelas untuk menghasilkan keuntungan.” Sistem iklan Google tak sukses. Larry Page dan Sergey Brin dianggap hanya mengerti tetek-bengek soal teknik, bukan bisnis. John Doerr dan Mike Moritz, investor awal Google, lantas merayu duo pendiri untuk menunjuk CEO, yang dapat menjalankan Google secara seimbang, dari sisi teknik maupun bisnis.

Tak lama, John Doerr lantas mengatur pertemuan Schmidt, yang adalah kawan lamanya, dengan Page dan Brin. Duo pendiri Google terkesan. Meskipun sempat ragu, Schmidt akhirnya pindah dari Novel untuk menjadi CEO Google.

Brezina, masih dalam bukunya, mengatakan Schmidt sukses membuat perubahan bagi Google. Sebelum Schmidt datang, Google sudah punya AdWords, sistem iklan yang memungkinkan pengiklan menampilkan materi mereka di hasil pencarian Google. Sayangnya, versi awal AdWords tak sukses. Melalui tangannya, layanan iklan Google itu dipermak. Schmidt memperkenalkan sistem lelang juga capaian materi si pengiklan. Tak berapa lama, AdWords jadi mesin uang bagi Google. Lalu, demi mengembangkan penghasilan, Google meluncurkan AdSense, versi umum dari AdWords.

Dilansir Wired, selama sepuluh tahun menjalankan Google, Schmidt sukses membuat perusahaan itu memperoleh pendapatan lebih dari $25 miliar per tahun dan memiliki lebih dari 20 ribu karyawan di seluruh dunia.

Tangan Culas Schmidt

Dalam wawancaranya pada Fred Vogelstein, jurnalis teknologi asal Amerika Serikat, Schmidt mengatakan Google “saya pikir, merupakan satu bagian Intel, satu bagian Sony, dan satu bagian Dell.” Google, kata Schmidt, “mengambil kekuatan di masing-masing perusahaan tersebut untuk menjadikannya satu keutuhan.” Pada Sony misalnya, Schmidt mengatakan perusahaan Jepang itu unggul soal inovasi, dan Google pun demikian.

Sayangnya, aspek inovasi pada diri Google mengundang pertanyaan. Pada 2006 hingga 2009, rentang tahun di mana Apple sedang mengembangkan dan akhirnya melahirkan iPhone, Schmidt didaulat sebagai anggota komisaris Apple. Bukannya membantu perusahaan berlogo apel tergigit itu meluncur, Schmidt dicurigai mencontek inovasi-inovasi Apple, salah satunya tak lain ialah Android, untuk Google. Dalam siaran pernyataan Apple, diputusnya Schmidt dari jajaran Apple karena “Google telah masuk ke inti bisnis Apple, dengan Android dan kini Chrome.”

Di bawah kepemimpinan Schmidt, Google banyak masuk ke segmen-segmen di luar kekuatan tradisionalnya, yakni pencarian. Schmidt membeli YouTube , melahirkan Maps, menciptakan Gmail, hingga membeli Android dan membangun Play Store. Kesemua layanan itu, sukses menjungkalkan pemain-pemain lawas sebelumnya.

Aksi culas Schmidt tak berhenti di situ. Pada 2010, Schmidt mengaku bahwa “benar, Google melihat kata kunci pencarian penggunanya.” Aksi Google itu ditujukan untuk mengembangkan sistem iklan personal, yang menawarkan iklan sesuai karakteristik pengguna. Perbuatan culas Schmidt berkebalikan dengan slogan Google yang telah ada semenjak berdiri, don’t be evil. Slogan yang menurut Schmidt, “aturan paling konyol.”

Baca juga artikel terkait GOOGLE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra