tirto.id - Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sumatra Utara (Sumut) nomor urut 2, Edy Rahmayadi dan Hasan Basri Sagala, resmi menggugat hasil Pilkada Sumut 2024 yang memenangkan pasangan nomor urut 1, Bobby Nasution-Surya, ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (11/12/2024).
Berdasarkan situs mkri.id, gugatan pasangan Edy-Hasan ini didaftarkan pada Selasa (11/12/2024) pada pukul 23:59 WIB. Gugatan itu terdaftar dengan APPP Nomor 250/PAN.MK/e-AP3/12/2024 dengan kuasa pemohon antara lain Yance Aswin, Abd Manan, dan Bonanda Japatani Siregar.
Kuasa hukum Edy-Hasan, Yance Aswin, mengatakan, tim pemenangan Edy-Hasan menggugat hasil Pilkada Sumut 2024 setelah menemukan banyak kecurangan yang terjadi dalam proses pilkada di Sumut. Dia mengaku telah mengantongi puluhan bukti, termasuk di antaranya adalah keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Kami ada 83 bukti. Dari 83 bukti itu ada 3 kategori yang ingin kita sampaikan. Pertama ada keterlibatan ASN. Itu rangkaiannya masif dan kita sampaikan dan kita uraikan dalam bukti-bukti,” ujar Yance saat ditemui awak media di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2024).
Menurut dia, keterlibatan unsur kepolisian dan kejaksaan dalam gelaran Pilkada Sumut 2024 telah mengkhianati kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, Yance mengatakan, gugatan tersebut merupakan bentuk rasa tanggung jawab Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala terhadap warga Sumut.
“Sehingga prinsip jurdil (jujur adil) yang tadinya menjadi asas demokrasi dan harapan masyarakat Sumut terkangkangi, bahkan terlindas oleh pihak-pihak yang hanya ingin mementingkan kekuasaannya saja,” jelas Yance.
Yance berpendapat, Pilkada Sumut 2024 bukan lah pilkada biasa karena ada keterlibatan nama Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, pada Bobby Nasution.
“Kalau tadi tidak menantu bapak Jokowi, saya pikir tidak seperti ini Pilkada Sumut, Saya pikir ini catatan penting dari tim kuasa hukum sebagai pemohon di MK, harapan kami masyarakat sumut bersabar,” ujar dia.
Atas hal ini, Yance juga mengaku telah melaporkan kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun, proses yang dilakukan oleh Bawaslu tak sesuai dengan apa yang diinginkannya.
“Kami sudah banyak lapor Bawaslu, tapi kan kawan-kawan semua tahu proses bawaslu ini kan seperti macan ompong. Bagaimana seorang Bawaslu di satu TPS, di Kota Medan, ada orang yang mencoblos lebih dari satu kertas suara, dia ada di situ, KPPS ada di situ, semua berjalan seperti biasa saja. Apakah sudah dilaporkan? Ini sudah, sudah ditindaklanjuti? Sudah. Hasilnya apa? Tidak ada. Jadi, oleh karena itu, kami juga memahami proses pilkada ini kan waktunya sangat mepet,” jelas dia.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher